Kekayaan mereka dilindungi dan aman. Tanah-tanah di daerah yang ditaklukkan dibiarkan terus berada pada pemilik aslinya, dan kaum Muslimin tidak diperkenankan untuk membeli tanah-tanah itu. Kita akan membahas tentang signifikannya kebijakan Umar ini.
Dari Jabiyah Umar kemudian menuju Yerusalem. Dan ketika itu kaki kuda yang ditunggangi Umar yang telah melalui perjalanan yang sangat panjang, sejak dari Madinah sudah mulai lemah. Jalannya mulai pincang. Melihat kondisi kudanya yang demikian mengenaskan itu, Umar turun dan berjalan kaki. Salah seorang sahabatnya kemudian membawa seekor kuda Turki yang baik. Tatkala Umar naik, kuda itu mulai berjingkrak-jingkrak. Umar berkata, "Malang benar, mengapa binatang ini berjalan seenaknya?" Lalu sang khalifah turun dan meneruskan perjalanannya dengan jalan kaki. Khalifah Umar yang merupakan penguasa terbesar di zaman itu, datang dengan baju yang sangat sederhana, dan dengan berjalan kaki, datang untuk menerima Kota Suci. Dengan cara ini dia melakukan serah terima kota itu dari para uskup di Yerusalem.
Para Uskup itu mengundang Umar untuk melakukan shalat di Gereja Kebangkitan (Church of Resurrections), namun Umar menolak permintaan itu. Dia mengatakan, bahwa jika dia melakukan hal tersebut, dia khawatir para pengikutnya setelah itu akan menjadikan seluruh tempat sembahyangnya menjadi mesjid untuk memberikan penghargaan terhadap shalatnya Khalifah di tempat itu. Dia kemudian pergi untuk memimpin shalat di sebuah tempat yang jauh dari tempat itu. Dan tempat itu kemudian didirikan Mesjid Umar yang berdiri hingga sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H