Mohon tunggu...
Anny Izzatul Mujahidah
Anny Izzatul Mujahidah Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis untuk berbagi dan menggerakkan hati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Islam On The Top Level (Kunci Mengembalikan Kewarasan Masyarakat Kita)

18 September 2021   13:48 Diperbarui: 18 September 2021   14:07 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kalau kita mengikuti perkembangan berita dan apa saja yang diperbincangkan banyak orang secara offline maupun online, seringnya bikin geleng-geleng kepala. 

Kok bisa aneh-aneh gitu kasusnya. Rasanya makin hari semakin banyak ketidakwarasan dipertontonkan media, hoax tersebar luas dan banyak dipercaya orang, teknologi  semakin maju tapi manusia semakin minim rasa malu dan adab. Banyak orang bilang semakin hari semakin banyak tanda akhir zaman, ngeri sekali.


Jadi, apa yang salah dengan masyarakat kita saat ini?


Kalau kita melihat pola yang terjadi pada masyarakat saat ini, mungkin kita bisa melihat persamaan pola masyarakat lewat sejarah di masa lalu.


Masyarakat abad pertengahan Eropa misalnya, ketika itu masyarakat hidup dalam kesulitan karena beban pajak yang tinggi sedangkan para Raja hidup bergelimang harta dari sumber pajak, masa minim pendidikan sehingga banyak  percaya mitos dari pada penelitian ilmiah  dan masyarakat yang mudah dibodohi oleh pihak gerejawan dan kerajaan yang bersekongkol.


Rasanya mirip dengan kejadian yang masyarakat kita alami hari ini, beban pajak selangit, masyarakat mudah percaya hoax dan berderet konspirasi-konspirasi yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Bahkan cenderung menyesatkan.


Atau merebaknya penyimpangan seksual seperti homo, lesbi dan sebagainya (LGBTQ) ataupun menormalisasi dan mendukung keberadaannya, apakah kita lupa bagaimana kisah kaum Sodom yang kisahnya jelas tertulis pada kitab suci al Qur'an, Kitab Kejadian dan Perjanjian Lama, bahkan bukti fisiknya masih ada hingga hari ini di Yordania.


Hari ini pun banyak orang berperilaku seperti layaknya Kaum Quraisy, mengkriminalisasi ulama dan da'i, ketika itu mereka meminta Rasulullah SAW untuk ikut menyembah patung patung mereka, rasanya sama saja dengan masyarakat hari ini dalam konsep mengadakan kegiatan-kegiatan lintas agama dan ikut serta dalam perayaan hari besar agama lain. Justru hal ini adalah tindakan intoleransi. 

Toleransi sendiri bukan berarti berdoa dengan cara agama lain atau ikut serta dalam ibadah mereka, tapi membiarkan dan menghormati ketika seseorang beribadah sesuai agamanya masing-masing. Dan ini tidak mungkin terjadi di satu tempat bersamaan. 

Mungkinkah Tuhan mau mendengar doa seseorang saat orang itu menduakannya? Bisa jadi Tuhan menjawab: "Engga dulu deh,"


Masyarakat kita betul-betul paket lengkap dari kaum-kaum terdahulu, masihkah kita  merasa aman dari adzab Allah?
Sebagai seorang yang beriman jawabannya "Tentu tidak."


Lalu bagaimana cara kita menyelamatkan diri dari Azab Allah dan kembali mewaraskan masyarakat? Bukan hanya diri sendiri tapi untuk seluruh masyarakat.


Jawabannya adalah kembali pada Allah.


Tapi, masyarakat kita juga taat ibadah saat waktu shalat mereka juga shalat, saat ramadhan mereka puasa juga, idul kurban menyembelih kurban juga. Lantas kembali pada Allah yang seperti apa? Apa ibadah selama ini belum cukup?

Tentu saja belum cukup, Allah menurunkan Al Quran bukan hanya berisi ibadah, puasa, haji dan sebagainya. Pada kenyataannya di kehidupan kita masih banyak aturan aturan Allah yang lain dan tidak diterapkan.

Kita memahami adanya hubungan antara kehidupan di dunia ini, dengan kehidupan sebelum dan sesudah adanya dunia. Allah menciptakan semuanya dengan satu jembatan penghubung, yaitu syariatnya yang harus kita penuhi selama di dunia, dan dunia kita tidak hanya berisi ibadah, ada pendidikan, sosial, budaya, hukum, dan lain lain. 

Untuk memiliki kehidupan yang bahagia di akhirat nanti, tentu selama di dunia kita harus hidup sesuai jembatan yang Allah buat. Berada di jalan yang lurus. Hidup sesuai dengan aturan Allah. Memiliki pola pikir dan pola sikap  sesuai yang Allah inginkan, karena apa? Karena kita ciptaanNya dan menumpang hidup pada bumiNya. Seluruh makhluk yang beriman normalnya berpikir seperti ini, dan memang seharusnya.


Jika selama hidup kita memiliki pola sikap dan pola pikir yang benar, tentu kita akan memiliki kehidupan yang baik, penuh manfaat, dan produktif.  Tapi jika sebaliknya, pola sikap kita menyimpang, pola pikir kita tak benar, maka jadilah kita masyarakat yang penuh drama dan masalah. Parahnya lagi, tak dapat menemukan solusi atas semua masalah ini, sebab istilah "Jangan bawa-bawa agama,"

Sampai kapan mau terus bersikap sombong, seolah lebih baik dari pada yang Tuhan gariskan dan atur?


Karena itu Islam memang berada pada Top Level. Hanya mereka yang mau berpikir, rendah hati, bersih dan ikhlas hatinya mau menerima dan memperjuangkan hidupnya untuk Islam. 

Meraih top level memang berat, penuh rintangan, penuh cobaan, tapi hasil yang didapat juga sepantasnya. Dan itu tak akan dipahami bagi siapa saja yang sombong dan tak mau lepas dari kejahiliyahan.


Al Quran diturunkan  untuk mengalahkan kejahiliyahan masyarakat Quraisy Makkah pada saat itu sama juga dengan hari ini. Kita harus kembali pada Islam dan Al Quran untuk mengalahkan kejahiliyahan masyarakat saat ini.


Itu Kuncinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun