Bendungan Katulampa di Bogor memiliki peran krusial sebagai pengendali aliran air Sungai Ciliwung yang menuju Jakarta. Setiap musim hujan, perhatian publik sering tertuju pada bendungan ini, terutama saat curah hujan tinggi yang menyebabkan peningkatan debit air. Namun, satu masalah yang terus muncul adalah penumpukan sampah di bendungan. Saat curah hujan meningkat, debit air Sungai Ciliwung otomatis akan naik. Aliran air yang deras sering kali membawa sampah dari hulu sungai, seperti daerah permukiman atau lahan terbuka. Sampah-sampah tersebut terdiri dari berbagai jenis, mulai dari limbah domestik, plastik, hingga material alami seperti batang kayu atau daun. Dalam kondisi tertentu, intensitas hujan tinggi juga memicu longsor yang membawa material organik ke aliran sungai.
Namun, penumpukan sampah tidak sepenuhnya dapat disalahkan pada curah hujan. Sampah yang terbawa ke Bendungan Katulampa berasal dari kebiasaan manusia yang membuang limbah secara sembarangan di sepanjang aliran sungai atau di daerah aliran air lainnya. Dengan kata lain, curah hujan hanya menjadi medium yang mempercepat pergerakan sampah menuju bendungan, tetapi akar masalahnya tetap berada pada pola pengelolaan sampah dan kesadaran lingkungan masyarakat.Â
Penumpukan sampah di Bendungan Katulampa juga bisa  disebabkan oleh terbatasnya kapasitas bendungan dalam menangani material yang terbawa arus sungai. Dengan curah hujan tinggi, debit air yang meningkat dapat membawa volume sampah jauh lebih besar dari biasanya. Hal ini memunculkan tantangan bagi pengelola bendungan untuk secara cepat membersihkan sampah agar tidak menghambat aliran air. Jika sampah tidak segera dibersihkan, dampaknya bisa menjadi bertambah . Pertama, sampah dapat menyumbat jalur air dan memicu banjir di wilayah sekitar. Kedua, material plastik dan limbah lainnya berpotensi mencemari ekosistem sungai, merugikan flora dan fauna yang hidup di dalamnya.
Tetapi ada beberapa cara untuk mengurangi masalah tersebut, Masalah penumpukan sampah di Bendungan Katulampa tidak dapat diselesaikan hanya dengan mengandalkan pengelolaan bendungan. Langkah-langkah yang lebih besar harus dilakukan untuk menangani akar masalah, yaitu pengelolaan sampah di masyarakat dan pelestarian daerah aliran sungai.
Edukasi kepada masyarakat menjadi kunci penting untuk mengubah kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan. Pemerintah daerah juga perlu memperkuat regulasi terkait pengelolaan sampah dan memberikan fasilitas yang memadai untuk pengolahan limbah domestik. Di sisi lain, pelibatan komunitas lokal, seperti bank sampah dan kelompok pencinta lingkungan, dapat menjadi langkah efektif untuk mengurangi sampah yang masuk ke aliran sungai.
Selain itu, pemantauan intensif pada daerah rawan longsor di sekitar DAS Ciliwung juga dapat membantu mengurangi material organik yang terbawa ke sungai saat curah hujan tinggi. Revitalisasi ekosistem sungai, seperti penanaman pohon di daerah hulu, juga bisa membantu menstabilkan struktur tanah dan mengurangi risiko erosi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H