Mohon tunggu...
Anisatun Sukesti
Anisatun Sukesti Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa STAI Darussalam Lampung

Mahasiswa (Prodi Pendidikan Agama Islam)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Israel-Palestina Kembali Memanas

27 Oktober 2023   15:12 Diperbarui: 27 Oktober 2023   15:12 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Milisi Palestina Hamas melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada 7 Oktober. Aksi tersebut dilakukan dengan mengerahkan ratusan tentara bersenjata untuk menyusup ke pemukiman Israel di dekat Jalur Gaza.


Dalam serangan ini, sedikitnya 1.400 warga Israel tewas. Menurut catatan militer Israel, 203 tentara dan warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak, juga disandera di Gaza.
Di pihak Palestina, lebih dari 5.000 warga Gaza terbunuh oleh serangan udara dan artileri militer Israel, sebagai tanggapan atas serangan Hamas. Selain itu, pasukan Israel saat ini terkonsentrasi di sepanjang perbatasan jalur Gaza. 

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan aksi militer di Gaza "mungkin memakan waktu satu, dua atau tiga bulan, namun pada akhirnya tidak akan ada lagi Hamas."

Bagaimana konflik dimulai?
Inggris menguasai wilayah yang dikenal sebagai Palestina setelah mengalahkan Kekaisaran Ottoman, yang memerintah Timur Tengah selama Perang Dunia I.
Wilayah ini adalah rumah bagi minoritas Yahudi dan mayoritas Arab, serta sejumlah kecil kelompok etnis lainnya.
Namun, ketegangan antara kedua bangsa yang tinggal di wilayah tersebut meningkat, sehingga komunitas internasional menugaskan Inggris untuk mendirikan "rumah nasional" bagi orang-orang Yahudi di Palestina.

Keputusan ini mengacu pada Deklarasi Balfour yang ditandatangani pada tahun 1917. Deklarasi tersebut dinamakan demikian karena merupakan kesepakatan antara Menteri Luar Negeri Inggris  saat itu Arthur Balfour dengan komunitas Yahudi di Inggris.

Deklarasi ini tertuang dalam Mandat Inggris untuk Palestina dan didukung oleh Liga Bangsa-Bangsa yang baru dibentuk pada tahun 1922. Organisasi ini merupakan cikal bakal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Antara tahun 1920-an dan 1940-an, jumlah orang Yahudi yang datang ke Palestina terus meningkat. Banyak dari mereka melarikan diri dari penganiayaan yang mereka derita di Eropa, termasuk Holocaust yang dilakukan oleh Nazi di Jerman dan sekitarnya selama Perang Dunia II.

Konflik antara komunitas Yahudi dan Arab, serta pemerintahan Inggris, juga meningkat..
Pada tahun 1947, PBB  memutuskan untuk membagi Palestina menjadi negara Yahudi dan Arab. Yerusalem ditetapkan sebagai kota internasional. Rencana ini diterima oleh para pemimpin Yahudi, namun ditolak oleh pemimpin Arab dan tak pernah diimplementasikan.

Bagaimana dan mengapa Israel dibentuk?
Pada tahun 1948, karena tidak mampu menyelesaikan perselisihan antara komunitas Yahudi dan Arab di Palestina, Inggris menarik diri dan para pemimpin Yahudi mendeklarasikan berdirinya Negara Israel.
Kawasan ini dimaksudkan sebagai tempat yang aman bagi komunitas Yahudi yang teraniaya, sekaligus sebagai rumah bagi mereka.

Pertempuran antara milisi Yahudi dan  Arab telah meningkat selama berbulan-bulan. Sehari setelah Israel mendeklarasikan status kenegaraannya, lima negara Arab menyerang wilayah tersebut. Ratusan warga Palestina mengungsi atau terpaksa meninggalkan rumah mereka dalam peristiwa yang mereka sebut  Al Nakba atau "bencana".

Pada saat perang berakhir dengan gencatan senjata pada tahun berikutnya, Israel menguasai sebagian besar wilayah.
Yordania menduduki wilayah yang kemudian menjadi Tepi Barat dan Mesir menduduki Gaza. Sementara itu, wilayah Yerusalem dibagi oleh pasukan Israel di barat dan pasukan Yordania di timur. Karena tidak pernah ada perjanjian perdamaian, peran dan perjuangan terus berlanjut pada dekade-dekade berikutnya.

Pada awalnya, negosiasi perdamaian tampaknya mungkin dilakukan.
Beberapa perundingan rahasia di Norwegia menjadi Proses Perdamaian Oslo, yang dilambangkan dengan upacara di halaman Gedung Putih pada tahun 1993, dipimpin oleh Presiden AS Bill Clinton.

Dalam momen bersejarah, Palestina mengakui Negara Israel dan Israel mengakui musuh bebuyutannya, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), sebagai satu-satunya wakil rakyat  Palestina.
Otoritas Palestina yang memiliki pemerintah sendiri kemudian dibentuk.

Namun, perpecahan segera muncul ketika pemimpin oposisi Israel saat itu, Benjamin Netanyahu, menyebut proses perdamaian Oslo sebagai ancaman bagi Israel.
Israel mempercepat proyek permukiman komunitas Yahudi di wilayah yang mereka duduki di Palestina.

Kelompok milisi Palestina, Hamas, yang baru saja muncul saat itu, mengirim pelaku bom bunuh diri untuk membunuh orang-orang di Israel dan merusak peluang terjadinya perjanjian perdamaian.

Suasana di Israel semakin memburuk, puncaknya pada  pembunuhan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin oleh seorang ekstremis Yahudi pada tanggal 4 November 1995 Selama tahun 2000an, berbagai upaya dilakukan untuk menghidupkan kembali proses perdamaian -- termasuk tahun 2003 ketika peta jalan dikembangkan oleh negara-negara besar dengan tujuan akhir solusi dua negara, namun solusi ini tidak pernah diterapkan.

Upaya perdamaian akhirnya gagal pada tahun 2014, ketika negosiasi antara Israel dan Palestina di Washington, AS gagal. Rencana perdamaian terbaru yang disiapkan oleh AS ketika Donald Trump masih menjadi presiden disebut sebagai "kesepakatan abad ini" oleh Perdana Menteri Netanyahu, namun ditolak oleh Palestina karena dianggap sepihak dan tidak pernah dilakukan.

Mengapa Israel dan Gaza saat ini sedang berperang?
Gaza dikuasai Hamas, kelompok Islam yang bertekad menghancurkan Israel. Hamas dianggap sebagai kelompok teroris oleh Inggris dan banyak negara lainnya.
Hamas memenangkan pemilu Palestina terakhir  pada tahun 2006 dan menguasai Gaza pada tahun berikutnya, menyingkirkan saingannya, Fatah, dan Presiden Mahmoud Abbas yang berbasis di Tepi Barat.

Sejak  itu,  milisi  Gaza telah berperang beberapa kali dengan Israel. Israel bersama dengan Mesir, mempertahankan blokade parsial untuk mengisolasi Hamas dan mencoba mencegah serangan, terutama serangan roket tanpa pandang bulu ke kota-kota Israel. 

Hingga saat ini peristiwa semakin tegang antara dua kubu dan jika masalah ini masih berlangsung bukan tidak mungkin akan terjadi perang dunia ke tiga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun