Mohon tunggu...
ANNISA SHABIRAH
ANNISA SHABIRAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI

43223110043 Kampus Universitas Mercu Buana Meruya | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Prodi S1 Akuntansi | Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB | Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Quiz 4 - Rudolf Steiner Mengembangkan Potensi Diri Melalui Holistic Education

5 Oktober 2024   15:11 Diperbarui: 6 Oktober 2024   21:40 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PPT PROF. APOLLO - TM 4
PPT PROF. APOLLO - TM 4

PPT PROF. APOLLO - TM 4
PPT PROF. APOLLO - TM 4

What

Pendahuluan

Rudolf Steiner 
Merupakan salah seorang tokoh pemikir modern besar dan luar biasa. Tidak hanya untuk dunia pendidikan, ia juga merupakan seorang tokoh filusuf. Gagasannya tentang pendidikannya hanya sebagian dari banyak gagasannya yang lain. Lahir di Australia pada tahun 1861 dan wafat pada tahun 1925.
Semasa hidup Steiner suka berceramah dan mengajar berkeliling tempat. Yang menjadi prinsipnya adalah apa yang harus dilakukan untuk membangun generasi yang luar biasa. Steiner memiliki sekolah yang sampai hari ini sangat popular. Cabangnya ada di lebih tujuh puluh lima negara. Model pendidikan gaya Steiner ini, biasa disebut Steiner Education atau kadang disebut Waldorf Education. 

Holitik Education
Pendidikan holistik adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pengembangan seluruh aspek diri manusia, bukan hanya aspek intelektual semata. Konsep ini memandang manusia sebagai kesatuan yang utuh, terdiri dari dimensi fisik, emosional, sosial, intelektual, dan spiritual. Pendidikan holistik bertujuan untuk membantu individu mencapai potensi maksimal mereka dalam semua aspek kehidupan.  
Pendidikan holistik belum diimplementasikan secara komprehensif dalam pembelajaran. Dalam rangka mengimplementasikan pendidikan holistik dalam pembelajaran, direkomendasikan agar guru dalam melaksanakan pembelajaran tidak hanya mengembangkan ranah pengetahuan, melainkan juga ranah keterampilan dan sikap, melalui pendekatan belajar siswa aktif.

Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada otak atau kemampuan intelektual, tetapi juga pada perkembangan hati dan tangan. Dalam konteks ini, "kepala" melambangkan pemikiran dan kecerdasan, "hati" melambangkan perasaan dan empati, serta "tangan" melambangkan tindakan dan kreativitas.

  1. Pengembangan Pemikiran (Head)
    Steiner menekankan pentingnya pengetahuan, tetapi ia juga menekankan cara pengetahuan itu dipahami. Dalam pendidikan Waldorf, misalnya, anak-anak diajarkan untuk memahami konsep-konsep melalui pengalaman langsung, bukan sekadar menerima informasi secara pasif. Pengajaran dilakukan secara bertahap sesuai dengan tahap perkembangan anak.

  2. Pengembangan Emosi (Heart)
    Pendidikan Steiner juga sangat memperhatikan kesehatan emosional dan sosial siswa. Keterlibatan seni, musik, dan kegiatan yang berhubungan dengan alam adalah bagian dari kurikulum yang dimaksudkan untuk memperkaya emosi siswa dan membangun empati. Pendidikan ini tidak hanya membentuk individu yang cerdas, tetapi juga yang peduli terhadap sesama dan lingkungan sekitar. 

  3. Pengembangan Keterampilan (Hands)
    Steiner percaya bahwa kreativitas dan kemampuan praktis merupakan elemen penting dalam pendidikan. Aktivitas seperti berkebun, kerajinan tangan, dan keterampilan manual lainnya menjadi bagian penting dalam pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa pencapaian dan penguasaan keterampilan dalam diri siswa. 

Anthroposofi

Steiner menawarkan satu gagasan yang disebut Anthroposofi . Berasal dari kata Yunani antropo (manusia) dan sophia (kebijaksanaan), berarti kajian tentang manusia dalam aspek dan levelnya kebijaksanaannya, meyakini adanya dunia spiritual yang dapat dipahami oleh intelek manusia dan dapat diakses oleh manusia melalui pengalaman hidup batiniahnya.  

Antithesis modern yang dikenal sebagai anthroposentis berpusat pada manusia humanisme. Tapi menurut Steiner manusia modern melihat intelektualitas hanya dari akal dan panca indera, padahal ada alat-alat yang lain tidak dipakai seperti intuisi, naluri, insting, imajinasi, yang di dunia modern tidak terlalu diperhitungkan. Sehingga barat sering kehilanganan spiritualitas.

Barat terkenal menggairahkan gelombang kecenderungan baru, yang kemudian dinamakan sebagai New Age, semacam kerinduan barat untuk kembali pada spiritualitas. Tidak heran kemudian Budhisme dan Sufisme Jalaluddin Rumi pernah dan mungkin sampai sekarang digandrungi di Barat. Karena memang masyarakat barat lelah dan tidak puas dengan cara berfikir di peradabannya hanya percaya kepada sesuatu yang masuk akal atau ada fakta empiriknya. Jika tidak ada fakta dan tidak masuk akal, maka suatu hakikat tidak bisa percaya. Padahal sampai level tertentu pancaindera dan akal itu tidak terlalu kuat untuk menangkap pengetahuan, dan seringnya manusia mudah 'tertipu' akal dan pancainderanya sendiri. Itulah sekilas kritik atas nalar barat yang kita kenal sebagai positivistik. Sejatinya realitas tidak berhenti di situ, ada realitas mental, rohaniah, spiritual, yang akal tidak bisa menjangkaunya apalagi panca indera. Ini yang ingin digarap oleh Steiner, membawa pendidikan ke dunia filsafat dengan istilah Anthroposofi.

Dalam definisinya Anthroposofi merupakan gerakan spiritualisasi sains yang berikutnya ini akan dikenal di seluruh dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun