Mohon tunggu...
Mohammad Imam Farisi
Mohammad Imam Farisi Mohon Tunggu... Dosen - Pendidikan IPS

FKIP Universitas Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pagelaran Ramayana dan Mahabarata di Pentas Akademik

17 Juli 2022   10:22 Diperbarui: 17 Juli 2022   18:14 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki "kearifan lokal" (local wisdom), yaitu kebenaran (pegetahuan, keyakinan, pemahaman, wawasan, tradisi, adat kebiasaan atau etika) yang telah mentradisi atau ajeg menuntun perilaku manusia dan masyarakat (keraf, 2010). Beberapa contoh kearifan lokal bangsa Indonesia antara lain: Awig-awig (Bali, Lombok Barat); Cingcowong (Jawa Barat); Bebie (Sumatera Selatan); Lompat Batu (Nias); atau Bhuppa'- Bhbhu'- Ghuru-Rato (Madura) (Sadik, 2011).

Selain itu, Indonesia juga memiliki "kecerdasan lokal" (local genius), yakni kemampuan yang dimiliki suatu pendukung budaya untuk membuktikan seberapa kuat dan mampu mempertahankan dasar-dasar kepribadian budayanya pada saat menghadapi akulturasi budaya (Wales, 1948; Bosch, 1952). 

Beberapa contoh kecerdasan lokal bangsa Indonesia antara lain: relief pada candi Prambanan dan Borobudur (Riyani, 2015); kitab-kitab sastra keagamaan Sang Hyang Kamahayanikan karya Mpu Shri Sambhara Surya Warama; sinkretisme ajaran Shiwa-Buddha; Astronomi dan pelayaran bangsa Bugis dan Makasar; dll.

Salah satu kreasi kecerdasan lokal bangsa Indonesia di abad ke-21 ini adalah penggunaan nama-nama tokoh dalam dua epos atau wiracarita kepahlawanan dalam agama Hindhu, yaitu Ramayana dan Mahabarata sebagai "akronim" portal informasi, repositori, dan akreditasi unjuk kinerja (performance) publikasi ilmiah atau terbitan berkala ilmiah, kepakaran para peneliti/penulis, serta institusinya.

Nama-nama tokoh pahlawan dalam epos Ramayana yang digunakan adalah Rama, Sinta, Anjani, dan Garuda. Rama adalah inkarnasi Dewa Wisnu suami Sinta, digunakan sebagai akronim dari "Repository Tugas Akhir Mahasiswa". Sinta adalah inkarnasi Dewi Laksmi istri Rama, digunakan sebagai akronim dari "Science and Technology Index". 

Anjani adalah reinkarnasi bidadari Punjikastala, anak sulung Resi Gotama di Grastina dengan Dewi Indradi, bidadari keturunan dari Bahara Asmara, digunakan sebagai akronim dari "Anjungan Integritas Akademik Indonesia"; dan Garuda adalah kendaraan atau wahana Dewa Wisnu (Rama) dan lambang kerajaan Airlangga, digunakan sebagai akronim dari "Garda Rujukan Digital".

Sedangkan tokoh dalam epos Mahabarata yang digunakan adalah Bima, dan Arjuna. Bima (Werkudoro) adalah putra kedua Pandu Dewanata raja Hastinapura digunakan sebagai akronim dari "Basis Informasi Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat"; dan Arjuna adalah saudara (adik) Bima digunakan sebagai akronim dari "Akreditasi Jurnal Nasional".

Sutradara / pujangga dibalik semua kreasi besar local genius tersebut tidak lain adalah Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dan Badan Riset dan Inovasi Nasional  (Kemristekdikti/BRIN). Mengapa Kemristekdikti/BRIN menggunakan nama-nama tokoh dari kedua epos besar sebagai akronim?

Pelestarian Kebudayaan Asli Indonesia

Jan Laurens Andries Brandes (J.L.A. Brandes), seorang filolog Belanda menyatakan bahwa sebelum dipengaruhi oleh kebudayaan India (sejak pra-sejarah hingga 700 SM) bangsa Indonesia (Jawa) sudah memiliki sepuluh unsur kebudayaan asli. Pendapat Brandes ini dikenal sebagai teori "Brandes Tien Punten / Brandes Ten Points".

Salah satu kebudayaan asli Indonesia menurut Brandes adalah "wayang" (the puppet show). Sumber cerita utama wayang adalah epos atau wiracarita Hindhu yaitu Ramayana dan Mahabarata. Catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukan wayang berasal dari Prasasti Balitung (disebut juga Prasasti Muntyasih atau Prasasti Tembaga Kedu) pada abad ke-4 yang di dalamnya terdapat kalimat "si galigi mawayang buat hyang macarita bimma ya kumara." (Si Galigi memainkan wayang untuk hyang (arwah nenek moyang) dengan cerita (Bhima) kumara) (Haryono, 2005: 177).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun