Secara historis, baik masyarakat Bali ataupun Jakarta pernah merasakan dampak buruk dari proyek reklamasi. Pengalaman buruk ini yang kemudian menjadi alasan banyaknya penolakan terhadap proyek reklamasi Teluk Benoa dan Teluk Jakarta. Ada kekhawatiran besar dari warga Bali bahwa reklamasi itu hanya akan berakhir seperti reklamasi Pulau Serangan pada dekade 90-an.
Reklamasi Serangan menyebabkan penyempitan wilayah hutan mangrove dan sempadan pantai untuk jungkung nelayan, sehingga mengganggu keseimbangan arus perairan laut (menjadi lebih tinggi) dan menyebabkan banyak nelayan yang gantung jaring (Suryawan: 2015). Di Jakarta sendiri, tak sedikit warga yang tertimpa banjir sebagai efek samping dari proyek Pantai Indah Kapuk.
Dinamika Gerakan Tolak Reklamasi Bali: dari Nelayan hingga Seniman, dari Rakyat Hingga Tokoh Adat
Reklamasi Teluk Benoa ditengarai akan merusak fungsi wilayah konservasi dan ekosistem terumbu karang. Dari beberapa penelitian, kejadian abrasi dan banjir diprediksi akan semakin meningkat, dimana diperkirakan tinggi level air naik dari kondisi normal setelah adanya pulau reklamasi. Tak hanya laut, Daerah Aliran Sungai (DAS), yakni DAS Tukad Badung, mengalami pencemaran dan pengurangan reservoir. Dengan kata lain, diperkirakan kawasan Bali Selatan akan dilanda banjir dan wabah penyakit yang disebabkan oleh limpahan air yang tercemar.
Reklamasi juga dinilai akan menyebabkan ketimpangan pembangunan Bali kawasan utara dan selatan. Hal ini tak pelak menimbulkan kesenjangan sosial. Â Alih-alih meningkatkan pariwisata, pengembangan Reklamasi Benoa justru akan mematikan bisnis pariwisata kecil dan menengah. Pembangunan wisata high class di kawasan tersebut dapat berdampak pada persaingan tak sehat dalam bisnis pariwisata di pulau dewata, yang sebelumnya sudah dianggap terlalu masif pembangunannya.
Reklamasi Benoa bukan hanya akan merusak laut sebagai ruang hidup nelayan saja, melainkan bagi hampir seluruh masyarakat Bali. Dalam kepercayaan Hindu Bali, laut adalah tempat suci yang memiliki peranan penting terkait ritual adat dan keagamaan, seperti meruwat dan melasti. Terdapat 60 titik suci sekitar Teluk Benoa. Pengurugan untuk reklamasi dianggap akan merusak kesucian tempat-tempat tersebut. Reklamasi Benoa dianggap bertentangan dengan prinsip Tri Hita Karana yang menjadi pegangan hidup masyakat Hindu Bali.
Dinamika Gerakan Tolak Reklamasi Jakarta: dari Nelayan untuk Keadilan Lingkungan
Tidak jauh berbeda dengan kondisi Teluk Benoa, Teluk Jakarta juga mengalami perubahan fisik yang cukup signifikan. Kusumastanto (2007) menyebutkan reklamasi menyebabkan kerusakan habitat pesisir, perubahan garis pantai, serta degradasi kawasan ekosistem mangrove. Hasil dari penelitian juga menyatakan bahwa kondisi Teluk Jakarta rentan terhadap abrasi, sedimentasi, dan mutu air laut masuk pada kondisi tercemar berat.
Hal ini tentu mempunyai banyak pengaruh, baik dari sisi ekologi, sosial, ataupun ekonomi. Keanekaragaman hayati mulai menurun, budidaya kerang hijau terganggu, penghasilan nelayan berkurang. Nelayan menjadi pihak pertama dan utama yang mengalami kerugian akibat dari proyek reklamasi ini. Reklamasi Teluk Jakarta merampas hak dan ruang hidup nelayan serta menyebabkan nilai kerugian mencapai hingga Rp. 94.714.228.734 pertahun (Ramadhan, et. al.: 2016).