Mohon tunggu...
Mohammad Imam Farisi
Mohammad Imam Farisi Mohon Tunggu... Dosen - Pendidikan IPS

FKIP Universitas Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sekali Lagi Novelty(ties): Menemukan dan Memaknai Kebaruan

24 Desember 2021   10:04 Diperbarui: 24 Desember 2021   10:11 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sains, kebaruan hanya bisa muncul, jika ada kesadaran akan adanya sesuatu yang salah, resistensi, dan kesulitan dalam paradigma sains normal, yang meniscayakan perlunya cara-cara baru untuk memecahkannya. Kemudian diwujudkan dalam bentuk perlawanan atas paradigma sains normal yang dilatarbelakangi oleh harapan akan adanya perubahan, sesuatu yang baru, kebaruan. “In science,…novelty emerges only with difficulty, manifested by resistance, against a background provided by expectation.” (Kuhn, 1970: 64).

Kebaruan (novelty/ties atau extraordinary science) akan muncul ketika masalah yang dihadapi tidak dapat dipecahkan dengan teknik konseptual dan instrumental yang disediakan oleh paradigma. Mengikuti logika berpikir Kuhn, kebaruan diawali oleh fenomena “krisis”, yang mengharuskan para ilmuwan untuk mencari dan menemukan jawaban, cara atau teori-teori baru atau alternatif yang belum tersediakan di dalam paradigma sains normal. Dengan kata lain, untuk menemukan kebaruan seorang peneliti harus bisa keluar dari paradigma yang membingkai seluruh pemikirannya atas masalah yang akan diteliti. Harus mampu berpikir di luar kelaziman, berpikir di luar kotak (think out of the box) dan menemukan paradigma tandingan yang bisa menjelaskan teka-teki dan masalah keilmuan yang dihadapi, dan keluar dari situasi krisis.

Dalam kaitan ini, Kuhn mengajukan dua prasyarat agar paradigma baru bisa diterima dan menjadi konsensus bersama di kalangan komunitas keilmuan. Pertama, paradigma baru harus mampu menyelesaikan beberapa masalah yang luar biasa dan diakui secara umum yang tidak dapat dilakukan dengan cara lain. Kedua, paradigma baru harus berjanji untuk melestarikan bagian yang relatif besar dari kemampuan pemecahan masalah konkret yang diperoleh ilmu pengetahuan melalui pendahulunya (Kuhn, 1970).

Kuhn menyarankan logika penemuan kebaruan melalui model uji teori dua tahap, yaitu model verifikasi Bacon (1620), dan model falsifikasi Popper (2002). Model verifikasi melalui sistem pembuktian “kebenaran” teori atau hipotesa secara induktif-empirik berdasarkan prosedur logico-hypotetico-verifikasi; dan model falsifikasi melalui sistem pembuktian “kesalahan” atau penyangkalan dari suatu teori atau hipotesa secara deduktif-logik berdasarkan prosedur refutation-falsification (Gambar 1). Ditegaskan oleh Kuhn (1970), dalam proses dua tahap (verifikasi-falsifikasi) seperti itu perbandingan teori probabilitas memainkan peran sentral, dan memiliki keutamaan yang sangat luas dalam setiap uji teori-paradigmatik, serta memungkinkan kita untuk mulai menjelaskan peran kesepakatan (atau ketidaksepakatan) antara fakta dan teori dalam proses verifikasi (p. 147).

Gambar 1. Logika penemuan kebaruan melalui model uji teori dua tahap, dok. pribadi
Gambar 1. Logika penemuan kebaruan melalui model uji teori dua tahap, dok. pribadi

Sejatinya, dalam bidang filsafat (epistemologis), logika penemuan teori baru sudah banyak dicatat dalam sejarah keilmuan. Diantaranya adalah model model dialektika Trilogi Hegel (Maybee, 2016), atau dialektika materialisme Marx (Kain, 1980); model dekonstruksi Derrida (Lawlor, 2006); atau model inkuiri naturalistik yang ditawarkan oleh Lincoln dan Guba (1989), dll.. Semua model tersebut, dan model-model logika lainnya, lahir dari pemikiran kritis-reflektif yang meniscayakan perlunya kebaruan dalam paradigma keilmuan.

Dalam tulisan saya sebelumnya, “Menemukan Kebaruan (Novelty) dalam Penelitian” (Farisi, 2021), ada tiga Langkah yang bisa dilakukan peneliti untuk menemukan kebaruan, yaitu melalui analisis/kajian terhadap variabel, teori, dan konteks permasalahan (Gambar 2).

Pertama, analisis variabel. Hal ini dilakukan dengan membuat tabel atau bagan jaringan variabel dari masalah yang akan diteliti. Tabel atau bagan jaringan ini memuat semua variabel yang pernah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Langkah ini sangat penting bagi peneliti untuk mengidentifikasi, menemukan, dan memilah: (1) teori-teori yang digunakan untuk dasar pemikiran dan pembahasan; (2) variabel-variabel yang pernah dan belum pernah diteliti sebelumnya; (3) hasil interaksi (korelasi, pengaruh, dsb.) antar-variabel; dan (4) konteks dan waktu penelitian.

Kedua, analisis teori. Hal ini dilakukan dengan mengkaji teori-teori lain (teori baru) yang belum pernah digunakan untuk mengkaji masalah tersebut (di luar teori yang lazim digunakan), yang peneliti pandang dimungkinkan atau bisa digunakan karena memiliki keterkaitan substantif dengan masalah yang diteliti. Penggunaan “teori baru” ini memberikan peluang besar bagi peneliti untuk menemukan dan memasukkan “variabel baru” yang belum pernah diteliti sebelumnya untuk memecahkan masalah yang diteliti. Jika ini terjadi, maka peluang untuk menemukan novelty pun sangat terbuka. 

Ketiga, analisis konteks permasalahan yang akan diteliti/dikaji. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi dan menemukan adanya perbedaan konteks masalah penelitian dengan konteks-konteks penelitian sebelumnya. Bagaimanapun, konteks penelitian di dalam mana interaksi (korelasi, pengaruh, dsb.) antar-variabel itu terjadi memiliki kaitan dan/atau pengaruh terhadap hasil penelitian. Dalam hal ini peneliti bisa mengidentifikasi keberbedaan konteks penelitian, dengan menggunakan komposisi/konfigurasi variabel yang sama atau berbeda dengan yang diteliti sebelumnya.

dok. pribadi
dok. pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun