Mohon tunggu...
Annisa Widiasari
Annisa Widiasari Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Assalamu'alaikum.. Hallo semuanya selamat datang. Terimakasih telah berkunjung ke profil saya..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dua Hati

27 Oktober 2024   10:27 Diperbarui: 27 Oktober 2024   10:28 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Ilustrasi by Freepik

Denis duduk termenung di sudut kafe favoritnya, tatapannya kosong mengarah ke jalanan yang dipenuhi kendaraan. Di hadapannya, secangkir kopi hitam mulai mendingin. Hari-hari belakangan ini selalu diwarnai oleh pikiran yang tak kunjung henti---tentang Syila, wanita yang tak seharusnya ia cintai, namun yang kini begitu mengisi ruang hatinya.

Syila hadir seperti angin sepoi-sepoi di musim panas. Awalnya hanya sekadar teman biasa, seseorang yang Denis tak pernah bayangkan bisa begitu dekat. Namun lambat laun, kehadiran Syila membawa kehangatan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Di tengah-tengah percakapan sederhana dan tawa yang mengalir, Denis mulai menemukan sesuatu yang tak ada dalam hubungan dengan pasangannya selama ini.

"Den, apa kabar?" suara lembut Syila membuyarkan lamunannya. Wanita itu berdiri di depannya, mengenakan dress sederhana berwarna biru, namun pesonanya tetap membuat hati Denis bergetar.

"Aku baik, Syil. Duduklah," jawab Denis, mencoba menahan kegugupannya.

Mereka mulai berbincang, seperti biasa, tanpa beban. Syila bercerita tentang pekerjaannya, tentang mimpi-mimpinya, dan tentang hal-hal kecil yang selalu membuat Denis merasa hidup. Bersama Syila, Denis merasa bisa menjadi dirinya sendiri, tanpa harus berpura-pura. Ada kebebasan yang ia temukan dalam tawa dan candaan Syila, sesuatu yang tak pernah ia dapatkan di rumah.

Namun, setiap tawa itu membawa rasa bersalah yang semakin dalam. Di rumah, ada seseorang yang menunggunya, seseorang yang telah lama bersamanya. Denis mencintai pasangannya, tentu saja, tapi cinta itu mulai terasa berbeda---seperti sesuatu yang sudah nyaman namun tanpa gairah, seperti matahari yang redup di sore hari. Sedangkan Syila adalah fajar yang menyala, yang membawa Denis kembali merasakan apa itu jatuh cinta.

"Syil, aku..." Denis menghela napas panjang, tangannya gemetar. "Aku tak bisa terus seperti ini."

Syila tersenyum, meski matanya terlihat sedikit sendu. "Aku tahu, Den. Aku tahu kamu punya seseorang di rumah. Aku juga tahu kamu tidak bisa meninggalkannya begitu saja."

"Tapi aku ingin bersamamu," kata Denis tanpa ragu. "Kamu membuatku merasa hidup, kamu memberikan banyak hal yang tidak pernah aku rasakan selama ini. Bersamamu, aku merasa lebih dari sekadar ada."

Syila terdiam sejenak. "Den, aku bukan orang yang bisa membuatmu memilih. Aku hanya ingin kamu bahagia, dan kalau kebahagiaanmu bukan denganku, aku bisa terima."

Mendengar kata-kata itu, Denis merasa hatinya hancur. Syila adalah segalanya yang ia inginkan, tapi ia juga tahu bahwa ada tanggung jawab yang ia pikul. Meninggalkan pasangannya bukanlah pilihan mudah. Ada kenangan, ada janji, ada kehidupan yang telah lama dibangun bersama.

Waktu seolah berhenti saat mereka duduk di sana, membiarkan keheningan mengisi ruang di antara mereka. Denis tahu, apapun yang ia putuskan, akan ada hati yang terluka---entah hati Syila, pasangannya, atau mungkin dirinya sendiri.

"Aku akan pergi, Den," ujar Syila pelan. "Sebelum semuanya menjadi lebih rumit. Terima kasih untuk setiap momen indah ini."

Tanpa menunggu jawaban, Syila berdiri dan meninggalkan Denis yang masih terpaku di tempatnya. Ia ingin mengejar, ingin berteriak dan memohon agar Syila tetap di sisinya. Namun, sesuatu menahannya. Ia tahu, bahwa terkadang mencintai tidak selalu berarti memiliki.

Di sudut kafe itu, Denis duduk sendiri, menyadari bahwa dalam cinta, pilihan tak pernah sederhana. Kadang kita harus melepaskan seseorang, bukan karena kita tidak mencintainya, tapi karena ada janji yang lebih besar yang harus kita penuhi.

Denis menatap kosong ke arah jalan. Syila sudah tak ada, tapi perasaannya masih tertinggal. Di antara dua hati, Denis sadar bahwa cinta memang rumit, dan kebahagiaan kadang datang dengan harga yang tidak murah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun