Mohon tunggu...
Annisa Zaenab Nur Fitria
Annisa Zaenab Nur Fitria Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Saya seorang psikolog klinis berlisensi dan pembaca di dunia anak-anak dan keluarga. Dalam kedua peran tersebut, saya percaya bahwa hidup kita terbuat dari banyak cerita. Dalam praktik saya, saya bertanya, menantang, dan memberdayakan pemikiran dan pola yang dibawa orang-orang dalam cerita mereka–dan memberikan makna yang lebih dalam.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Benarkah Strict Parents Buat Anak Jadi Sering Berbohong?

17 November 2023   14:20 Diperbarui: 18 November 2023   01:07 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi strict parents | shutterstock

Pada dasarnya, orangtua tentu memiliki dorongan untuk melindungi anak-anaknya. Naluri orangtua tidak menginginkan anaknya terjerumus ke arus negatif atau kekurangan fisik maupun psikis. 

Sangatlah manusiawi apabila orang tua melindungi anak menjadi focus utama dalam hidup mereka. Hal ini dikarenakan orang tua merupakan sosok yang sangat berperan dan berpengaruh cukup besar dalam perkembangan anak. 

Tidak menampik bahwa anak adalah observer cilik terhadap perilaku orang tua sejak mereka dilahirkan. Maka dari itu perilaku orang tua terhadap anak juga membutuhkan kewaspadaan yang cukup tinggi, terlebih saat anak dalam masa balita hingga remaja. 

Perlu diketahui bahwa ada beberapa pola melindungi yang justru bisa membuahkan hasil sebaliknya.  Pola ini sering dikenal dengan istilah helicopter parents atau strict parents (overprotektif). 

Istilah ini merujuk pada perilaku melindungi yang berlebihan karena rasa cemas yang tinggi. Seperti halnya: melarang anak bermain di luar rumah karena takut kotor dan terluka, tidak mengijinkan anak pergi dengan temannya karena khawatir terpengaruh dunia luar, sampai melarang anak beraktivitas fisik. 

Segala sesuatu yang berlebihan tidaklah baik, termasuk perlindungan orang tua. Siapa sangka bahwa perlindungan yang berlebihan tersebut memiliki lebih banyak dampak negatifnya. Terkadang, orang tua tidak sadar bahwa perlakuannya terhadap anak terlalu berlebihan sehingga dapat memengaruhi karakter anak hingga masa depan anak. 

Seorang anak yang biasa dengan didikan ketat, ia akan cenderung memiliki rasa takut dan ketergantungan terhadap apa yang dilakukannya. Bisa dikatakan bahwa anak melakukan sesuatu hal karena didasari rasa takut terhadap orang tuanya bukan atas dasar kesadaran atau keinginan hatinya. Akibat dari semua itu, sang anak menjadi tidak mandiri dan kurang bisa berpikir luas mengenai apa yang dapat mereka lakukan dan apa yang tidak dapat mereka lakukan. 

Jika seorang anak merasa sangat tertekan dan stress akibatnya adalah mereka akan melawan orang tuanya sendiri. Anak ini sudah tidak tahan dengan ketatnya dan tuntutan tinggi yang diberikan orang tuanya kepadanya. Terlebih pada usia diatas 15 tahun, dimana tugas perkembangan anak adalah mencari jati diri. 

Orangtua yang enggan berkompromi, akan membuat anak memberontak bahkan berbohong. Overprotektif orang tua terhadap anak juga akan membuat anak merasa terganggu. Anak akan merasa tidak punya privasi. Padahal, anak juga menginginkan privasi mereka sendiri. 

Strict parents merupakan salah satu bagian dari gaya pola asuh otoriter. Gaya pola asuh otoriter, memiliki ciri adanya tuntutan yang tinggi dan tingkat responsivitas yang rendah, yang merepresentasikan kontrol sepenuhnya oleh orangtua terhadap anak (Schroeder & Mowen, 2014). Orangtua yang menerapkan pola asuh otoritarian memiliki karakteristik sebagai berikut (Cherrry, 2020): 

  1. Adanya tuntutan yang tinggi kepada anak, tetapi anak tidak diberikan penjelasan yang mendetail terkait tuntutan tersebut 
  2. Orangtua seringkali bersikap dingin, menyendiri, dan kasar. Mereka lebih cenderung mengomel atau meneriaki anak-anak mereka daripada menawarkan dorongan dan pujian
  3. Terkadang tidak segan-segan menggunakan hukuman fisik ketika aturan dilanggar oleh anak. Anak pun tidak diberikan alasan yang jelas mengapa mereka harus menerima hukuman tersebut 
  4. Tidak membiarkan anak untuk memilih pilihan mereka sendiri
  5. Kurangnya kepercayaan terhadap anak mereka
  6. Kurangnya kesabaran dalam menghadapi perilaku yang buruk 
  7. Menggunakan kata-kata yang kasar dan tidak enak didengar

Kebanyakan strict parent memiliki karakteristik diatas. Peraturan yang mereka berikan ke anak seringkali sewenang-wenang. 

Strict parent tidak mengizinkan anak-anak mereka untuk menyuarakan pendapat mereka atau mempertanyakan keputusan oyang telah mereka tetapkan. Pola asuh yang mereka terapkan ini, dapat memberikan efek yang buruk terhadap anak. Efek yang mungkin akan dialami anak adalah (Pamela, 2021): 

  1. Anak-anak akan lebih mungkin merasa tidak Bahagia dan menderita depresi 
  2. Anak-anak akan cenderung memiliki masalah perilaku antisosial seperti memberontak, lekas marah, perilaku agresi, dan terlibat dalam kenakalan
  3. Anak-anak akan menjadi aktor dan pembohong yang baik. Peraturan yang terlalu ketat dan tegas dapat membuat anak menjadi licik. Mereka akan berperilaku menjadi anak baik saat di rumah. Namun, akan berperilaku berbeda saat orangtua tidak mengawasi mereka. Selain itu, anak juga akan pandai berbohong dan menyembunyikan sesuatu agar mereka tidak mendapatkan masalah 
  4. Anak juga akan memiliki harga diri yang rendah serta kurangnya percaya diri untuk mengambil keputusan
  5. Anak akan mengalami kesejahteraan psikologis yang buruk 

Orang tua yang terlalu perhatian bisa menjadi gangguan bagi anak. "bersyukur masih diperhatiin, emang mau dicuekin?" merupakan kata kata yang sering diucapkan. Tapi, sebagai anak muda pasti memiliki rasa risih ketika setiap jalan jalan atau nongkrong bersama teman temannya ditelfon terus sama orang tuanya. 

Kebiasaan orang tua adalah mengintrogasi anak seperti bertanya "Lagi dimana?" "sama siapa?" "ngapain?" "jangan pulang malem malem" terkadang orang tua juga suka mengancam anaknya jika kelakuan atau tindakan anak tidak sesuai dengan aturan orang tua. 

Sebenarnya itu adalah kesalahan fatal karena memengaruhi psikologi anak. Dengan kebiasaan mengancam, anak akan terbiasa melakukannya juga kepada orang lain yang seperti kita tau mengancam adalah tindakan yang salah. 

Anak anak yang dari kecil sudah dikekang oleh orang tua nya pasti memiliki sikap kurang kompeten dan memiliki inisiatif rendah. Psikolog Wendy Mogel, seorang ahli dalam pengasuhan anak mengungkapkan beberapa tanda anak dibesarkan oleh orang tua yang overprotektif yaitu contohnya adalah: 

  • Anak selalu menghubungi orang tua sebelum mengambil keputusan, yang dimaksud disini adalah sang anak selalu bergantung kepada orang tuanya ketika ingin mengambil sebuah keputusan, selalu menelfon orang tuanya terlebih dahulu untuk menanyakan pendapat sehingga anak tidak bisa belajar mengambil keputusan sendiri. Memang benar bahwa menanyakan pendapat orang tua bisa membuat keputusan yang lebih baik, tetapi membuat keputusan dan menanggung kesalahan sendiri akan jauh lebih baik dan bisa membuat anak belajar dari kesalahan.
  • Perfeksionis yang terobsesi terhadap pencapaian. Orang tua overprotektif juga beberapa memiliki sifat yang berambisi pada kesuksesan anaknya. Maka dari itu orang tua overprotektif selalu mendorong anaknya untuk melakukan yang terbaik agar bisa mendapatkan dan mencapai cita citanya sehingga akan hidup bahagia nantinya. Segala sesuatunya harus sempurna dari hal hal kecil hingga hal hal besar. Hal ini lah yang membuat anak menjadi terbiasa menjadi perfeksionis terhadap pencapaian.

Sebagai penutup pada artikel ini, saya mengambil kesimpulan bahwa wajar saja orang tua ingin menjaga anaknya, itu memang merupakan tanggung jawab dari orang tua. Tetapi, tidak secara berlebihan. Karena sesuatu yang berlebihan tidaklah bagus. 

Dampak dampak yang akan terjadi kepada anak juga sangat banyak sehingga sebagai orang tua harus benar benar mengetahui jalan yang benar untuk mengasuh anak. 

Anak juga seharusnya menuruti dan mengikuti perintah dari orang tua karena orang tua sudah menjalankan dan memiliki banyak pengalaman dalam hidup ini. Untuk menciptakan keluarga yang damai dan tentram hanya memiliki satu kunci utama yaitu komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik dan benar sangatlah penting karena dengan komunikasi keluarga dapat saling mengerti dan memahami satu sama lain.  

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun