Mohon tunggu...
ANNISA SHABIRAH
ANNISA SHABIRAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI

43223110043 Kampus Universitas Mercu Buana Meruya | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Prodi S1 Akuntansi | Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB | Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Quiz 7 - Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

21 Oktober 2024   23:16 Diperbarui: 24 Oktober 2024   10:14 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

What, Why & How

Raden Ngabehi Ranggawarsita, seorang pujangga besar Jawa pada abad ke-19, Pemikiran Ranggawarsita yang ia tuangkan ke dalam karyanya juga beragam dan cukup kaya, diantaranya aspek kesusastraan, moralitas sampai ajaran mistiknya. Diantara begitu banyak ajaran yang tertuang dalam karya-karyanya, salah satunya adalah pemikiran tentang filsafat sejarah yang belum banyak diteliti.

Konsep filsafat sejarah yang ada dalam karya Ranggawarsita seperti Paramayoga tercipta karena adanya rumusan sejarah yang dibangun oleh sinkretisme yang kuat. Kentalnya unsur sinkretisme antara ajaran Islam dan ajaran Hindu-Budha dalam Paramayoga diketahui karena banyak ditemukan mitos-mitos pewayangan, dewa-dewa Hindu dan kepercayaan Jawa lainnya yang bercampur dengan sejarah manusia menurut ajaran Islam. Paramayoga sendiri dilihat sebagai produk filsafat sejarah Ranggawarsita. Ranggawarsita juga membagi periode zaman atau kala menjadi beberapa bagian dengan istilah penamaan sendiri olehnya yaitu Zaman Kalatidha, Zaman Kalabendu dan Zaman Kalasuba yang tergolong ke dalam siklus Cakra Manggilingan. Siklus sejarah ini akan selalu berulang setiap periode tertentu.


Tiga Era dalam Ramalan Ranggawarsita

PPT PROF. APOLLO - TM 7
PPT PROF. APOLLO - TM 7

1. Era  Kalatidha

Era ini menggambarkan masa transisi atau kemunduran. Masyarakat mulai terjebak dalam egoisme, dengan sikap yang mementingkan diri sendiri. Nilai moral dan etika mulai terabaikan, sementara kepentingan pribadi lebih diutamakan. Ini adalah masa feodalisme dan munculnya perpecahan dalam tatanan sosial.

Serat Kalatidha adalah karya Ranggawarsita yang paling terkenal karena di dalam serat ini Ranggawarsita menyinggung tentang Zaman Edan. Lewat serat yang bernada amarah yang terpendam ini, nama Ranggawarsita menjadi bersejarah di bumi nusantara. Zaman Edan sebenarnya merupakan siklus sejarah yang akan selalu berulang setiap periode tertentu. Namun sebenarnya ungkapan Kalatidha atau zaman keraguan ini sudah ada sebelum Ranggawarsita menulis Serat Kalatidha. Ungkapan tersebut telah ada dalam Serat Centhini Jilid IV.

Zaman Kalatidha merupakan zaman yang melukiskan tentang keadaan Zaman Gemblung. Zaman di mana manusia dihadapkan pada pilihan yang merepotkan. Sehingga Zaman Gemblung bisa diidentikkan zaman bingung atau zaman  kegelapan. Pada zaman ini, keadaan negara sedang terpuruk karena tidak ada lagi yang memberi tauladan baik. Banyak yang meninggalkan norma-norma kehidupan. Orang-orang bijak terbawa arus zaman yang penuh keragu-raguan. Suasana mencekam karena dunia dipenuhi dengan masalah.

Hal ini tertuang dalam gubahan Ranggawarsita di Serat Kalatidha yang berbentuk tembang macapat:

Mangkya darajating praja, kawuryan wus sunyaturi
Rurah pahrehing ukara, karana tanpa palupi
Atilar silastuti, sujana sarjana kelu
Kalulun kalatidha, tidhem tandhaning dumadi
Ardayengrat dene karoban rubeda

Artinya :

Beginilah keadaan negara, yang kian tak menentu
Rusak tatanan, karena sudah tak ada yang pantas ditiru
Aturan diterjang, para bijak dan cendekia malah terbawa
arus
Larut dalam zaman keraguan, keadaan pun mencekam
Dunia pun dipenuh beragam ancaman.

(Serat Kalatidha bait 1)

PPT PROF. APOLLO - TM 7
PPT PROF. APOLLO - TM 7

Ranggawarsita: Serat Kalatidha

Bait ke-12, Tembang Sinom 

  • Diambil dari karya pujangga agung Ranggawarsita yang berjudul "Serat Kalatidha".
  • Sageda sabar santosa, mati sajroning ngaurip
    Diharapkan untuk bisa bersabar dan kuat dalam menghadapi "mati sajeroning urip" atau kematian dalam hidup, yang berarti menghadapi tantangan dengan penuh kesabaran.
  • Kalis ing reh aruraha, murka angkara sumingkir
    Berharap agar terbebas dari berbagai kesulitan dan menghindari sifat serakah atau marah.
  • Tarlen meleng malat sih, sanityaseng tyas mematuh
    Tetap menjaga hati untuk tetap patuh dan bersih dari godaan.
  • Badharing sapudhenda, antuk mayar sawetawis
    Melepaskan diri dari kutukan atau beban hidup, untuk mendapatkan kedamaian.
  • Borong angga sawarga
    Menyerahkan seluruh jiwa raga demi kesejahteraan.

Maknanya : Teks ini menyampaikan pesan tentang pentingnya kesabaran dan kebijaksanaan dalam menghadapi masa sulit. Dengan tetap berpegang pada nilai-nilai kebaikan, seseorang dapat melewati cobaan dan mencapai ketenangan 

Dalam Serat Kalatidha yang ditulis sekitar tahun 1861 ini merupakan kritik sosial profetis dimana ia menggambarkan akan datangnya masa sulit, yang disebut sebagai zaman edan. Pada zaman itu negara demikian kacau, undang-undang tidak dihargai dan rakyat semakin rakus dan loba. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa tulisan tersebut hanya ungkapan perasaan
Ranggawarsita yang kesal terhadap raja. Karena meskipun sudah menjadi pujangga kerajaan, namun kepangkatan yang dimiliki hanya Kliwon Carik, sebuah pangkat dibawah Tumenggung. Padahal pangkat seorang pujangga biasanya adalah Tumenggung. Ia juga pernah dijanjikan akan diangkat menjadi Bupati, namun janji itu tak kunjung tiba, bahkan akhirnya gagal sama sekali.

Hubungan yang kurang akrab dengan raja, karirnya yang dihambat, membawa perkembangan tersendiri dalam kehidupan Ranggawarsita. Terutama memang kepribadiannya yang sejak muda sangat akrab dengan wong cilik atau rakyat kecil bersama nasib dan penderitaan mereka. Ranggawarsita muncul sebagai tokoh yang semakin kritis, baik terhadap kerajaan maupun pemerintahan kolonial Belanda.

Sekalipun Serat Kalatidha melukiskan tentang keadaan Zaman Gemblung, namun ajaran kearifan yang bisa kita tangkap dari Serat Kalatidha adalah agar kita selalu waras manakala tengah menghadapi Zaman Gemblung, tidak ada Langkah bijak selain bersikap sabar untuk menenangkan jiwa. Dengan ketenangan, manusia akan tahu mana yang baik dan buruk

PPT PROF. APOLLO - TM 7 
PPT PROF. APOLLO - TM 7 

2. Era Kalabendhu

Disebut juga sebagai zaman edan atau masa kehancuran. Ini adalah masa di mana segala sesuatu berada dalam kebalikan dari tatanan normal (walik zaman). Era ini diibaratkan sebagai "Kembang Seruni" yang menggambarkan kerusakan dan kekacauan, serta maraknya fenomena seperti korupsi dan ketidakadilan di masyarakat. 

Kalabendu atau zaman yang penuh dengan bebendu (bencana) menjadi puncak dari zaman kalatidha atau zaman yang penuh dengan keraguan. Gambaran Ranggawarsita tentang Zaman Edan terlukiskan dalam bait ketujuh dalam karya terbesarnya yakni Serat Kalathida sebagai berikut:

Amenangi Zaman Edan
Ewuh aja ing pambudi
Melu edan ora tahan
Jen tan milu anglakoni
Boja kaduman melik
Kaliren wekasanipun
Dilalah karsa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lan waspada

Artinya :

Mengalami Zaman Gila
Sukar sulit (dalam) akal ikhtiar
Turut gila tidak tahan
Kalau tak turut menjalaninya
Tidak kebagian milik
Kelaparanlah akhirnya
Takdir kehendak Allah
Sebahagia-bahagianya yang lupa
Lebih bahagia yang sadar serta waspada

Konsep Zaman Edan seperti telah dijelaskan oleh Ranggawarsita di atas, memang telah begitu dikenal oleh masyarakat Jawa, dan mereka percaya bahwa zaman atau masa itu akan datang. Masa yang penuh dengan bencana. Bukan hanya sekedar bencana alam tetapi bencana yang disebabkan oleh manusia itu sendiri berupa hawa panas yang membuat semua orang ingin serba cepat, serba terlena, mudah tersinggung dan marah, suka menyalahkan orang lain, dan berbagai macam bencana hati lainnya.

Di Zaman Kalabendu ini niscaya bermunculan ular-ular berkepala dua yang melambangkan manusia berhati mendua. Artinya, manusia tersebut tidak memiliki keteguhan jiwa yang dikarenakan untuk menyelamatkan atau menguntungkan diri sendiri.

PPT PROF. APOLLO - TM 7 
PPT PROF. APOLLO - TM 7 
  • Katangi (bangkitlah) tangising (tangisnya) mardawalagu (sang ahli lagu), mengisyaratkan bahwa perlu membangkitkan kesedihan sang ahli lagu karena tertimpa hal yang memalukan.
  • Kwilet (terbelit) tyas (hati) duhkit (sedih), kataman (tertimpa) ring (oleh) reh (segala) wirangi (memalukan), menjelaskan tentang perasaan hati yang sedih karena tertimpa hal-hal yang memalukan.
  • Angupaya (sebuah upaya) sandi (sandi) sumaruna (yang bergaul), artinya usaha yang tersembunyi untuk bisa bergaul dengan baik, meski ada keinginan yang berat.
  • Anarawung (menyertai) mangimur (membujuk) sanubariku (sanubari), berarti berusaha membujuk hati agar tetap tenang di tengah ujian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun