Kelurahan sayang memiliki 25 posyandu dengan masing-masing berlokasi di setiap RW dan memiliki kader posyandu yang aktif. Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan (DinKes) per agustus 2021 terdapat 194 balita stunting di kelurahan sayang sehingga keberadaan posyandu diharapkan menjadi tahapan pertama dalam mencegah penambahan anak balita yang stunting. Kader posyandu menjadi garda terdepan dalam memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat yang datang ke posyandu sehingga sebelumnya perlu memahami lebih dalam terkait hal tersebut.
Urgensi inilah yang kemudian menjadi alasan utama diadakannya ‘Ngariung Sayang chapter Kader’ dengan agenda utama edukasi terkait 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan stunting yang diberikan kepada kader posyandu oleh Mahasiswa KKN-T IPB University yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, yaitu Anny Nila Syauqiyyah, Fathimah Uswah Zahidah, Farisa Dwi Elnora, Fadriaz Anandia Syandri, Indri Nurbidari, Badrun Faridz Habibie, Mutiara Pramestia Utami, Novita Dwi Cahyaning, Belinda Putri Syahbanurahmi, Nadella Andina.
Selain edukasi terkait 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan stunting, Mahasiswa KKN-T IPB juga memberikan edukasi terkait etika konseling. Pemberian edukasi ini penting sebagai pedoman komunikasi yang baik dengan masyarakat sehingga dapat menjadi sosok penting tempat bercerita keluarga yang nyaman. “Selama konseling, konselor harus memperhatikan konseli secara penuh agar konseli merasa dihargai sehingga hal tersebut menjadi awal untuk membangun hubungan yang baik antara konselor (kader posyandu) dan konseli (masyarakat yang berkunjung ke posyandu)” Ujar Fadriaz saat memberikan edukasi terkait etika konseling.
Kegiatan Forum Group Discussion (FGD) dan Bermain Peran (Role Play)
Sekitar 50 orang kader posyandu yang hadir sangat memperhatikan pemberian edukasi ini. Hal ini terlihat dari kegiatan Forum Group Discussion (FGD) dan bermain peran (Role Play) yang berjalan dengan lancar. Dalam pelaksanaan FGD, 50 kader posyandu dibagi menjadi 5 kelompok untuk mendiskusikan kendala yang terjadi di wilayah posyandu masing-masing. Setiap kelompok, terdapat dua fasilitator dari tim mahasiswa KKN-T IPB University untuk memandu jalannya FGD. Salah satu kader di kelompok 5 mengatakan bahwa kendala yang terjadi di wilayah posyandunya adalah penyebarluasan kegiatan posyandu tidak dapat dilaksanakan melalui pengeras suara di masjid karena perbedaan pendapat terkait pemanfaatannya. Selain itu, kendala lain yang paling banyak diutarakan kader adalah kurangnya kesadaran masyarakat setempat terkait stunting dan tingkat sensitifitas masyarakat ketika mendengar anaknya disebut sebagai anak yang stunting.
Adapun kegiatan bermain peran (role play) setelah FGD menjadi kegiatan terakhir. Kegiatan ini menggabungkan aspek kognitif dan psikomotorik dalam pemberian edukasi. Sederhananya, kegiatan ini merupakan visualisasi dari hasil FGD. Setiap kelompok diberikan waktu sekitar 7 menit untuk melakukan role play. Salah satu kelompok mengangkat cerita anak yang sulit untuk ditimbang karena takut dengan salah satu kader posyandu laki-laki sehingga perlu perhatian yang lebih untuk memastikan anak tersebut dapat ditimbang. Adapun cerita lainnya berkaitan dengan pendataan ibu hamil yang sulit dilakukan akibat tidak memiliki buku nikah sebelumnya. Keadaan ini tidak jarang ditemui oleh kader posyandu sehingga perlu komunikasi dan edukasi terkait pentingnya pendataan ibu hamil.
Salapan Sayang,
Hangat bersama - Sayangi Semua
instagram : @sayanghaeyo.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H