Mohon tunggu...
Anom Bagaskoro
Anom Bagaskoro Mohon Tunggu... Freelancer - Politik Tidak Rumit

Hai!! Saya seorang mahasiswa di salah satu Kampus swasta di Jakarta. Kebanyakan yang akan saya post adalah Postingan tentang Pendapat saya tentang isu isu politik di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Koalisi Gemuk di Parlemen

29 Oktober 2019   23:13 Diperbarui: 29 Oktober 2019   23:27 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari hasil PEMILU tersebut antara Koalisi Indonesia kerja dengan Koalisi Indonesia Adil Makmur memilik jarak presentase 19,51%. Tentunya Koalisi Indonesia Kerja menjadi koalisi gemuk diparlemen. Namun tidak sampai disitu saja perpecahan koalisi Prabowo mulai terlihat seusai PEMILU. Dimulai dengan pertemuan antara Prabowo dan Jokowi dengan dalih Konsolidasi seusai PEMILU. Selain itu, pendekatan khusus Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindra semakin jelas, ketika Prabowo datang dalam Kongres PDI P kelima di Bali. Kongres PDI P kelima menjadi sorotan publik karena Megawati selaku Ketua Umum PDI P yang merupakan partai poros Koalisi Indonesia Kerja menyinggung tentang jatah kursi menteri. Megawati juga memberikan gimik politik untuk menunjukan kepada rakyat bahwa Prabowo akan bergabung dengan koalisi Jokowi. Terlebih muncul statment Waketum Gerindra mengenai Kursi Mentri Pertanian yang harus diserahkan kepada partainya, hal inilah yang menguatkan bahwa Gerindra akan merapat ke koalisi Jokowi, walaupun dengan beberapa syarat.

Bukan hanya Partai Gerindra saja yang mengindikasikan akan segera merapat dalam koalisi Jokowi, namun Partai Demokrat juga. Pendekatan Demokrat dimulai dengan gimik Politik Nasi Goreng, walupun tidak dilakukan langsung oleh Ketum Demokrat yaitu SBY. Dengan mewakilkan  AHY sebagai anak Ketum Demokrat, AHY melakukan kunjungan ke rumah Megawati dengan dalih silaturahmi. Tentunya bukan hanya tentang silaturahmi saja, kedatangan AHY bukan hanya untuk silaturahmi semata, melainkan kesungguhan Demokrat untuk bergabung dalam koalisi. Hal ini merupakan strategi politik Demokrat untuk mempersiapkan AHY dalam bursa Pilpres 2024 mendatang. Figur AHY yang baru muncul di Pilgub Jakarta masih kuramg sehingga, Demokrat melakukan strategi tersebut. Walaupun pada pelantikan DPR RI Megawati memberikan gesture tidak kecocokannya kepada AHY, dengan sengaja tidak menyalimi AHY dalam pelantikan tersebut.

Selain Demokrat dan Gerindra, Partai Amanat Nasional juga memberikan kode akan segera merapat ke koalisi Jokowi. Bara Hasibuan sebagai Waketum PAN mengatakan bahwa PAN akan segwera merapat ke Jokowi sebagai bentuk penghormatan atas mandat yang diberikan rakyat kepada Jokowi sebagai presiden. Namun, perkataan Bara Hasibuan tidak senada dengan Amin Rais sebagai Ketum PAN, ian mengatakan bahwa jika PAN merapat ke koalisi Jokowi, berarti PAN sudah menggadaikan aqidah. Walaupun begitu kemungkinan PAN akan bergabung dengan Koalisi masih ada, dikarenakan PAN membutuhkan kekuatan politik diparlemen karena PAN hanya memperoleh 44 kursi diparlemen. Ketidaksenadaan antara Amin Rais dengan Bara Hasibuan hanya sekedar gimik untuk mempertahankan pendukung PAN.

Jika PAN, Demokrat, dan Gerindra merapat ke koalisi Jokowi tentunya akan membuat koalisinya semakin kuat dalam parlemen. Yang tersisa dalam kubu oposisi tinggallah PKS yang hanya memiliki 50 anggota di parlemen, yang secara legitimasi politik tidak mampu untuk mengawasi jalannya pemerintahan melalui parlemen. Dewan perwakilan rakyat selaku representasi keterwakilan di dalam unsur pemerintahan tentunya akan lemah.

Lembaga legeslatif juga memiliki wewenang untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Dengan adanya koalisi gemuk diparlemen membuat pengawasan terhadap pemerintahan menjadi lemah. Khususnya dalam penggarapan RAPBN, nantinya akan muncul anggaran dimana hanya membuang buang budget negara, atau bahkan menjadi sumber korupsi. DPR juga memiliki wewenang untuk membuat undang undang, jika parlemen kuat pada koalisi satu kubu, tentunya undang undang yang terkesan nyleneh dan menguntungkan pihak tertentu akan disetujui dengan mudah oleh parlemen, dengan cara pengambilan keputusan dengan suara terbanyak. Sebagai contoh nya RUUKUHP yang sedang hangat diperbincangkan kemarin, yang langsung disetujui oleh parlemen.

Gemuknya koalisi dalam parlemen tidak hanya tentang negatif saja. Tidak dpat dipungkiri bahawa kestabilan pemerintahan akan terwujud karena kesepahaman visi antara parlemen dengan pemerintahan. Namun apakah ini akan lebuh banyak menguntungkan rakyat? Atau hanya menguntungkan golongan?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun