Mohon tunggu...
Annisa Widiasari
Annisa Widiasari Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Assalamu'alaikum.. Hallo semuanya selamat datang. Terimakasih telah berkunjung ke profil saya..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rianti dan Angin Kenangan

27 Oktober 2024   15:28 Diperbarui: 27 Oktober 2024   15:30 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senja di tepi danau selalu menjadi tempat favorit Rianti sejak kecil. Bukan hanya karena keindahannya, tetapi karena di tempat inilah ia pernah menemukan cinta sejatinya---cinta yang tak akan pernah terlupakan.

Rianti masih bisa merasakan lembutnya genggaman tangan Banyu, pria yang dulu mengisi hari-harinya dengan tawa dan kehangatan. Mereka sering duduk di bangku kayu tua, memandangi matahari tenggelam perlahan di balik pegunungan. Banyu selalu berkata, "Setiap senja adalah tanda bahwa kita harus selalu bersyukur, karena hari ini kita masih bersama."

Namun, waktu memiliki cara tersendiri untuk menguji manusia. Banyu pergi tiba-tiba, dipanggil oleh takdir yang tak bisa ditawar. Sebuah kecelakaan yang merenggut nyawanya begitu cepat, meninggalkan kekosongan dalam hati Rianti yang tak pernah ia duga akan sebesar ini.

Hari-hari setelah kepergian Banyu penuh dengan air mata. Rianti merasa seolah seluruh dunianya hancur berkeping-keping. Semua rencana mereka, tawa, dan mimpi yang dibangun bersama lenyap dalam sekejap. Tapi, di dalam hatinya, ada satu bisikan yang selalu datang dari Banyu, "Jangan berhenti, Rianti. Lanjutkan hidupmu. Aku akan selalu ada di sana, di setiap hembusan angin yang menyentuh wajahmu."

Waktu berlalu. Perlahan tapi pasti, Rianti mulai menerima kenyataan. Ia menyadari bahwa hidupnya tidak boleh terhenti di satu titik. Ia memilih untuk kuat, untuk melangkah maju dengan cinta yang masih ada dalam hatinya---bukan sebagai beban, tetapi sebagai kenangan yang menguatkan. Setiap kali ia merindukan Banyu, ia datang ke tepi danau, tempat kenangan mereka tersimpan.

Hari ini, Rianti duduk di bangku kayu tua itu, memandangi senja yang sama. Senyum kecil tersungging di bibirnya. Ia sudah tidak lagi menangis saat memikirkan Banyu. Sebaliknya, ada rasa syukur yang mengalir dalam dirinya---syukur karena ia pernah memiliki cinta yang begitu tulus, meskipun hanya sebentar.

Rianti kemudian bangkit, menghirup udara sore yang sejuk. Ia tahu hidup masih panjang dan banyak hal yang bisa ia jalani. Cinta sejati memang tidak selalu hadir dalam bentuk fisik. Terkadang, cinta sejati hadir dalam ingatan, dalam cara kita mengenang seseorang, dan bagaimana kita menjadikan kenangan itu sebagai kekuatan untuk terus hidup.

"Terima kasih, Banyu," bisiknya pelan sambil melangkah menjauh dari danau. Angin senja meniup lembut rambutnya, seolah memberikan jawaban atas kata-katanya.

Rianti tahu, meski Banyu tak lagi ada di sisinya, ia akan selalu hidup dalam hatinya. Dan itu cukup untuk membuatnya tegar, menjalani hidup dengan senyuman yang tak lagi dipenuhi kesedihan, melainkan ketenangan dan kekuatan.

Di balik setiap kehilangan, Rianti telah menemukan makna hidup yang baru: bahwa cinta sejati tak pernah benar-benar hilang, hanya berubah bentuk---menjadi kekuatan yang membuatnya tetap berdiri teguh di hadapan dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun