Air mata mengalir setelah meyadari bahwa aku kehilangannya
patah hatiku saat aku menolak dia yang menawarkan hatinya
sesegukan aku menahan agar suara tangis tak meledak
semakin bertahan semakin memuncak
dia akan hilang
aku ketakutan
kurasakan aku tak berdaya
egoku berkuasa
mencari salah dan celah
mencari mungkin dan harap
membayangkan ada dia tapi jangan
hatiku pernah kalah dan mampu bertahan
kini ia berlatih kalah lagi, dibarengi air mataÂ
mengapa pikiran ku selalu menang dari hatiku?
mengapa begitu takut dengan pandangan orang?
mengapa begitu gengsi menerima?
mengapa banyak penolakan dalam diri?
aku terlalu takutÂ
untuk merasakan bahagia pun aku takut
mengapa tak kurelakan saja kalah dan menjadi bodoh sebentar
bukankan rasa itu ditakar dengan hati bukan dipikirkan benar tidaknya