Mohon tunggu...
Annissa RahmayantiC
Annissa RahmayantiC Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Senang membaca, menulis dan mengkritik

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Demam Berdarah Dengue: Analisis Penyebab, Data Statistik, dan Langkah Pencegahan

3 Februari 2025   06:00 Diperbarui: 3 Februari 2025   05:59 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang terus menjadi perhatian di negara-negara beriklim tropis, termasuk Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, yang berkembang biak di lingkungan dengan sanitasi buruk dan air tergenang. Perubahan iklim, peningkatan kepadatan penduduk, serta rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan turut memperburuk penyebaran penyakit ini.

DBD merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan melalui hewan ke manusia, dengan nyamuk betina Aedes aegypti sebagai vektor utama. Nyamuk ini aktif menggigit pada siang hari dan menyebarkan virus ke manusia sebagai reservoir. Penanganan medis yang tepat di fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, sangat penting bagi penderita DBD. Jumlah kasus DBD di Indonesia menunjukkan fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir, dengan tercatat 73.518 kasus dan 705 kematian pada tahun 2021, terutama di daerah yang memiliki kepadatan penduduk tinggi serta risiko lingkungan yang mendukung berkembangnya nyamuk Aedes aegypti.

FAKTOR RESIKO

  • Faktor Sosiodemografi (Jenis Kelamin)
  • Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi risiko, dengan perempuan memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk terinfeksi dibandingkan laki-laki. Pada penelitian (Novitasari dkk, 2015) terdapat asosiasi yang signifikan antara jenis kelamin dengan derajat infeksi dengue, dimana perempuan mempunyai peluang 3,333 kali lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.
  • Faktor Individu (Daya Tahan Tubuh)
  • Individu dengan daya tahan tubuh yang lemah lebih rentan terhadap infeksi berat, sedangkan mereka yang memiliki daya tahan tubuh baik cenderung mengalami gejala yang lebih ringan. Berdasarkan penelitian (Fitriana & Yudhastuti, 2018) bahwa golongan umur kurang dari 15 tahun memiliki peluang yang lebih besar untuk terkena Deman Berdarah Dengue (DBD) karena faktor imun. Respon imun dengan spesifitas dan memori imunologik yang ada pada kelenjar limfe dan sel dendrit belum sempurna, selain itu, fungsi makrofag dan pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih minim menyebabkan sekresi sitokin oleh makrofag akibat infeksi virus kurang yang menyebabkan kurangnya produksi inter-feron (IFN) yang berfungsi menghambat replikasi virus dan mencegah menyebarnya infeksi ke sel yang belum terkena.
  • Faktor Lingkungan (Kepadatan Penduduk)
  • Area dengan kepadatan penduduk tinggi meningkatkan risiko penularan karena lebih banyak interaksi antara individu dan vektor. Berdasarkan penelitian (Fitriana & Yudhastuti, 2018) kepadatan penduduk dalam suatu daerah akan mengakibatkan cepat dan mudahnya penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Dengan kualitas perumahan yang kurang baik serta jarak rumah yang berdekatan akan memudahkan nyamuk untuk menjangkitkan penyakit kepada orang yang hidup di sekitar rumah tersebut.
  • Faktor Perilaku (Kebiasaan Menggantung Pakaian)
  • Kebiasaan ini dapat menciptakan tempat persembunyian bagi nyamuk setelah menggigit manusia, sehingga meningkatkan risiko penularan. Pada penelitian (Novrita dkk, 2017) tempat peristirahatan nyamuk dalam rumah salah satunya adalah pakaian yang telah digunakan dan digantung, karena terdapat zat amino (bau) yang diproduksi oleh keringat manusia dan hal ini sangat disukai oleh nyamuk untuk hinggap dan beristirahat.

DAMPAK

Banyak dampak yang dapat terjadi karena kasus DBD. Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ringan dapat menyebabkan demam tinggi, ruam dan nyeri otot dan sendi. Sedangkan penyakit demam berdarah yang parah, atau juga dikenal sebagai dengue hemorrhagic fever, dapat menyebabkan perdarahan serius, penurunan tekanan darah yang tiba-tiba drastis dan bahkan bisa berujung kematian (Kemenkes RI, 2017). Dampak penyakit DBD untuk jangka pendek dapat menyebabkan kematian, sedangkan untuk jangka panjang penyakit DBD dapat menyebabkan dampak sosial dan ekonomi (Delian, 2022). Kerugian sosial yang terjadi antara lain munculnya kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, berkurangnya usia harapan dalam keluarga, dan berkurangnya usia harapan hidup masyarakat. Dampak ekonomi langsung adalah biaya pengobatan yang cukup mahal, sedangkan dampak tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja dan biaya lain yang dikeluarkan selain pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan sakit (Sidharta, 2023).

Pada Tahun 2024, tercatat 88.593 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan 621 kasus kematian di Indonesia. Berdasarkan laporan, dari 456 kabupaten/kota di 34 provinsi, kematian akibat DBD terjadi di 174 kabupaten/kota di 28 provinsi ( Kemenkes,2024).

Salah satu upaya pencegahan DBD dengan menginformasikan serta mengedukasi masyarakat yang masih memiliki perilaku kurang terkait pencegahan demam berdarah. Dalam memberikan informasi petugas kesehatan harus memperlakukan sasaran dengan sopan, baik, dan ramah, menghargai keadaan atau latar belakang sasaran sehingga masyarakat mengerti terkait penyuluhan yang diberikan khususnya pencegahan demam berdarah.

Dalam mencegah penyebaran wabah DBD, Departemen Kesehatan RI mengerahkan beberapa upaya, salah satunya program 3M Plus, yang berarti menguras, menutup, dan memanfaatkan kembali. Menguras diartikan sebagai kegiatan membersihkan dan menguras wadah penampungan air, seperti kendi, bak mandi, toren air, dan wadah lainnya. Menutup merupakan aktivitas menutup rapat wadah penampungan air agar tidak menjadi sarang perkembangbiakan nyamuk. Di sisi lain, memanfaatkan kembali berarti menggunakan ulang barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk. Plus dalam program tersebut seperti menggunakan obat antinyamuk, memberikan larvasida pada wadah air yang susah terkuras, dan lainnya (Kemenkes, 2019).

Upaya penanggulangan DBD adalah dengan mengendalikan vektor yang membawa virus yaitu Aedes aegypti baik secara fisika, kimia maupun biologi. Upaya pengendalian kimia saat ini masih banyak dipilih oleh masyarakat karena memiliki kemampuan untuk membunuh secara langsung dan cepat. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour) merupakan reaksi untuk menghindari timbulnya penyakit yang dalam kasus DBD bisa berupa tidur dalam kelambu untuk menghindari gigitan nyamuk. Upaya untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain juga termasuk dalam perilaku pencegahan penyakit (Astuti et al., 2017).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun