Mohon tunggu...
Annisa Salma O
Annisa Salma O Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

an Information Systems student who is currently taking fifth semester at Gunadarma University

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan dan Kesetaraan Gender di Lingkungan Masyarakat

22 Januari 2024   15:42 Diperbarui: 23 Januari 2024   08:48 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Diskriminasi gender bisa berakibat fatal karena sering kali mengarah pada pelecehan dan penyerangan seksual. Kekerasan dalam rumah tangga khususnya tersebar luas. WHO memperkirakan perempuan berusia 15-49 tahun pernah menjadi korban dalam hubungan kekerasan fisik dan/atau seksual. Pada tahun 2021, Bank Dunia mengkaji apakah undang-undang kekerasan dalam rumah tangga sudah efektif. Mereka menyimpulkan bahwa meskipun ini bukan satu-satunya metode yang diperlukan untuk melindungi perempuan, namun hal ini penting. Undang-undang ini perlu ditegakkan dan diperkuat bila diperlukan.

  1. Mencapai representasi politik yang lebih baik

Representasi politik merupakan salah satu bidang dengan kesenjangan gender terbesar. Hingga September 2021, hanya ada 26 perempuan yang menjadi Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan di 24 negara. Berdasarkan data dari 133 negara, perempuan hanya mencakup 36% dari seluruh anggota badan musyawarah lokal. Hanya ada dua negara yang sudah mencapai 50%. 

 Memastikan bahwa perempuan memiliki keterwakilan yang lebih berarti dalam pemerintahan akan menjadi langkah menuju arah yang benar. Pemerintahan yang hanya terdiri dari laki-laki sering kali gagal mempertimbangkan hak-hak perempuan. Dari sana, kita harus memampukan perempuan untuk menjadi berbudi luhur seperti laki-laki.

Perempuan tidak mendapatkan kesempatan ini karena kebajikan sejati hanya dapat dicapai melalui pemahaman dan tindakan -dan perempuan tidak dianjurkan untuk melakukan hal tersebut. Sebaliknya, perempuan hanya diajarkan untuk tampil berbudi luhur. Artinya, mereka diajari untuk fokus pada kecantikan dan keanggunan mereka daripada pada kemampuan berpikir dan kekuatan intelektual yang akan menghasilkan rasa hormat yang sejati.

Orang tidak bisa mendapatkan rasa hormat seperti itu dengan mudah, mereka harus mendapatkannya. Perempuan berada pada posisi yang sangat dirugikan karena mereka tidak diberi akses terhadap pendidikan yang diperlukan untuk mendapatkan rasa hormat yang dimiliki laki-laki terhadap orang lain. Perempuan tidak akan mampu mendobrak hambatan ini sampai mereka memiliki akses terhadap pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengembangkan kebajikan dan membuat keputusan rasional yang bermanfaat bagi masyarakat.

Tugas kita adalah secara bertahap mengubah budaya yang salah menjadi budaya yang lebih baik seiring berjalannya waktu. Apalagi ini termasuk ke dalam budaya patriarki, budaya yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Sehingga setiap orang bisa hidup tanpa  rasa takut karena jenis gendernya. Ketika perempuan menyadari kebebasannya, tidak lagi teraniaya dan tidak takut oleh tuntutan  masyarakat sosial, Saya yakin seorang wanita mampu mewujudkan potensi penuhnya dan  merasa bahagia sepenuhnya. Saya percaya jika perempuan dapat mencapai potensi maksimalnya, maka lingkungan masyarakat pun akan menjadi lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun