Mohon tunggu...
Annisa Nurfadhilah
Annisa Nurfadhilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hi everyone! I'm an undergraduate student majoring in the English Education Study Program at Sriwijaya University. I would like to tell you about my experience going somewhere and reviewing something, so stay tuned! ✨🫶🏻

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jelajah Keunikan Kampung Adat Cireundeu

4 Maret 2024   15:35 Diperbarui: 4 Maret 2024   15:38 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
K13 Reak PMM 4 Inbound UPI

Kampung adat Cireundeu berlokasi di Cimahi, Jawa Barat. Dari namanya saja "Kampung adat Cireundeu " tentu memiliki nilai adat yang masih dipegang teguh sekaligus menjadi keunikan tersendiri, yaitu masyarakatnya mengonsumsi nasi singkong. Selain menjadi makanan pokok, singkong juga menjadi banyak olahan disini, seperti cireng singkong, stik singkong, dendeng kulit singkong, dan lain sebagainya yang dapat dicoba dan dibeli di "Toko serba singkong" dimana ada berbagai macam snack olahan singkong yang diproduksi oleh masyarakat Kampung adat Cirendeu.

Kemudian, ada banyak macam kesenian sunda, seperti kecapi, degung / gamelan, karinding, seni gondang, dan lain sebagainya. Namun, kesenian khas yang masih dilestarikan oleh masyarakat disana adalah angklung. Kampung adat Cireundeu menjadi destinasi wisata yang cocok bagi penikmat seni, karena disana menyediakan tempat belajar dan bermain angklung tradisi.

Angklung Buncis

Angklung adalah kesenian tradisional sunda yang sudah mendunia, karena bahan dan bentuknya yang khas menjadi daya tarik tersendiri. Angklung sendiri dibagi menjadi dua jenis, yaitu angklung modern dan angklung tradisi. Angklung modern merupakan hasil modifikasi dari maestro angklung ; Bapak Daeng Sutisna. Angklung jenis ini adalah alat musik diatonis, yaitu memiliki 7 tangga nada ; do, re, mi, fa, so, la, si, dan juga bisa dimainkan untuk semua jenis lagu. Angklung modern ini dapat dijumpai di destinasi wisata "Saung Udjo".

Berbeda dengan angklung modern, angklung tradisi memiliki banyak jenis seperti ; angklung badeng, angklung kanekes, angklung baduy, angklung gubreg, angklung bungkok, dan lain sebagainya. Salah satu angklung tradisi yang dilestarikan oleh masyarakat adat kampung Cireundeu adalah Angklung Buncis. Angklung buncis adalah alat musik pentatonis, yaitu memiliki 5 tangga nada ; da, mi, na, ti, la. Oleh karena itu, tidak semua lagu dapat dimainkan dengan keterbatasan tangga nada yang dimiliki oleh angklung buncis.

Di Kampung adat Cireundeu, wisatawan bisa melihat dan memainkan langsung angklung buncis dengan panduan oleh warga adat disana. Adapun cara pegang angklung buncis ; tangan kiri memegang bagian atas atau tengah angklung, semetara itu tangan kanan memegang alas bawah sebelah kanan, kemudian angklung digoyangkan secara cepat untuk menghasilkan nada yang sesuai. Terlebih lagi, ada 5 angka dan huruf yg menandakan tangga nadanya. Untuk info lebih lanjut mengenai "Angklung Buncis" dapat diakses disini

K13 Reak PMM 4 Inbound UPI
K13 Reak PMM 4 Inbound UPI

Budaya Pangan ; Nasi Singkong

Hampir seluruh warga di Kampung adat Cireundeu, khususnya warga adat mengonsumsi nasi singkong. Bahkan mereka tidak pernah mengonsumsi nasi padi. Hal ini merupakan tradisi turun temurun yang menjadi warisan leluhur mereka. Asal usulnya dimulai pada tahun 1918, dimana leluhur mereka yang masih makan nasi padi mencari alternatif pangan lain dengan tujuan merdeka lahir batin. Tujuan ini tidak semata-mata terjadi, Indonesia masih dijajah kala itu sehingga leluhur dari Kampung adat Cireundeu mengajak masyarakat berhenti mengonsumsi nasi padi sebagai bentuk protes karena beras padi menjadi barang rampasan penjajah yang kejam. Leluhur mereka tidak langsung menemukan beras singkong, pada awalnya mereka mencoba "Hanjeli" yaitu biji-bijian terlebih dahulu, dan juga mereka telah mencoba bermacam-macam alternatif pengganti nasi padi hingga akhirnya menemukan nasi singkong yang cocok hingga saat ini.

Pencetusnya adalah Ibu Omah Asnamah pada 1924 yang mulai mengolah singkong. Beliau yang mengajak masyarakat beralih hingga pernah di penjara karena dianggap memberontak oleh penjajah saat itu. Tetapi hal tersebut tidak serta merta membuat beliau goyah, beliau tetap bersikeras mensosialisasikan makan nasi singkong hingga menjadi tradisi adat di Kampung adat Cireundeu. Hasil kegigihannya berbuah manis, Ibu Omah Asnamah mendapat penghargaan sebagai "Pahlawan Pangan" oleh pemerintah pada 1964 dimana Indonesia sudah merdeka.

Proses pembuatan nasi singkong sendiri ada 7 langkah yaitu kupas, cuci, parut, peras, jemur, tumbuk, dan ayak. Sebelum diolah, singkong dikupas dan dicuci bersih lalu diparut. Kemudian singkong yang telah diparut masuk ke tahap pemerasan yang memiliki cara khusus untuk menjaga nutrisi singkong itu sendiri, yaitu dengan perbandingan 1 : 6 dimana 1 parutan singkong diguyur 6 gayung air. Hasil perasan air di tahap ini ada 3 lapisan. Lapisan bawah diolah kembali menjadi tepung kanji atau yang juga dikenal dengan tepung aci, lapisan kedua diolah menjadi kerupuk opak atau sejenisnya, dan lapisan pertamanya dibuang. Setelah itu, hasil perasan singkong dijemur selama 2-3 hari yang selanjutnya ditumbuk secara tradisional dengan jubleg ; tumbukan yang berasal dari batu. Jubleg inilah yang menjadi asal muasal adanya seni gondang.

Ketika sudah kering, olahan singkong tersebut diayak untuk menyortir buliran-buliran singkong. Sebelum diolah menjadi nasi singkong, buliran-buliran itu dikukus terlebih dahulu. Setelah itu, wisatawan juga dapat mencicipi nasi singkong disini. Bentuk nasi singkong hampir sama dengan nasi padi pada umumnya. Yang membedakannya adalah tekstur nasi singkong yang lembut dan lebih padat. Hal ini menjadi pengalaman unik tersendiri ketika mencobanya. Terlebih lagi, nasi singkong ini memiliki kandungan serat yang tinggi tetapi rendah gula yang cocok untuk penderita diabetes.

Nasi singkong di Kampung adat Cireundeu /dok. pri
Nasi singkong di Kampung adat Cireundeu /dok. pri

Wisatawan bisa melihat dan mencoba langsung dengan praktek pengolahan singkong seluruh tahapan dengan panduan masyarakat disana. Pengolahannya yang khas dimana kulit singkong yang sudah dikupas juga diolah jadi kadedemes yaitu lauk yang dicampur tempe oncom dahulunya. Namun, sekarang kulit singkong diolah menjadi dendeng oleh masyarakat Kampung adat Cireundeu. Pada saat praktek memarut, alat yang digunakan masih tradisional. Tetapi untuk pengolahan singkong yang banyak, masyarakat sudah menggunakan mesin sebagai bantuannya.

Salah satu hal menarik lainnya adalah masyarakat adat disana banyak menganut kepercayaan "Sunda Wiwitan" yang masih mereka perjuangkan. Wisatawan juga dapat berdiskusi untuk mengenal lebih lanjut tradisi-tradisi mereka dengan sambutan hangat di Kampung Adat Cireundeu.

Reporter              : Annisa Nurfadhilah

Editor                    : Salsa Solli Nafsika, M.Pd

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun