Mohon tunggu...
Mohammad Imam Farisi
Mohammad Imam Farisi Mohon Tunggu... Dosen - Pendidikan IPS

FKIP Universitas Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menakar Kekuatan Netizen dan Jurnalisme Netizen

4 Januari 2022   17:38 Diperbarui: 6 Januari 2022   18:40 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aspek substantial jurnalisme netizen adalah konten yang diposting dan dibagi netizen sebagai hasil konstruksi sosial mereka (personal atau kolektif) atas fenomena-fenomena yang dikenali dan pahami (politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dll.). Setiap konten yang dikonstruksi dan diproduksi oleh netizen melalui aktivitas komunikasi dan interaksinya dengan netizen-netizen lain, berdasarkan teori sosiologi Berger dan Luckmann (1966) merupakan “realitas yang dikonstruksi secara sosial” (reality is socially constructed) oleh netizen sebagai hasil dari dua proses yang terjadi secara bersamaan, yaitu, pertama, operasi dan proses skematik internal netizen dan kedua, komunikasi dan interaksi timbal-balik dengan netizen lain.

Sebagai realitas sosial, konten jurnalisme netizen memiliki dua karakteristik yang saling berkelindan, yaitu sebagai realitas sosial objektif dan sebagai realitas sosial subjektif. Pertama, sebagai realitas sosial objektif, konten jurnalisme netizen merujuk pada objek (fenomena, peristiwa, kejadian atau masalah) faktual yang menjadi topik perbincangan netizen. Kedua, sebagai realitas sosial subjektif, merujuk pada pernyataan netizen sebagai konstruksi/rekonstruksi terkait dengan objek.

Apa yang dimaksud dengan “realitas” dalam tulisan ini menggunakan definisi Berger dan Luckmann (1966), “reality' as a quality appertaining to phenomena that we recognize as having a being independent of our own volition (we cannot 'wish them away')” (p. 13). Bahwa realitas adalah kualitas yang berkaitan dengan fenomena yang kita kenali sebagai pribadi yang independen. Dengan pengertian seperti itu, konstruksi konten jurnalisme netizen tersebut lebih merupakan realitas fenomenologis daripada realitas positivis; dan makna “empiris” konten jurnalisme netizen hanya bisa dipahami dari dalam proses dan konteks sosial dari mana konten jurnalisme netizen itu dihasilkan, bukan dari luar konteks pembentukannya sebagaimana dipahami oleh tradisi positivisme.

Dalam terminasi David Weinberger (Maher, 2005), realitas epistemik yang dikonstruksi oleh media massa arus-utama dan jurnalisme netizen memiliki dua model yang berbeda, dan tidak bisa dibandingkan. Pertama, realitas epistemik yang dikonstruksi oleh jurnalisme netizen merupakan model realitas fenomenologis yang dikonstruksi oleh jurnalisme netizen dari jejaring subjektivitas, berbasis pada otoritas de facto netizen (de facto authority), memuat pesan-pesan ajek atau persisten yang menyuarakan aktivisme, dan menawarkan kebenaran kontestatif. Kedua, realitas epistemik yang dikonstruksi oleh jurnalisme arus-utama (media massa) merupakan model realitas positivistik dan demonstratif Aristotelian yang dikonstruksi oleh media mainstream dengan kontrol yang sangat ketat dan hierarkhis dari pemilik media atau dewan editor (de jure authority), memuat pesan-pesan temporal yang merefleksikan dan mengkristalisasi kebenaran.

Dalam kaitan ini, sangat baik mencermati empat pemaknaan “pengetahuan” (connaissance, savoir) oleh Foucault (1972). Pertama, pengetahuan adalah apa-apa yang bisa diucapkan seseorang dalam suatu praktek diskursif dan tidak bisa dispesifikasikan oleh kenyataan tersebut. Kedua, pengetahuan adalah ruang dimana subjek bisa menempati satu posisi dan berbicara tentang objek-objek yang dikenalinya dalam diskursus. Ketiga, pengetahuan adalah wilayah koordinasi dan subordinasi pernyataan-pernyataan di mana konsep muncul, dan didefinisikan, diterapkan, dan ditransformasikan. Keempat, pengetahuan ditentukan oleh kemunginan penggunaan dan penyesuaian yang diberikan oleh diskursus (p. 182-183).

Dari pemaknaan Foucault tersebut, di atas, hal yang penting terkait dengan pengetahuan (realitas) yang dikonstruksi netizen di dalam jurnalisme netizen adalah bahwa setiap pengetahuan (realitas) niscaya terbentuk dalam praktik diskursif partikular, dan praktik diskursif apapun bisa didefinisikan oleh pengetahuan yang dibentuknya. Dengan kata lain, antara “makna” (pengetahuan atau realitas yang dikonstruksi oleh netizen) dan “konteks” (jurnalisme netizen sebagai ruang praktik diskursif partikular), memiliki kaitan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lain, dan bagaimana makna, pengetahuan atau realitas itu dipahami. Konteks yang berbeda akan menghasilkan struktur makna, pengetahuan atau realitas yang berbeda pula.

 

Wasana Kata

Terkait dengan fenomena jurnalisme netizen di atas, penting untuk dipahami bahwa sifat “empirik” dari pendapat publik sebagai “konsensus bersama” diantara para netizen tidak bisa dipaksakan dan tidak bisa dibandingkan dengan sifat empirik menggunakan pandangan positivime Comte (1896). Sistem sosial yang membangun jurnalisme netizen berbeda dalam watak atau fitrahnya dengan sistem alam. Masing-masing memiliki karakteristik yang unik yang tidak bisa dibandingkan antara yang satu dengan yang lain. 

Sistem sosial bersifat “sui generis”, “unique”, yang terbentuk dari paduan antara sistem representasi dan kondisi mental (Durkheim, 1982; Ritzer, 2011); paduan antara faktisitas objektif dan makna subjektif (Berger & Luckmann, 1966); atau paduan antara pengetahuan dan konteks (Foucault, 1972). Sebuah prinsip yang oleh Kuhn disebut sebagai “ketidaksebandingan paradigma” (incommensurability of the normal-scientific traditions) (Kuhn, 1970: 103).

Seperti juga ditegaskan oleh Capra (2000), bahwa visi atas realitas perlu didasarkan pada kesadaran akan saling-hubungan dan saling-ketergantungan esensial dari semua fenomena—fisik, biologis, psikologis, sosial, dan kultural. Karena itu, tidak ada satupun teori dan model yang lebih fundamental daripada teori dan model lainnya, dan semuanya akan sama-sama bersifat konsisten. Teori-teori dan model-model tersebut akan melampaui batas-batas perbedaan disiplin konvensional. Bahasa apapun yang digunakan akan cocok untuk menggambarkan berbagai aspek susunan realitas yang saling berhubungan dan bertingkat-tingkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun