Perluasan pengertian korupsi secara besar-besaran terjadi setelah Indonesia memasuki periode merdeka. Dengan beralihnya kekuasaan dari penguasa kolonial ke tangan pemerintah Indonesia, tuntutan masyarakat terhadap penggunaan kekayaan negara secara benar cenderung meningkat. Pemakaian secara pribadi kekayaan negara oleh para pejabat negara akan serta merta dipandang sebagai tindakan korupsi. Sebagaimana dikemukakan Wertheim, tindakan yang sebelumnya dipandang sebagai tindakan normal, kini dipandang secara lebih kritis.Â
Pelajaran yang dapat dipetik dari sejarah perkembangan korupsi di Indonesia tersebut adalah:Â
1. Korupsi pada dasarnya berkaitan dengan perilaku kekuasaan. Mengutip Lord Acton, kekuasaan memang cenderung untuk korup. Kekuasaan yang berkuasa secara absolut, akan korup secara absolut pula.Â
2. Korupsi sangat erat kaitannya dengan perkembangan sikap kritis masyarakat. Semakin berkembang sikap kritis masyarakat, maka korupsi akan cenderung dipandang sebagai fenomena yang semakin meluas.Â
Berdasarkan kedua hal tersebut, tragedi yang dialami oleh pemerintahan Orde Baru sesungguhnya dapat ditafsirkan secara mudah. Sebagaimana diketahui, pemerintahan Orde Baru yang berkuasa lebih dari 30 tahun tersebut, terutama menopang kekuasaannya dengan dukungan militer. Dengan sifat seperti itu, pemerintahan Orde Baru sesungguhnya tidak hanya telah memerintah terlalu lama, tetapi cenderung berkuasa secara otoriter.Â
Penanggulangan KorupsiÂ
Bertolak dari uraian panjang dan lebar di muka, secara struktural dapat disaksikan betapa sangat rentannya Indonesia terhadap fenomena korupsi. Situasi rentan itu tidak hanya berkaitan dengan pola relasi dinamis antara kekuasaan yang otoriter dengan sikap kritis masyarakat, tetapi terutama berkaitan dengan struktur pengelolaan keuangan publik yang memang sentralistik secara berlebihan.Â
Lebih-lebih anasir-anasir Orde Baru belum sepenuhnya dapat disingkirkan dari lingkaran kekuasaan dan birokrasi di Indonesia. Keberadaan anasir-anasir Orde Baru ini tidak hanya cenderung menjadi kekuatan struktural yang menghambat semua upaya untuk memerangi korupsi, lebih dari itu mereka cenderung menjadi komponen utama yang menghalangi setiap upaya untuk mendesentralisasikan struktur pengelolaan keuangan publik di negeri ini.Â
Sebab itu, jangankan berbicara mengenai upaya penghapusan danadana nonbujeter, berbagai upaya untuk memulihkan perekonomian Indonesia pun sangat rentan terhadap tindakan korupsi. Dengan kata lain, jangankan dana BLBI, penjualan aset oleh BPPN, privatisasi BUMN, program penanggulangan kemiskinan seperti Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan dana Kredit Usaha Tani (KUT) pun, sangat rentan untuk disalahgunakan dan diselewengkan.
Mencermati kenyataan tersebut, strategi besar penanggulangan korupsi di Indonesia, tidak bisa tidak, harus diarahkan pada upaya sistemik untuk mendesentralisasikan pengelolaan keuangan publik di negeri ini. Desentralisasi dalam hal ini, berbeda dari konsep desentralisasi UU No. 25/1999, tidak hanya terbatas dalam bentuk desentralisasi belanja dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, melainkan harus diperluas Mencermati kenyataan tersebut, strategi besar penanggulangan korupsi di Indonesia, tidak bisa tidak, harus diarahkan pada upaya sistemik untuk mendesentralisasikan pengelolaan keuangan publik di negeri ini. Desentralisasi dalam hal ini, berbeda dari konsep desentralisasi UU No. 25/1999, tidak hanya terbatas dalam bentuk desentralisasi belanja dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, melainkan harus diperluas.
Sehubungan dengan itu, beberapa program strategis yang perlu segera dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Debirokratisasi BUMN, yaitu dengan cara memisahkan pengelolaan BUMN dari campur tangan birokrasi pemerintah.Â