Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu dan membentuk karakter generasi muda, ternyata dicemari oleh tindakan korupsi oleh oknum tertentu. Kasus ini telah mencoreng nama baik institusi pendidikan dan menggugah keprihatinan masyarakat luas. Seperti kasus memprihatinkan dalam dunia pendidikan yang sedang heboh diperbincangkan oleh khalayak, ini.
Kasus Korupsi Dana BOS Rp 1,8 M Eks Kepala Sekolah di Medan Mantan kepala sekolah SMK Swasta Pencawan Medan, Restu Utama Pencawan, terjerat tindak pidana korupsi, dengan pidana 6,5 tahun penjara.Â
8 Januari 2024, kasus ini mencuat setelah ditemukan sejumlah penyimpangan, menurut laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Medan, Restu Utama Pencawan sebagai kepala sekolah SMK Pencawan Medan menerima Dana BOS sebesar Rp1.139.880.000 pada tahun 2018 dan Rp749.760.000 pada triwulan I dan II tahun 2019. Dana tersebut diduga digunakan tidak sesuai dengan laporan pertanggungjawaban, termasuk pembelian fiktif buku Lembaran Kerja Siswa (LKS). Dimana buku-buku tersebut seharusnya dibeli menggunakan dana BOS, namun Restu Utama Pencawan justru mengutip uang dari siswa untuk setiap pembelian buku.Â
Selain itu, dalam penggunaan atau penerimaan anggaran, Restu Utama Pencawan, sebagai Kepala Sekolah SMKS Pencawan Medan, tidak mengadakan musyawarah dengan dewan guru dan komite sekolah terkait penerimaan dan penggunaan Dana BOS, serta tidak melakukan pengembangan Ruang Praktik Siswa dan perlengkapan praktik siswa meskipun ia telah mencairkan dana untuk pengembangan sekolah tersebut. Namun, dalam laporan pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut, Restu tetap mencantumkan pengeluaran untuk beberapa kegiatan yang sebenarnya tidak dilaksanakan.
Akibat perbuatan Restu Utama Pencawan yang terbukti melakukan penyelewengan dana BOS tahun anggaran 2018 dan 2019, institusi pendidikan dan masyarakat di Medan mengalami kerugian signifikan sebesar Rp1.846.037.100. Pada 8 Januari 2023, Majelis hakim yang diketuai M Nazir menyatakan bahwa Sosok mantan Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pencawan di Medan, melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana, sehingga terdakwa Restu Utama Pencawan dijatuhkan pidana kepada terdakwa selama 6 tahun dan enam bulan penjara dan denda Rp 300 juta bila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama 3 bulan." Â Â
Pidana penjara dinilai belum cukup untuk menanggung kesalahannya, sehingga Restu juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp1.846.037.100 dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayar, harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa penuntut umum. Jika tidak memiliki harta yang cukup, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut pidana penjara selama 7 tahun dan 6 bulan serta denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Jaksa Fauzan Irgi Hasibuan sebelumnya menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana yang lebih berat untuk Restu Utama Pencawan. Sumber : https://www.detik.com/sumut/hukum-dan-kriminal/d-7131488/korupsi-dana-bos-rp-1 8-m-eks-kepsek-di-medan-divonis-6-5-tahun-penjara  Â
Menilik kasus korupsi yang dilakukan oleh mantan kepala sekolah, yang mana mantan kepala sekolah sudah seharusnya menjadi teladan bagi seluruh warga sekolah, hal ini menggelitik saya untuk memberikan opini yang dikaitkan dengan agama terhadap kasus Restu Utama Pencawan tersebut. Â Dalam pandangan agama, tindakan korupsi yang dilakukan oleh Restu Utama Pencawan merupakan pelanggaran serius terhadap nilai-nilai moral dan etika, yang paling tidak disukai Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Khususnya Islam, telah mengajarkan pentingnya kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab dalam pengelolaan harta benda, termasuk dana yang dipercayakan untuk kepentingan umum.
Pada perilaku pembelian fiktif buku Lembaran Kerja Siswa (LKS) dan manipulasi laporan pertanggungjawaban penggunaan dana untuk pengembangan ruang praktik siswa dan perlengkapan praktik siswa, tanpa melakukan musyawarah dengan dewan guru dan komite sekolah, termasuk salah satu perbuatan tidak jujur dan menjadi salah satu tindakan tercela yang masuk dalam golongan pencurian.Â
Allah Ta'ala berfirman dalam Quran Surat Al-Maidah ayat 38, yang artinya: "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Pada zaman Rasullullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam, Rasulullah menyuruh memotong tangan walaupun dia seorang perempuan, apabila kedapatan mencuri. Pernah terjadi saat itu "Ada seorang wanita yang pernah mencuri di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam perang Fath. Kaumnya kemudian berlindung pada Usamah bin Zaid, mereka meminta syafa'at dari Usamah. 'Urwah mengatakan, "Ketika Usamah berkata tentang hal itu, raut wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantas berubah". Lantas beliau bersabda, "Apakah engkau berbicara padaku tentang salah satu hukum Allah?"Â
Usamah pun meminta maaf pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala sore hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri berkhutbah, ia pun memuji Allah dengan pujian yang pantas untukNya. Kemudian beliau berkata, "Amma ba'du: Sesungguhnya telah membinasakan umat sebelum kalian, ketika di antara orang orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan (tidak dikenakan hukuman). Namun ketika orang-orang lemah yang mencuri, mereka mewajibkan dikenakan hukuman hadd. Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya." (Hadist Riwayat Bukhari no. 4304 dan Muslim no.1688).Â