Sampah atau limbah organik masih menjadi salah satu permasalahan penting di Indonesia terutama di sekitar perkotaan, di sektor pertanian, di pasar- pasar tradisional dan skala rumah tangga. Pemanfaatan sampah atau limbah organik menjadi sumber energi merupakan salah satu solusi dalam mengatasinya. Sampah organik adalah barang yang dianggap sudah tidak diperlukan dan dibuang oleh pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar (Sudrajat, 2014).Â
Mengelola sampah pada dasarnya membutuhkan peran aktif dari masyarakat terutama dalam mengurangi jumlah timbulan sampah, memilah jenis sampah hingga berupaya menjadikan sampah menjadi lebih bermanfaat. Hal ini telah banyak dilakukan diberbagai negara yang telah maju dan berhasil. Keberhasilan ini didukung dengan adanya kampanye yang disosialisasikan oleh pemerintah antara lain melalui konsep 4 R (Reduce, Reuse Recycle dan Replant), yaitu mengurangi timbulan sampah, menggunakan kembali bahan yang berpotensi menimbulkan sampah dan mendaur ulang sampah baik sampah organik (sisa makanan, sayuran, buah-buahan atau hijauan lainnya) maupun sampah non organik (potongan kaca, kertas, logam, plastik, karet dan bahan non organik lainnya).
Sampah atau limbah organik dapat mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos). Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan organik seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, sampah, rumput, dan bahan lain yang sejenis yang proses pelapukannya dipercepat oleh bantuan manusia. Sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan, jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95 %) berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, tetapi secara umum minimal 75 % terdiri dari sampah organik dan sisanya anorganik.
Kompos merupakan pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan mahluk hidup (tanaman maupun hewan). Kompos tidak hanya menambah unsur hara, tetapi juga menjaga fungsi tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Yuwono,D., 2005). Pengunaan kompos sebagai sumber nutrisi tanaman merupakan salah satu program bebas bahan kimia, walaupun kompos tergolong miskin unsur hara jika dibandingkan dengan pupuk kimia. Namun, karena bahan-bahan penyusun kompos cukup melimpah maka potensi kompos sebagai penyedia unsur hara kemungkinan dapat menggantikan posisi pupuk kimia, meskipun dosis pemberian kompos menjadi lebih besar dari pada pupuk kimia, sebagai penyetaraan terhadap dosis pupuk kimia (Santi, 2006).
Manfaat Pembuatan Kompos
Adapun manfaat dalam pembuatan kompos sebagai berikut yaitu, mengurangi jumlah sampah organik yang akhirnya dikirim ke tempat pembuangan akhir. Ini membantu mengurangi beban sampah pada sistem pengelolaan limbah, kompos yang dihasilkan adalah pupuk alami yang kaya akan nutrisi tanaman. Ini membantu meningkatkan kesuburan tanah dan kualitas pertumbuhan tanaman, penggunaan kompos mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia. Ini memiliki dampak positif terhadap lingkungan dan kesehatan tanaman dll.
Pengelolaan limbah menjadi kompos memiliki syarat dalam keberhasilan pembuatanya sebagai berikut :
1.Komposisi Bahan Baku:
Menentukan komposisi bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kompos sangat penting untuk menghasilkan produk kompos yang berkualitas. Studi oleh Smith et al. (2010) menunjukkan bahwa perbandingan yang tepat antara bahan hijau (seperti rumput segar) dan bahan coklat (seperti daun kering) berkontribusi pada pembentukan kompos dengan kandungan nutrisi yang seimbang. Mereka menyarankan rasio 3:1 antara bahan hijau dan bahan coklat untuk mencapai hasil terbaik.
2.Penggunaan Starter Mikroba:
Studi oleh Chen et al. (2014) menyelidiki penggunaan starter mikroba untuk mempercepat proses dekomposisi dalam pembuatan kompos. Mereka menemukan bahwa penambahan starter mikroba yang kaya akan bakteri pengurai seperti bakteri Bacillus sp. dapat mempercepat laju dekomposisi dan menghasilkan kompos yang lebih berkualitas.
3.Proses Dekomposisi:
Proses dekomposisi adalah langkah penting dalam pembuatan kompos. Penelitian oleh Johnson et al. (2012) menyelidiki pengaruh kondisi lingkungan, seperti suhu, kelembaban, dan aerasi, terhadap laju dekomposisi bahan organik dalam kompos. Mereka menemukan bahwa suhu optimum sekitar 55-65 derajat Celsius dan kelembaban sekitar 40-60% menghasilkan dekomposisi yang efisien. Selain itu, aerasi yang baik dapat meningkatkan laju dekomposisi dengan memfasilitasi aktivitas mikroorganisme.
4.Waktu Pematangan Kompos:
Waktu pematangan kompos adalah tahap akhir dalam pembuatan kompos, di mana bahan organik mengalami transformasi menjadi bahan yang stabil dan matang secara biologis. Penelitian oleh Lee et al. (2016) menganalisis pengaruh waktu pematangan pada kualitas kompos. Mereka menemukan bahwa kompos yang dibiarkan untuk matang selama minimal 3 bulan memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi dan lebih rendah kadar senyawa yang tidak diinginkan, seperti asam organik.