Pendidikan sebelum dan sesudah terbentuknya Tamansiswa tentulah berbeda. Pendidikan sebelum adanya organisasi Tamansiswa lebih mengajarkan pada membaca, menulis, dan berhitung sedangkan setelah adanya organisasi Tamansiswa pendidikan tidak hanya memberikan pendidikan pada ranah kognitif saja melainkan juga aspek afektif dan psikomotirk serta mengarahkan pada pembelajaran yang memerdekakan murid.Â
KHD menegaskan bahwa mendidik anak haruslah sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya sendiri. Artinya cara belajar dan interaksi murid di era sekarang tentu memiliki perbedaan yang signifikan dengan para peserta didik di pertengahan dan akhir abad 20. Â
Menurut KHD, anak sendiri sebenranya tidak bisa diibaratkan sebagai kertas kosong melainkan sebenarnya anak sudah membawa bakat dan kemampuan masing-masing yang dibawanya sejak lahir.Â
Tugas guru dlam hal ini adalah mengembangkan bakat dan kemampuan yang dimiliki anak kepada arah yang positif sehingga mereka dapat mengembangkan bakat dan potensinya sebagai bekal kehiduapn mereka. antara bakat dan potensi yang dimiliki oleh satu peserta didik dengabn peserta didik lainnya tentunga tidaklah sama.Â
Setiap dari mereka memiliki keunikannya masing-masing. Hal ini oleh Ki Hajar Dewantara, guru sebagai juru tani dan peserta didik diibaratkan sebagai bibit tanaman yang ditanam oleh petani. Apabila bibit itu dirawat, diberi pupuk, melakukan pengairan dengan baik oleh petani maka bibit itu dapat tumbuh dengan baik.Â
Pemikiran Ki Hajar Dewantara ini membuka pandangan bagi pendidik dan calon pendidik bahwa guru tidak bisa menyamaratakan keberagaman siswa, guru harus memaknai keberagaman sebagai tantangan dalam upaya melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa, dan membeirkan pandangan bahwa siswa bukan tabularasa.
Pendidikan berfokus pada memfasllitasi keragaman peserta didik. Telah diketahui identitas manusia Indonesia sendiri diambil dari adanya keragaman manusia Indonesia yang meliputi keragaman suku, budaya, etnik dan lain sebagainya. Sebagai upaya dalam mempersatukan keragaman yang ada di Indonesia ini perlu adanya pemersatu tujuan bangsa yaitu Pancasila.Â
Pancasila merupakan intisari yang merangkum nilai-nilai semanagt hidup masyarakat Indonesia yang selalu menjunjung tinggi bilai gotong royong, musyawarah atau mufakat, ketuhanan dan persatuan.Â
Hal ini sejalan dengan dan digunakan sebagai acuan dalam membentuk pendidikan seperti yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara dengan dasar-dasar pendidikan meliputi pendidikan yang menuntun, kodrat alam dan kodrat zaman, budi pekerti, dan sistem among.Â
Pancasila merupakan dasar filosofi pendidikan pada umumnya dan pendidikan religi di indonesia yang berkontribusi bagi kesatuan hidup berbangsa dalam keberagaman Indonesia. Nilai-nilai pancasila menjadi dasar perkembangan paradigma pendidikan transformatif untuk melestarikan keberagaman budaya, ras, suku, dan agama ditengah tantangan dan ancaman dalam kehidupan berbangsa.Â
Perwujudan profil pelajar pancasila pada pendidikan yang berpihak pada peserta didik dalam pendidikan abad 21 yaitu berupa pembelajaran kokurikuler (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila), pembelajaran intrakurikuler, pembelajaran ekstrakurikuler, dan budaya sekolah. Adnay pemahaman terhadap fungsi filsafat pancasila diharapkan akan membangun semangat dalam mengembangkan ilmu pendidikan yang bercorak karakter Pancasila sehingga memberikan identitas ilmu pendidikan yang khas sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H