Sabtu, 17 Mei 2014 lalu, aku dan teman-teman komunitas blogger Kompasiana berkesempatan mengikuti workshop edukasi tentang sariawan. Acara yang merupakan bagian dari blog competition bertajuk “Kompasiana Visit ke Deltomed Factory dan Wisata Solo” itu dihadiri 100-an Kompasianer pilihan juri. Info lengkap lomba blog ada di sini dan di mari.
Senang sekali mendapati namaku termasuk 100 Kompasianer terpilih untuk menghadiri workshop. Langsung saja aku mengirim email konfirmasi kehadiran. Panita lalu mewanti-wanti agar peserta hadir 30 menit sebelum acara dimulai. Dan ya, aku datang tepat waktu, sekitar pukul 09.25 WIB sudah tiba di FX Mall. Aku bergegas menuju lantai 5, tempat workshop dilangsungkan. Seorang panitia menyambut kedatanganku dengan senyum yang ramah di meja registrasi. Aku pun mengisi daftar kehadiran, kemudian menerima ‘bekal’ makalah dan produk-produk Deltomed (godie bag). Lantas aku masuk ke sebuah ruangan yang cukup luas dengan sebuah panggung berwarna hijau tegak berdiri di tengah ruangan. Sejumlah kursi tersebar menghadap ke panggung. “Ini tempat cozy banget!” gumamku saat melayangkan pandang ke seantero ruangan.
Kala masih celingak-celinguk, berusaha menemukan siapa tahu ada Kompasianer yang kukenal, seorang perwakilan dari Kompasiana menyapaku dengan hangat. “Halo, selamat datang! Mari disantap dahulu coffee break-nya,” ujar wanita yang rambutnya dikepang itu. Setelah mengambil hidangan pengganjal perut secukupnya, aku memilih kursi bagian depan-kiri. Sambil bersantap, kubalik halaman makalah untuk melihat-lihat materinya. Tak lama kemudian, datanglah seorang Kompasianer yang duduk di sebelahku. Devi namanya, dari Pasar Minggu. Kami pun lalu bertukar tanya sambil menunggu acara dimulai.
Acara yang dinanti-nantikan pun dimulai pukul 10.20 WIB oleh host Novega Kezia Adeline atau yang biasa dikenal Veve Adeline. Selain jadi master of ceremony alias MC, beliau juga seorang penyiar radio 987 GenFM. Dengan semangat nan ceria, Mbak Veve membuka acara. Kemudian ia mengumumkan tweet competition bernama “Golden Ticket Hunt!”. Peserta yang ingin mengikutinya harus menge-post tweet seputar acara workshop, dari awal sampai akhir. Kompasianer dengan live tweet terbanyak berhak menggondol free pass alias Golden Ticket Trip to Deltomed Factory in Solo. Yang nggak menang, mesti menulis reportase di blog bila ingin mengisi sembilan slot tersisa. Jadi, total yang bakal tur ke pabrik Deltomed itu sepuluh orang saja. Wuiiih, siapa yang nggak ngiler tiket emas tuh? Kalau aku sih pengen! Makanya setelah MC menjelaskan aturan main “Golden Ticket Hunt!”, para peserta langsung mengeluarkan gadget-nya, termasuk aku. Kami berlomba-lomba nge-tweet sebanyak mungkin. Lantas, siapa pemenangnya? Nanti, di akhir tulisan ini, Anda akan mengetahuinya :p
Mbak Veve lalu mempersilakan bapak Nyoto Wardoyo naik ke panggung. “Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat secara alami, banyak diantara mereka yang memilih pengobatan herbal untuk mengatasi problem kesehatannya. Karena itu, obat herbal sedang tren di Indonesia, bahkan di dunia,” ujar Presiden Direktur PT Deltomed Laboratories, dalam sambutannya.
Kalau dipikir-pikir, emang benar ya, penggunaan obat herbal lagi ngetren-trennya sekarang. Selain hampir nggak ada efek samping, obat herbal juga relatif lebih murah harganya daripada obat kimia. Jadi wajar saja, bila sebagian masyarakat mulai beralih dari obat-obatan kimia ke herbal. Menjamurnya klinik pengobatan alternatif (yang menggunakan tumbuhan sebagai obat) serta kemunculan suplemen dan kosmetika berbahan alami, juga merupakan bukti penerimaan secara luas produk herbal dewasa ini.
“Sembilan puluh lima persen bahan herbal masih impor. Padahal negara kita penghasil biodofikasi nomor dua di dunia. Maka dari itu, bahan baku herbal Indonesia harus digerakkan. Dan, Deltomed konsisten melakukan riset serta pengembangan teknologi,” lanjut Pak Nyoto Wardoyo.
Sebagai negara beriklim tropis, tentu bumi Nusantara kaya akan keanekaragaman hayati, diantaranya tumbuhan obat. Indonesia sendiri menjadi ‘rumah’ bagi sedikitnya 7000 jenis tumbuhan obat, sebagaimana diungkapkan Trihono, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, yang dikutip dari tribunmedan.com, “sebagai negara di kawasan tropis, Indonesia menyimpan potensi tanaman obat terbesar kedua dunia setelah Brazil. Indonesia mempunyai tak kurang dari 7000 variasi tanaman obat. Saat ini baru selesai diteliti 20% dari seluruh wilayah di Indonesia. Dari 30 ribu variasi tanaman, baru 25% di antaranya yang sudah diteliti. Diperkirakan, ada 24 ribu variasi tanaman obat di seluruh Indonesia.”
Wow, luar biasa potensinya! Peluang yang amat besar bagi Indonesia untuk menghasilkan beragam jenis produk obat-obatan dan kosmetika herbal. Karena itu seperti kata Pak Nyoto, potensi bahan baku herbal negeri ini mesti digerakkan agar dapat berkembang semaksimal mungkin. Jangan sampai kita kecolongan, tumbuhan obat yang belum diteliti malah ‘digarap’ oleh asing dan dipatenkan oleh mereka. Tapi memang, ada sejumlah tantangan bagi Indonesia dalam membangun industri obat herbal, terutama dari segi teknologi dan sumber daya manusia (SDM) pengobat tradisional.
“Temulawak Indonesia adalah yang terbaik di dunia. China dan Republik Korea mengimpor temulawak untuk industri kesehatan mereka. Namun, di sana untuk pengobat tradisional harus menempuh pendidikan 5 tahun dan bergelar sarjana. Sementara di kita, untuk lembaga pendidikan saja saat ini baru tersedia jenjang Diploma 3 di kota Surabaya dan Solo,” ujar Trihono pada acara APEC Policy Dialogue on The Development of Medicinal Plant and Traditional Medicine, yang dikutip dari tribunmedan.com.
Mengacu potensi dan tantangan tersebut, maka dibutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah dalam membangun industri obat herbal nasional. Sebagai langkah awal, pemerintah –terutama Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan– perlu mengeksplorasi tumbuhan berkhasiat obat dengan pemetaan potensi produksi. Jenis tumbuhan yang hidup di suatu daerah tentu berbeda dengan daerah lain akibat perbedaan suhu udara dan curah hujan, serta keadaan dan relief tanah. Sehingga di alam Indonesia tumbuh subur berbagai tanaman berkhasiat obat sesuai kekhasannya masing-masing, maka pemetaan tersebut amat penting dilakukan.
Selanjutnya, pemerintah –melalui Kementerian Riset dan Teknologi– bersama pihak swasta (produsen/pengusaha) dan akademisi bekerjasama dalam penelitian, pengujian dan inovasi terhadap aneka tumbuhan obat agar sesuai standar kualitas industri. Sementara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan –khususnya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi– mendorong perguruan tinggi agar mau membuka program studi pengobatan tradisional jenjang S1 guna menambah kuantitas dan kualitas SDM pengobat tradisional. Lantas, rakyat (petani) diberdayakan untuk membudidaya tumbuhan obat, baik dalam skala kecil dan menengah maupun skala besar. Agar mampu menjadi industri andalan, Kementerian Perindustrian terus mendorong perluasan dan peningkatan kapasitas produksi industri obat herbal dan Kementerian Perdagangan bantu memasarkannya ke manca negara.
Dengan demikian, perlu sinergitas antara pemerintah, swasta, dan masyarakat (akademisi, petani) dalam pembangunan industri obat herbal. Bila kesinergian itu tercapai, optimis industri obat herbal akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Terbayang betapa besarnya kontribusi tanaman herbal terhadap perekonomian nasional. Mulai dari berkembangnya sektor pertanian dan industri, penyerapan tenaga kerja, maupun perolehan devisa dari ekspor produk.
Deltomed sendiri selaku perusahaan farmasi nasional, konsisten memajukan obat herbal dengan riset dan teknologi. Langkah nyatanya, Deltomed ‘menggandeng’ para dokter dan akademisi perguruan tinggi dalam penciptaan dan pengembangan produk. Pemrosesan bahan baku di pabrik pun menggunakan teknologi modern, serta semua produk Deltomed terjamin telah lulus uji praklinis dan klinis sehingga aman dikonsumsi.
Mari jadikan bahan herbal pelopor sekaligus pondasi ekonomi kerakyatan, karena berpotensi menyerap banyak tenaga kerja, yang nantinya akan dapat menekan angka pengangguran dan mengatasi problem kemiskinan di daerah. “Deltomed ikut mendukung ekonomi kerakyatan dengan memproduki obat berbahan dasar alami. Kalau herbal maju, tentu sektor pertanian Indonesia juga maju. Ayo, dukung gerakan ekonomi kerakyatan dengan mengkonsumsi obat herbal. Rakyat sehat, rakyat sejahtera!” ucap Pak Nyoto Wardoyo mengakhiri pidato singkatnya di awal acara.
***
Dr. drg. Dewi Priandini, Sp.PM kemudian naik panggung untuk menjadi pembicara di sesi kedua. Beliau membagi pengetahuannya seputar sariawan. “Mulutmu, harimaumu. Kalau mulutmu sakit, kamu nggak bisa mengaum. Sariawan nggak pandang bulu, siapa saja bisa kena. Sariawan indikator kekurangan nutrisi penting dalam tubuh. Bila tak kunjung sembuh atau berulang-ulang kambuh disebut stomatitis aphtosa rekuren (SAR). Maka dari itu, kesehatan rongga mulut perlu dijaga.”
Ibu Dewi melanjutkan penjelasannya. Ada sejumlah faktor pemicu sariawan, namun penyebab pastinya belum diketahui. Alergi, trauma, makanan/minuman, genetik, mikroorganisme (bakteri, jamur, virus) termasuk faktor predisposisi yang bersifat lokal. Beberapa jenis deterjen yang terkandung dalam pasta gigi, bisa membuat mulut kering yang menimbulkan sariawan. Trauma pada mulut, misalnya bibir tak sengaja tergigit atau terlalu keras menyikat gigi. Sariawan juga bisa muncul karena mengonsumsi makanan dan minuman yang terlalu panas/dingin. Orang tua yang acapkali sariawan, kemungkinan besar putra-putrinya akan sering sariawan. Mikroorganisme yang memicu SAR diantaranya bakteri streptococcus bentuk L, jamur candida albican, serta virus herpes simplex.
Sementara faktor predisposisi yang bersifat sistemik, antara lain penyakit yang berhubungan dengan daya tahan tubuh (seperti behcet’s disease dan chron’s disease, diabetes melitus, dan HIV/Aids), defisiensi nutrisi dan haematologi, stress, serta faktor hormonal. Stress memicu penurunan hormon yang menyebabkan produksi air liur berkurang, mulut pun jadi kering, bisa timbul sariawan. Wanita yang sedang haid, menopause atau menggunakan kontrasepsi tertentu, juga rentan sariawan akibat perubahan kadar hormon estrogen.
“Stop sariawan? Bisa! Kenali dulu faktor pemicunya, terus minum obat sesuai gejalanya. Herbal, salah satu opsi pengobatan yang aman untuk meredakan sariawan. Sariawan juga bisa sembuh sendiri. Namun yang terpenting adalah mencegah timbulnya sariawan dengan menjaga daya tahan tubuh, mengatur pola makan, dan istirahat yang cukup,” tandas dokter ahli penyakit mulut dari Departemen Gigi dan Mulut Fakultas, Kedokteran Gigi Universitas Trisakti.
***
Berikutnya Dr. Abrijanto SB, membuka sesi ketiga dengan pernyataan yang mencerahkan. “Panas dalam itu bukan penyakit, tapi gangguan kesehatan biasa yang dapat disembuhkan. Gejalanya sariawan, sakit tenggorokam, perut kurang nyaman, dan susah BAB. Orang yang panas dalam umumnya kurang perhatian sama makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh. Makanan berminyak seperti gorengan, sate, sambal, bila dalam porsi yang banyak bisa menyebabkan panas dalam.”
Masih menurut Pak Abrijanto, gejala panas dalam muncul akibat nutrisi yang tak terserap tubuh karena lambung sedang bermasalah. Asam lambung yang berlebih, mendorong panas naik ke tenggorokan, mulut, lalu menyebar ke seluruh tubuh. Mulut pun jadi terasa asam, sehingga berpotensi menimbulkan sariawan. Penerapan pola hidup sehat adalah kunci pencegah hadirnya panas dalam. Pola hidup yang sehat itu dengan mengkonsumsi makanan yang baik (bergizi tinggi, tidak berlebihan minyaknya), banyak minum (8-10 gelas per hari), olahraga dan istirahat yang cukup.
“Saat ini udah menjadi tren masyarakat mengonsumsi obat herbal yang khasiatnya setara dengan obat konvensional. Banyak ragam bahan alami yang ada di sekitar kita yang berfungsi sebagai obat herbal. Misalnya daun saga manis, bunga krisan dan alang-alang. Namun, kunci khasiatnya terletak pada bagaimana kita mengolah bahan alami tadi agar bermanfaat dan tidak menimbulkan efek negatif bagi kesehatan. Kuldon Sariawan mengandung formula herbal yang memiliki manfaat setara dengan pengobatan medis. Kuldon Sariawan ada, untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan obat herbal yang dapat meredakan sariawan,” lanjut pria yang menjabat sebagai Business Development Manager PT Deltomed Laboratories itu.
Adapun formula herbal yang terkandung dalam tablet Kuldon Sariawan diantaranya : daun saga manis, yang mengandung glycyrhisic acid yang bersifat anti radang ; bunga krisan dan akar alang yang berkhasiat menyegarkan tenggorokan, penurun panas dan mengurangi rasa sakit (akibat radang) ; ekstrak akar manis (licorice) untuk mengencerkan dahak, dan herba thymi berfungsi sebagai antiseptik.
“Kuldon Sariawan aman dikonsumsi orang dewasa dan anak-anak usia 6 tahun ke atas. Dosisnya 2 tablet 3x sehari untuk orang dewasa, dan setengah dosis dewasa untuk anak-anak,” tutur Pak Abrijanto sebelum turun panggung.
Benar lho, Kuldon Sariawan memang ampuh menyembuhkan panas dalam. Aku sendiri telah membuktikannya! Seminggu yang lalu akibat makan makanan berminyak, tenggorokanku ‘berulah’. Rasanya sakit buat nelen dan terasa kering. Minum deh, obat Kuldon Sariawan. Ajaib, cuma empat tablet saja, tenggorokanku pulih seperti semula. Tapi seminggu kemudian, meradang kembali. Kali ini yang radang adalah amandelku. Lagi-lagi aku mengkonsumi Kuldon, tapi hingga 10 tablet ditelan, kondisiku tak kunjung membaik. Makanya, aku beralih ke obat konvensional dexamethasone. Alhamdulillah, kini radangku sembuh. Jadi bila boleh request nih, aku berharap di masa mendatang PT Deltomed Laboratories membuat obat herbal yang bisa meredakan radang amandel. Dengan komitmen untuk selalu berinovasi, aku yakin PT Deltomed Laboratories akan mampu menciptakannya, sehingga kalau amandelku kambuh (lagi), aku tak sampai harus dioperasi, hahaha... peace! v^^
***
“Sebagai bagian industri farmasi, Deltomed berkomitmen menjaga kualitas produk. Sistem manajemen mutu Deltomed telah disertifikasi sesuai Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) serta berdasarkan ISO 9001-2008. Produk herbal dari Deltomed juga memperoleh sertifikat halal dari pihak berwenang,” ucap Pak Nyoto, saat kembali menjadi pembicara pada sesi keempat. Kali ini beliau memaparkan proses produksi di pabrik.
Melalui slide yang dipertunjukan di layar, Kompasianer memperoleh gambaran sistem produksi dari awal sampai akhir begitu kompleks. Adapun flow diagram process produksi dimulai dari : storage – extraction – evaporation – mixing – vacuum – tableting – package. Bahan baku pilihan disimpan untuk kemudian dibersihkan [storage], dikeringkan dan disaring [extraction], lalu diuapkan dengan memisah zat terlarut dari bahan pelarut (solvent) sampai kadar air tertentu [evaporation], dilanjutkan proses pengeringan hingga kadar air di bawah 5% selama 45-70 menit [vacuum], proses pengeringan tadi menghasilkan crystal extract yang dibentuk menjadi pil [tableting], tahap akhir adalah pengemasan tablet agar siap dipasarkan [package]. Kesemua tahap produksi tersebut telah melalui pemeriksaan mutu berdasarkan simplisia (sesuai Farmakope Herbal Indonesia). Ah, aku jadi mopeng ikut tur ke pabrik Deltomed, deh. Biar bisa lihat dari dekat proses produksi Kuldon dengan mesin-mesin yang canggih. FYI, selain Kuldon Sariawan, produk herbal keluaran Deltomed antara lain sirup OB Herbal, sirup dan tablet Antangin JRG, permen herbal Antangin, sirup Antangin Junior, obat kuat SrongPas dan SrongPas Endura, pil Tuntas, Rapet Wangi, Antalinu, serta Natur Slim.
***
Tak lama setelah Pak Nyoto turun panggung, sesi tanya-jawab dibuka. Penanya pertama seorang ibu yang (kalau tidak salah) bernama Ngesti. Ibu Ngesti ingin tahu lebih jauh seputar pengeringan tanaman herbal. Pertanyaan Bu Ngesti ditanggapi oleh Pak Abrijanto. Beliau menyampaikan bahwa proses pengeringan adalah tahap terpenting dalam pengolahan tanaman herbal. Bahan alami harus segera dibersihkan, dan dikeringkan sekali saja. Sebab bila berulang kali dikeringkan, khasiatnya bisa hilang. Tanaman herbal yang telah kering, harus langsung diproses lebih lanjut agar tak berjamur yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Ibu Dewi Priandini lalu menambahkan, “Hati-hati, penyimpanan herbal sembarangan, dapat memicu alergi, lho. Terus, karena potensi herbal yang amat besar, kedokteran Korea telah menerapkan bahan-bahan alami dalam pengobatan mereka, termasuk infus. Walau tertinggal, kita nggak mau kalah. Di kampus saya sudah digalakkan penelitian herbal,” pungkasnya.
Joshua (bukan mantan penyanyi cilik) menjadi penanya berikutnya. Pertanyaan yang diajukan Joshua cukup menarik : mengapa namanya Kuldon? Adakah filosofinya?
Berdasarkan pengakuan Pak Nyoto, Kuldon berasal dari bahasa Inggris, tepatnya kata “cooling down”. Jadi, kuldon itu singkatan dari cooling down. Makna Kuldon sendiri adalah meredakan panas dalam. Dinamakan Kuldon supaya “Indonesia banget”. Itulah latar belakang penamaan obat herbal pereda panas dalam produksi Deltomed, Kuldon.
Aldian Saputra yang terpilih sebagai penanya ketiga, menanyakan bagaimana pengolahan tanaman herbal agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Menurut Pak Abrijanto, pengolahan obat herbal itu tidak mudah. Tanaman herbal juga ada yang beracun, contohnya racun bawaan pada kunyit, bila tak diolah dengan baik bisa mengancam kesehatan manusia. Maka dari itu, edukasi pemanfaatan tanaman herbal sama pentingnya dengan pengolahan yang benar/tepat.
Ketiga narasumber, dari ki-ka : Pak Abrijanto, Ibu Dewi Priandini, Pak Nyoto Wardoyo
Dokumen: pribadi
***
Kelar sesi tanya jawab, acara diisi dengan games. Permainan pertama dinamakan Pick Your Herbal (PYH), yakni menemukan herbal apa saja yang termasuk komposisi dari Kuldon. Sebelumnya panitia telah menyiapkan sebuah keranjang kecil berisi aneka tanaman herbal di tiap-tiap meja. Hanya saja, nggak semua tanaman tersebut merupakan formula pembuat Kuldon. Jadi para peserta mesti jeli, bahan mana saja penyusun obat herbal Kuldon. Kelompok yang tercepat dan tertepat jawabannya, menjadi pemenang.
PYH adalah game yang asyik nan seru. Peserta didorong aktif dalam kelompok. Kelompok kami saja sampai ‘keroyokan’ bikinnya. Ada yang bagian memilah, menempel, menggunting doubletip, mendiktekan penjelasan dari makalah, serta menuliskannya di kertas. Aku sendiri kemarin bantu memilah-milih tanaman herbal pembuat Kuldon. Walau kami telah berusaha secepat dan setepat mungkin, bahkan sampai bikin pantun rayuan ‘maut’ segala lho (biar dijadiin pemenang gitu, hehe). Apa daya, dewi fortuna belum berpihak pada Hijau Daun, nama kelompok kami. Kelompok Kuldon-lah yang terpilih sebagai pemenang games PYH.
Permainan kedua adalah menyusun puzzle. Ini game-nya nggak kalah seru, lho. Cara mainnya begini, semua kelompok dibekali setumpuk puzzle. Lalu, ada sejumlah pilihan gambar di layar. Nah, kita disuruh milih, mana diantara gambar-gambar tersebut yang mau disusun puzzle-nya. Hanya saja, puzzle yang ada di kita masih ‘berantakan’. Dalam arti, nggak bisa dipakai langsung untuk menyusun sebuah gambar. Solusinya, kita dituntut melakukan pertukaran puzzle dengan kelompok lain. Makanya pas game ini, semua anggota pada sibuk berkeliling untuk ‘berburu’ potongan puzzle. Peserta pun semakin interaktif. Lagi-lagi Hijau Daun kalah cepat sama kelompok lain. Grup Lengser pun akhirnya yang dinobatkan sebagai pemenang, setelah berhasil menjadi kelompok tercepat dalam menyusun puzzle. Selamat yaa, buat grup Kuldon dan Lengser! Lumayan kan, hadiah godie bag dan payungnya? Hehe...
Grup Kuldon, pemenang permainan Pick Your Herbal (PYH)
Dokumen: pribadi
Grup Lengser, pemenang lomba menyusun puzzle
Dokumen: pribadi
Berikutnya mbak Veve mengumumkan satu peserta beruntung yang memperoleh free pass langsung ke Deltomed Factory di Solo. Who was he/she? Dialah pak Dzulfikar yang sukses menjadi Kompasianer dengan live tweet terbanyak, mengalahkan puluhan peserta lainnya. Kereeen sangat, Pak! Nggak sia-sia ya, jempol bapak bengkak karena nge-tweet terus. Ganjarannya tiket emas, bo! Berarti tinggal sembilan slot nih, untuk perjalanan gratis ke Solo. Semoga aku salah satu diantaranya *berdoa khusyu :D
Ini dia orangnya yang mendapat free pass, Mr. Zulfikar
Dokumen: pribadi
Mendekati penutupan acara, mbak Veve mengumumkan hal yang dinanti-nanti para peserta. Pengumuman doorprize, hahaha! Penyelenggara berbaik hati banget, menyediakan tiga buah doorprize untuk tiga peserta yang beruntung. Syarat untuk mendapatkannya cuma satu : tidak boleh meninggalkan ruangan sebelum acara selesai. Soalnya bila sudah keluar, maka hadiahnya dinyatakan ‘hangus’. Sayang banget kan? Berikut ini wujud/rupa Kompasianer yang beruntung mendapatkan sebuah ponsel seharga sekitar satu juta rupiah. Wah, selamat yaa!
Pak Nyoto berpose dengan 2 pemenang doorprize. Pemenang yang satunya lagi (maaf) tak kejepret
Dokumen: pribadi
Usai pembagian doorprize adalah waktunya ber-selfie ria, alias seluruh Kompasianer berpose dengan para pengisi acara. Habis itu, acara workshop edukasi tentang sariawan resmi berakhir. Kompasianer pun dipersilakan menikmati hidangan makan siang yang disediakan. Aku bersyukur menjadi salah satu peserta workshop. Soalnya nggak sedikit ilmu yang kupetik, khususnya mengenai sariawan dan obat herbal. Dari acara ini pula, aku dapat kenalan baru sesama Kompasianer.
Pose bersama di akhir acara
Dokumen: twitter Kompasiana (@kompasiana)
Terima kasih Deltomed dan Kompasiana! Dinanti yaa, acara Kompasiana Nangkring bareng berikutnya. Akhir kata, mari sama-sama berseru lantang : bebas sariawan dengan herbal! Kuldon Sariawan, obat herbal terstandar!
Sumber referensi yang melengkapi tulisan ini :
- makalah (materi) Workshop Edukasi tentang Sariawan
- artikel “Potensi Tanaman Obat Indonesia Nomor Dua Dunia”, http://medan.tribunnews.com/2013/07/03/potensi-tanaman-obat-indonesia-nomor-dua-dunia
- dokumentasi (foto) dari twitter Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H