“Meta-research is the synthesis of empirical research results into more general conclusions at a theoretical level.” (Roger, 2003: 133).
“Mille vie ducunt hominem per secula Romam,” banyak jalan menuju Roma, kata penyair Perancis, Alain de Lille (1175 M). Ada berbagai cara untuk mencapai suatu kesimpulan, ada banyak cara untuk mencapai suatu tujuan, dan ada banyak jalan untuk sampai pada suatu keputusan. Demikian juga dalam ilmu pengetahuan, banyak cara, jalan atau metode untuk menghasilkan sebuah penemuan ilmiah (scientific discovery). Apakah berupa penemuan fakta, konsep, rumus, metode, model, definisi, generalisasi, prinsip, teorema, dalil, hukum, teori, dan/atau paradigma ilmiah.
Selama ini, ikhtiar ke arah penemuan ilmiah yang popular diantaranya melalui metode atau prosedur uji-verifikasi (Bacon, 1620), uji-falsifikasi (Popper, 2005), uji-verifikasi-falsifikasi dan eksperimen anomali (Kuhn, 1970), dan/atau uji-makna (Hempel, 1952). Metode atau prosedur tersebut (kecuali uji-makna) lebih berorientasi pada ikhtiar untuk menemukan kesalahan, untuk kemudian mengeliminasi dan membersihkannya sehingga diperoleh teori-teori yang semakin “bebas” dari kesalahan. Bisa jadi, metode atau prosedur terinspirasi oleh diktum metodologis akut Bacon, bahwa kebenaran itu lebih mudah ditemukan dari kesalahan daripada kekacauan (Truth emerges more readily from error than from confusion) (Bacon, 1620).
Jarang kita memasukkan meta-riset atau meta-analisis (meta-analysis) sebagai metode atau prosedur lain yang bisa menghasilkan sebuah penemuan ilmiah. Mungkin karena meta-analisis masih sebatas dipahami dan dipraktikkan sebagai metode riset-sintesis, atau bisa jadi karena eksemplar-eksemplar yang tersedia hingga berujung pada penemuan ilmiah yang sangat sedikit atau langka, bisa jadi juga karena hasil-hasil penelitian tidak tersedia secara memadai untuk dilakukan meta-analisis untuk tujuan penemuan ilmiah.
Meta-Analisis: Penemuan Ilmiah Berbasis Riset
Akar historis penggunaan metode meta-analisis dapat dilacak pada karya Karl Pearson (1904) dalam kajian medis (klinis) berjudul “On the Theory of Contingency and its Relation to Association and Normal Correlation,” yang mengumpulkan, menganalisis, dan mengintegrasikan data temuan dari beberapa studi klinis tentang inokulasi tifoid. Tetapi, istilah meta-analisis diperkenalkan pertama kali oleh Gene V. Glass (1976) berjudul “Primary, Secondary, and Meta-Analysis of Research”.
Menurut Glass, meta-analisis (meta-analysis of research) adalah analisis atas hasil-hasil analisis (analysis of analyses), dan merupakan analisis data tertier (tertiary analysis). Analisis primer (primary analysis) adalah analisis terhadap data asli/orisinal hasil penelitian. Analisis sekunder (secondary analysis) adalah re-analisis terhadap data asli/orisinal untuk menjawab pertanyaan penelitian tingkat pertama dengan menggunakan teknik analisis yang lebih baik, atau menjawab pertanyaan/masalah baru menggunakan data lama (yang sudah ada). Analisis kedua ini lazim dalam penelitian evaluasi dan merupakan fitur penting dalam suatu penelitian.
Hedges dan Olkin (1985) mengategorikan metode meta-analisis sebagai teknik analisis sekunder, karena teknik ini menitikberatkan pada upaya untuk menyintesiskan atau mengintegrasikan hasil-hasil penelitian primer sebelumnya baik yang bersifat internal-keilmuan dan/atau lintas-keilmuan, terkait dengan topik atau kajian tertentu. Karenanya, meta-analisis juga sering disebut “sintesis riset” (research synthesis). Meta-analisis merupakan metode penelitian yang dilakukan untuk memperoleh ekstraksi, ikhtisar, ringkasan informasi/pengetahuan yang terdapat di dalam hasil-hasil penelitian yang melimpah.
Signifikansi teoretis dan praktis dari meta-analisis bagi ilmuwan (ahli teori) dan manajemen sebagai berikut.
Pertama, meta-analisis bermanfaat untuk mengevaluasi dan mengoreksi kesalahan, perbedaan atau variasi, validitas yang mungkin ada pada studi-studi sebelumnya, dan menganalisis besar-kecilnya effect-sizes dari kemungkinan terjadinya kesalahan sampel (sampling error) dan/atau kesalahan pengukuran (measurement error). Meta-analisis dilaksanakan dalam dua tahapan yang disebut bare-bones meta-analysis (Hunter & Schmidt, 1990; Glass, 1976). Pertama: mengoreksi artifak-artifak yang informasinya tersedia pada semua studi yang akan dilakukan meta-analisis (variabel, standar deviasi, sampel, dll.). Kedua: mengoreksi artifak-artifak yang informasinya hanya tersedia secara random atau sporadik pada sejumlah studi (tidak semua studi) yang akan dimeta-analisis. Sehingga, peneliti dapat membedakan hasil dari studi yang berbeda dan mengidentifikasi pola di antara hasil studi, sumber ketidaksepakatan di antara hasil tersebut, atau hubungan menarik lainnya yang mungkin terungkap dengan beberapa studi.
Manfaat pertama ini, memungkinkan meta-analisis: 1) memberikan bukti ilmiah yang terkuat tentang efek dari intervensi atau paparan di antara semua desain studi, 2) meningkatkan validitas internal, 3) memperluas kemampuan penerapan bukti (generalizability, validitas eksternal, reliabilitas), 4) mengatasi masalah inkonsistensi/ kontroversi hasil studi primer, 5) mengurangi kesalahan random, meningkatkan presisi estimasi, meningkatkan kuasa statistik (statistical power), dan 6) memfasilitasi praktisi dalam menggunakan bukti riset dalam praktik berbasis bukti (evidence-based practice) (Murti, 2021; Rogers, 2003).