Mohon tunggu...
Mohammad Imam Farisi
Mohammad Imam Farisi Mohon Tunggu... Dosen - Pendidikan IPS

FKIP Universitas Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menakar Kekuatan Netizen dan Jurnalisme Netizen

4 Januari 2022   17:38 Diperbarui: 6 Januari 2022   18:40 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Sejalan dengan semakin massifnya penggunaan Internet dan pengembangan ekosistem digital berbasis teknologi jejaring, keberadaan jurnalisme netizen sebagai salah satu penyedia Big Data menjadi sangat penting. Jurnalisme netizen mampu menyediakan data berupa informasi, berita, dan/atau opini publik yang dapat memberikan pemahaman mendalam mengenai kecenderungan sosial, politik, dan ekonomi serta perilaku individual dan kelompok, yang sangat bernilai sebagai objek penelitian dan sumber untuk pembuatan keputusan strategis yang lebih baik.

Kajian ilmiah menggunakan big data yang tersedia di ruang-ruang jurnalisme netizen dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dll. sudah sangat banyak dilakukan. Diantaranya adalah studi tentang aktivisme cyber di Mesir melalui jejaring media sosial (blog, Facebook, Twitter, dan YouTube) yang mampu menciptakan gerakan sosial baru yang mampu menggulingkan kekuasaan Presiden (Radsch, 2012); dan studi tentang peran partisipasi publik melalui jurnalisme netizen Twitter yang mampu mengubah keputusan pemerintah terhadap RUU Pilkada (Farisi, 2019).  Bahkan, American Psychological Association Style (APA Style) Edisi ke-7 telah memasukkan berbagai platform jurnalisme netizen seperti YouTube, podcast episodes, Twitter, Facebook, Instagram, Reddit, webpages on news websites, dll. sebagai referensi yang bisa disitasi di dalam karya tulis ilmiah (APA Style).

Studi Malik (2015) juga mengungkap dampak positif jurnalisme netizen (fb) terhadap munculnya gerakan kepedulian sosial baru untuk membantu masyarakat terdampak bencana alam, dan kemiskinan. Hal sama juga diungkap oleh Desta, FitzGibbon, dan Byrne (2012) bagaimana jurnalisme netizen (Voice of Kibera, VOK) memainkan peran penting dan positif dalam program perbaikan daerah kumuh di Kibera, Nairobi, Kenya; atau kontribusi jurnalisme netizen dalam membangun citra positif turisme Semarang oleh Triyono (2019), atau bagaimana dampak jurnalisme netizen terhadap terciptanya wacana dan ideologi yang mengamplifikasi dominasi laki-laki dan ketidaksetaraan gender dalam sejumlah kasus kekerasan rumah tangga seperti studi Patricia (2013).

Review Gilardi (2016) atas sejumlah studi bahkan mengungkap fakta bahwa jurnalisme netizen telah berdampak terhadap perubahan cara kerja demokrasi seperti bagaimana mobilisasi politik dan kampanye, polarisasi politik, perangkat pemerintahan, dan kelangsungan hidup rezim berkuasa. Selain itu, jurnalisme netizen mengubah cara-cara ilmu sosial dilakukan, diajarkan, dan disebarluaskan. Jurnalisme netizen juga menyediakan Big Data bagi penelitian ilmu-ilmu sosial; mendorong transparansi penelitian, kolaborasi, dan interdisipliner; serta mengubah cara temuan penelitian disebarluaskan di luar komunitas akademisi.

Studi jurnalisme netizen sebagaimana ditunjukkan di atas, bisa dilihat dari dua aspek, institusional dan substantial. Aspek institusional, dikaji dari dampak atau pengaruh jurnalisme netizen sebagai platform bagi Netizen untuk saling memproduksi dan berbagi informasi di ruang maya. Aspek substantial, dikaji dari konten yang diposting dan dibagi di ruang-ruang jurnalisme netizen. Kedua aspek jurnalisme netizen tersebut saling berkelindan dan terintegrasi.

Aspek Institusional: Jurnalisme Netizen sebagai Fakta Sosial

Aspek institusional, dari hasil kajian dampak atau pengaruh jurnalisme netizen yang ditunjukkan oleh sejumlah studi di atas menunjukkan bahwa kehadirannya telah menjadi sebuah “fakta sosial” (social facts) dalam konsep sosiologi Durkheim. Fakta sosial, kata Durkheim adalah segala hal yang ada dan objektif. “Social facts as things…as realities and are to be studied empirically, not philosophically" (Ritzer, 2011: 78). Sebagai “things”, fakta sosial merupakan sebuah realitas sosial objektif dalam kehidupan masyarakat. Ia memiliki karakteristik yang tidak bergantung pada apparatus konseptualnya, melainkan produk dari relasi-relasi sosial manusia dalam kehidupan masyarakat. Karenanya, fakta sosial hanya bisa dipahami secara empiris melalui kajian historis dan sosial atas praktik dan dampaknya di dalam kehidupan sosial, tidak hanya berdasarkan pemikiran apriori atau intuisi, juga tidak hanya melalui kajian filosofis (Durkheim, 1982; Ritzer, 2011).

Dalam pengertian seperti ini, jurnalisme netizen sebagai fakta sosial secara institusional bisa mengatur tindakan netizen sebagai individu, dan memiliki kekuatan memaksa (coercive forces) atas semua perilaku dan tindakan mereka atas kasus atau topik yang menjadi bahan perbincangan. Hal ini terjadi ketika para netizen secara kolektif membangun “konsensus bersama” atas pandangan, pendapat, persepsi atau opini atas satu kasus tertentu menjadi sebuah pendapat publik (public opinions). 

Perubahan dari pendapat personal menjadi pendapat bersama (publik) yang terbentuk melalui relasi dan interaksi antarnetizen inilah yang memungkinkannya mampu membangun kesadaran kolektif, dan memiliki kekuatan kolektif untuk “memaksa” individu netizen untuk berperilaku dan bertindak, seperti halnya paradigma, kebudayaan, norma, nilai, agama, ideologi, dll. yang memiliki daya regulatif dan koersif bagi individu di dalamnya. Jurnalisme netizen kata Hauben (1995) merupakan “a grand intellectual and social commune in the spirit of the collective nature present at the origins of human society” (p.2).

Penting dikemukakan, bahwa jurnalisme netizen sebagai fakta sosial tidak selalu teramati secara inderawi (may not seem to be observable), karena fakta sosial bisa berwujud material dan/atau non-material. Jurnalisme netizen termasuk fakta sosial material (material social facts), yakni sebagai pranata sosial yang menjadi kanal komunikasi dan interaksi antarnetizen secara virtual. Tetapi kesadaran kolektif netizen (netizens' collective consciousness) yang terbentuk dari hasil komunikasi dan interaksi di platform jurnalisme netizan bersifat non-material. Untuk mengkajinya, bisa dilakukan dengan mengkaji pendapat publik (public opinions) yang diposting dan viral atau trending sebagai perwujudan empiriknya.

Aspek Substansial: Jurnalisme Netizen sebagai Realitas Sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun