Untuk mempermudah komunikasi antar negara dalam berdiplomasi, tiap negara memiliki perwakilan diplomatik atau yang biasa dikenal dengan nama diplomat sebagai representasi negaranya masing-masing.[1]Â
Pada konsepnya, aktifitas diplomasi yang dilandaskan atas kepentingan nasional suatu negara bertujuan untuk membangun citra negara agar tampak baik. Karena dengan adanya citra baik tersebut maka, negara-negara lain akan bersedia untuk menjalin kerja sama .
Pasalnya, seorang diplomat memiliki peranan besar untuk merumuskan kebijakan luar negeri demi mencapai kesepakatan antar kedua belah pihak negara. Berhubungan dengan hal itu, seorang diplomat membutuhkan keahlian dalam bernegosiasi, penguasaan bahasa asing, berfikir kritis dalam menyikapi suatu permasalahan, dan kejujuran.Â
Dengan adanya keahlian tersebut, akan memudahkan diplomat untuk melaksanakan tugas-tugasnya mencakup peningkatan kerja sama antar negara, pencegahan terjadinya konflik, serta untuk menciptakan perdamaian dunia.Â
Pada hakikatnya, kesuksesan dan kegagalan perumusan kebijakan luar negeri suatu negara tergantung pada kemampuan seorang diplomat dalam menjalakan diplomasi demi tercapainya misi pada rezim tersebut.
Dalam Konvensi Wina tahun 1961 pasal 3 ayat (1), memuat beberapa misi diplomatik, yaitu:
1. Representing, dengan mewakili kepentingan nasional negara.
2. Â Protecting, dengan menjaga kedaulatan negara.
3. Promoting, mempromosikan citra negara untuk meningkatkan kerja sama negara, baik dalam bidang pariwisata, pendidikan, atau kebudayaan.
4. Â Informing of the sending state, membuat laporan secara rutin terkait kondisi dan pertumbuhan dalam bidang ekonomi, militer, serta ilmu pengetahuan.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang diplomat memiliki hak-hak khusus berupa kekebalan diplomatik yang telah dikenal sejak masa Rasulullah hingga pada era modern ini.Â
Pada riwayatnya, Rasulullah yang menjabat sebagai kepala negara pada kala itu sangat menghormati utusan-utusan yang datang ke Mekkah pada masa tersebut. Semasa hidupnya, Rasul selalu berpesan pada kaum muslimin untuk tidak melukai para utusan ataupun memperlakukannya dengan semena-mena Sikap inilah yang menjadi acuan utama dalam melakukan hubungan diplomasi.
Di era globalisasi seperti saat ini, diplomat selaku perwakilan resmi dari negaranya masing-masing diberikan hak istimewa oleh kepala negara penerima untuk memudahkan mereka dalam menjalankan tugasnya tanpa ada halangan apapun. Yang mana pada hakikatnya, hak kekebalan diplomatik ini diberikan atas dasar timbal balik.Â
Adapun hak kekebalan pada pejabat diplomatik, tertuang pada Konvensi Wina 1961 tentang hubungan diplomatik yaitu: kekebalan (inviolability) pribadi, kekebalan (immunity), terhadap yurisdiksi pidana, perdata, dan administrasi negara penerima, keistimewaan (privileges)Â berupa pembebasan dari pajak, iuran, bea cukai negara penerima (sending state).
Referensi
Monique Rashinta Christina Aurora, Ginting Munthe, Hak Kekebalan Dan Keistimewaan Pejabat Diplomatik Di Negara Ketiga (Third State) Menurut Konvensi Wina 1961, Jurnal Lex Et Societatis Vol. VII No. 11 November 2019
Henry Kissinger, Diplomacy, Simon and Schuster, New York 1994, hal 18.
A Ratna Wulan, Pelaksanaan Kekebalan Diplomatik Dalam Konvensi Wina 1961 Perspektif Siyasah Dauliyah, Jurnal Adliya’ Vol. 11 No. 2 Juni 2017
Gracia Monica Sharon, Implementasi Hukum Diplomatik Dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Duta Besar Menurut Konvensi Wina 1961, Jurnal Lex et Societatis Vol. V No. 2 Maret-April 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H