Mohon tunggu...
Annisa Widiasari
Annisa Widiasari Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Assalamu'alaikum.. Hallo semuanya selamat datang. Terimakasih telah berkunjung ke profil saya..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cahaya Senja di Hati Alysa

24 Oktober 2024   19:37 Diperbarui: 24 Oktober 2024   19:40 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alysa selalu percaya bahwa cinta adalah sesuatu yang datang tanpa diduga-duga. Bukan soal tampang, status, atau kata-kata manis yang menawan hati, melainkan perasaan nyaman yang sulit dijelaskan. Itulah yang terjadi padanya ketika ia bertemu Wira, seorang pria yang tampak sederhana namun memiliki pesona yang berbeda.

Pertemuan pertama mereka terjadi di sebuah perpustakaan kecil di kota, tempat Alysa sering berkunjung untuk mencari ketenangan. Siang itu, ia sedang asyik membaca buku di pojokan ruangan ketika tiba-tiba terdengar suara berat yang mengganggunya. Ia mendongak, menemukan seorang pria sedang sibuk mencari buku di rak sebelahnya. Wira.

Awalnya, Alysa hanya menganggapnya seperti orang asing lain yang tak sengaja lewat di hidupnya. Tapi, setelah beberapa kali bertemu di tempat yang sama, tanpa sadar Alysa mulai memperhatikan Wira lebih dekat. Ada sesuatu tentang pria itu yang menariknya, bukan dari caranya berpakaian atau gaya bicaranya, melainkan dari sikap tenangnya.

Wira bukan tipe pria yang banyak bicara. Namun, ketika mereka mulai berbicara, setiap kata yang keluar dari mulutnya selalu membuat Alysa merasa nyaman. Tidak ada tekanan, tidak ada keinginan untuk mengesankan. Wira berbicara dengan sederhana, tapi kehadirannya terasa menenangkan. Ia selalu mendengarkan dengan seksama, tanpa memotong, tanpa menghakimi.

Suatu sore, ketika senja mulai turun di langit, Alysa dan Wira duduk di sebuah bangku taman dekat perpustakaan. Angin sepoi-sepoi meniup lembut, membuat dedaunan berbisik di antara mereka. Alysa merasa ada sesuatu yang berbeda. Ini lebih dari sekedar obrolan biasa. Ia merasakan ketenangan yang tak pernah ia temukan sebelumnya.

"Wira," kata Alysa pelan, mencoba membuka percakapan yang lebih dalam, "kenapa kamu selalu terlihat tenang, seperti nggak ada yang bisa mengganggumu?"

Wira tersenyum tipis, menatap langit yang mulai memerah. "Mungkin karena aku lebih memilih menikmati hal-hal kecil, Alysa. Aku percaya bahwa kebahagiaan itu ada di sekitar kita, di setiap momen sederhana. Kadang kita terlalu sibuk mencari sesuatu yang besar, padahal yang kita butuhkan sudah ada di depan mata."

Jawaban itu membuat Alysa tersentak. Bukan jawaban yang spektakuler, tapi justru itulah yang membuat hatinya tersentuh. Ia mengangguk pelan, seolah memahami sesuatu yang baru. Selama ini ia selalu mencari cinta yang penuh gairah dan drama, padahal mungkin yang ia butuhkan hanyalah seseorang yang bisa membuatnya merasa tenang dan nyaman---seperti Wira.

Hari demi hari, perasaan itu tumbuh semakin kuat. Alysa merasa setiap detik bersama Wira adalah momen yang penuh arti. Ia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa perlu berpura-pura. Wira tak pernah menuntut lebih, tapi justru kehadirannya memberikan segalanya. Setiap senyum, setiap tatapan, setiap kata yang diucapkan Wira terasa seperti pelukan hangat yang tak kasat mata.

Pada akhirnya, Alysa menyadari sesuatu. Cinta bukan hanya tentang perasaan yang menggebu-gebu, tapi juga tentang kenyamanan, kepercayaan, dan rasa aman yang diberikan seseorang. Dan itulah yang ia temukan pada Wira---sebuah tempat yang membuatnya merasa pulang.

Di bawah langit senja yang perlahan berubah menjadi malam, Alysa menatap Wira sekali lagi. Ia tersenyum, kali ini dengan perasaan yang penuh kepastian.

"Wira," katanya lembut, "terima kasih sudah membuatku merasa nyaman."

Wira menoleh, menatap Alysa dengan mata yang penuh kehangatan. "Aku senang kalau begitu," jawabnya singkat, tapi penuh makna.

Mereka duduk di sana dalam diam, menikmati senja yang meredup. Tak perlu ada kata-kata, karena di antara mereka sudah ada rasa yang tak terucapkan, rasa nyaman yang perlahan berubah menjadi cinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun