Mohon tunggu...
Vita Sophia Dini
Vita Sophia Dini Mohon Tunggu... Lainnya - Busy chasing dreams

Seafood lover yang demen jogging, nonton, dan jeprat-jepret 📷📸 Blog : http://annisarona.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

PT Deltomed, ‘Pohon Tinggi’ di Sebuah Lahan yang Luas

23 Juni 2014   09:24 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:46 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika sebuah pohon ditanam di dalam pot atau di dalam rumah, tidak akan pernah tinggi. Namun akan terjadi sebaliknya, bila ditanam di sebuah lahan yang luas.” - Mochtar Riady, Lippo Group -

Menuju Oslo eh Solo

Akhirnya setelah bersaing dengan 36 kontestan lainnya dalam lomba Tahap II reportase Kompasiana Nangkring Bareng Kuldon, tulisanku yang ini termasuk pilihan juri sehingga aku berhak ikut Kompasiana Visit ke Pabrik Deltomed sekaligus Wisata Solo selama dua hari... yeaaay! Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, Jumat 13 Juni 2014, kami semua janjian bertemu di bandara Soekarno Hatta pukul 06.30 WIB. Aku yang berangkat dari Bekasi sudah jalan dari rumah pukul 4 pagi, biar terhindar dari macet. Satu jam kemudian aku tiba di Terminal 1A. Sisa waktu 90 menit kuhabiskan dengan menunggu di mushola bandara.

Menjelang pukul setengah tujuh pagi, aku keluar dari ‘tempat semedi’ menuju toko roti berinisal PB as meeting point. Di sana sudah ada Pak Sandy perwakilan dari Deltomed, Ibu Ngesti Setyo Murni, Joshua Limyadi, Pak Ben Baharuddin Nur, Pak Ratna Fadli, Pak Thamrin Sonata, dan Pak Adian Saputra. Beberapa menit kemudian menyusul duo admin Kompasiana, Mas Pendi Kuntoro dan Shulhan Rumaru, serta Mas Dzulfikar Al-A’la dan Tubagus Encep. Minus Pak Sandy, total ada 11 orang yang terbang dari Jakarta menuju kota batik, Solo. Sembari menunggu waktu boarding pass, aku bertukar tanya dengan Ibu Ngesti. Ternyata beliau ini sebelumnya pernah jalan-jalan sama Kompasianers (anggota Kompasiana). Tepatnya, event Rally Wisata Bersama New Nissan March ke Sumatera dan Kalimantan. Wah, asyik banget! Sementara bagiku, ini kesempatan perdana nge-trip bareng Kompasianers sekaligus pertama kalinya wisata ke kota Solo. Sebelumnya tiap mudik ke Malang, numpang lewat saja di kota asalnya Pakdhe Jokowi. Belum sampai ngubek-ngubek kota Solo, hehehe.

Sekitar 45 menit sebelum jadwal take off, kami semua boarding pass. Tepat pukul 08.00 WIB rombongan terbang meninggalkan kota Jakarta. Selang 75 menit kemudian, pesawat mendarat mulus di Lanud Adi Sumarmo. Setelah mengantri ambil bagasi, kami menuju pintu luar bandara. Di sana telah ada beberapa orang yang menunggu kedatangan kami. Ada mbak Agatha Nirbanawati perwakilan dari Deltomed, hadir juga ibu Dewi Prihandini yang menjadi narasumber di acara workshop edukasi tentang sariawan 18 Mei lalu, serta mbak Ika Pramono selaku agency yang mengkoordinir kegiatan tur kami. Di bandara pula kami bersua dengan Pak Dwi Suparno, Kompasianer asal Yogyakarta yang ke Solo dengan kereta. Usai di-brifing singkat dan foto bersama, rombongan lekas menuju pabrik Deltomed mengendarai dua minibus.



Rombongan foto bersama di pintu depan bandara Adi Sumarmo

Dokumentasi : pribadi


Sepanjang perjalanan Solo-Sukoharjo-Wonogiri, aku
menikmati pemandangan kota. Dan selama 1,5 jam perjalanan itu, hampir nggak mengalami kemacetan yang panjang. Kalaupun mobil berhenti, paling karena lampu merah saja. Selain tidak macet, kota yang kami lalui relatif bersih dan tertata. Tak heran,ada monumen Adipura di sudut kota Solo dan Sukoharjo. Persamaan dengan kota kelahiranku, Jakarta, paling sehubungan masa kampanye pilpres, di mana hampir setiap jengkal jalanan selalu terpasang spanduk/bendera/baliho capres dan cawapres, hahaha.

Cikal bakal PT Deltomed Laboratories

Jam tangan di kanan kiriku menunjukkan pukul 11.11 WIB kala minibus yang kami tumpangi melewati gapura bertuliskan ”Selamat Datang di Kabupaten Wonogiri”. Tak jauh dari gapura itu, tiba-tiba kendaraan berbelok ke kiri, masuk ke sebuah gang yang hanya muat 1 mobil dan 1 motor. Tidak sampai 500 meter jauhnya dari ‘mulut’ gang, tibalah kami di pabrik PT Deltomed Laboratories. Kesan yang kudapat begitu menginjakkan kaki di tempat itu adalah pabrik megah dengan pemandangan asri berkat rindangnya pepohononan dan rumput yang menghijau.

14036078561539763775
14036078561539763775

Tampak luar pabrik Deltomed

Dokumentasi : pribadi

Oleh mbak Agatha, kami semua diarahkan ke ruang rapat. Tak lama kemudian, Presiden Direktur PT Deltomed Laboratories, Drs. Nyoto Wardoyo, beserta jajaran direktur menyambut kedatangan kami dengan hangat. Setelah itu, Pak Nyoto memperkenalkan direkturnya satu per satu. Ada Dr. Abrijanto SB, M.Si selaku direktur pengembangan bisnis, direktur pengembangan dan penelitian Lilla Kurnia, Gangsar Laksono yang menjabat sebagai direktur sumber daya manusia, Haniyah yang berposisi direktur pengendalian mutu. Pak Nyoto kemudian menyampaikan tujuan kunjungan kami ke pabrik adalah untuk menambah wawasan seputar proses produksi obat-obatan herbal. Tapi sebelum sampai pada bagian proses produksi, Pak Nyoto menerangkan terlebih dahulu profil singkat PT Deltomed Laboratories.

Seperti yang beliau sampaikan kepada kami, Deltomed dirintis melalui usaha rumahan di Banjarmasin (Kalimantan Selatan) pada tahun 1976. Dari sebuah gudang kecil yang beratapkan seng, awal mula roda produksi Deltomed berputar. Alat-alat yang digunakan masih tradisional, proses ekstraksi bahan baku pun secara manual. Terus pabrik dipindah ke Wonogiri pada 1987, dengan luas lahan saat itu masih satu hektar. Tapi kemudian pada tahun 1992 terbit peraturan pemerintah yang mengatur tentang lokasi industri, pabrik pun dipindah lagi. Masih di wilayah Wonogiri juga, tepatnya di Desa Nambangan, Kecamatan Selogiri. Sejak itu ‘kerajaan’ Deltomed dibangun secara bertahap di atas lahan seluas delapan hektar. Mesin-mesinnya pun turut di-upgrade, dari yang tadinya sederhana menjadi mesin modern berteknologi tinggi.

Sekarang home industry tersebut telah tumbuh dan berkembang lebih dari tiga dekade. Menjadi salah satu produsen obat herbal terkemuka di Indonesia yang produk-produknya tak hanya menguasai pangsa pasar dalam negeri, tapi juga telah merambah ke mancanegara, seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Nigeria, Hongkong, Saudi Arabia, dan Amerika Serikat. Sejarah kesuksesan Deltomed bila dirangkum dalam satu kalimat, seperti quote Mochtar Riady di awal tulisan ini. Deltomed yang dulu ‘ditanam’ dalam ‘rumah’, kini menjelma jadi perusahaan besar setelah ‘ditanam’ di atas lahan yang luas.

Demi peningkatan kualitas produk, Deltomed tak sungkan mengadopsi teknologi terkini. Sejak tahun 2010 misalnya, Deltomed mulai memakai teknologi Quadra Extraction System (QES). Teknologi yang diadopsi dari Jerman itu untuk mengekstrasi bahan-bahan alam. Berkat penggunaan teknologi QES, proses produksi yang dilakukan lebih efisien, higienis, volumenya pun meningkat hingga lima kali lipat dari sebelumnya.

“Selain itu, kami menerapkan pula sistem pengolahan obat herbal yang dinamakan Cara Pembuatan Obat-obatan Tradisional yang Baik atau CPOTB sejak tahun 2009. Lalu menyempurnakannya dengan CPOTB terbaru pada 2011 sesuai ketentuan BPOM dan Kementerian Kesehatan. Fasilitas produksi herbal kami juga sudah memenuhi standard Good Manufacturing Product (GMP) serta mendapatkan sertifikat National Sanitation Foundation atau NSF, sehingga produk kami bisa diekspor ke negara-negara di Amerika,” pungkas Pak Nyoto sebelum meninggalkan ruang rapat.

Kentara sekali ya, PT Deltomed benar-benar berkomitmen menjaga kualitas produknya. Lantaran terjamin mutunya itulah, Deltomed pun sudah mengantongi sertifikat halal dari MUI dan ISO 9001-2008.

14034637151253911773
14034637151253911773
1403466076781491451
1403466076781491451

Pabrik Deltomed terkini tampak dari ketinggian, yang menempati lahan seluas 8 ha

Dokumentasi : www.deltomed.com

Sebagai produsen obat herbal yang bahan dasarnya dari alam, tentu Deltomed butuh pasokan yang stabil guna menjamin keberlangsungan proses produksi. Untuk itulah, Deltomed menjalin kerjasama dengan petani setempat sebagai penyuplai bahan baku. Hampir semua tanaman herbal dipasok oleh petani Wonogiri. Namun ada juga beberapa yang didatangkan khusus dari daerah luar, seperti Pasak Bumi dari Kalimantan Selatan. Adapun sistem kerjasama antara Deltomed dengan petani, sebagaimana dijelaskan oleh Pak Gangsar Laksono, “kita sediain bibit dan beri pelatihan penanaman yang baik secara kontinyu kepada kelompok petani binaan kami. Nah, para petani itulah yang mengelola lahan pertanian di daerah masing-masing. Nantinya hasil panen mereka kami beli sesuai harga pasar.”

Dari bincang-bincangku dengan mbak Agatha, Deltomed tak hanya membeli bahan baku mentah dari petani, tapi juga memperhatikan kesejahteraan mereka dengan menyekolahkan putra-putrinya, serta menggelar pengobatan gratis secara berkala. Dengan demikian, kemitraan antara Deltomed dengan masyarakat sekitar tak sebatas kepentingan bisnis semata. Lebih dari itu, Deltomed memberikan sesuatu yang dibutuhkan sekaligus yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar agar mereka dapat hidup berdampingan. Sehingga terjadilah hubungan yang dalam biologi disebut simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) atau hubungan resiprokal (saling berbalasan) di antara keduanya. Itulah wujud tanggung jawab sosial PT Deltomed Laboratories.

Sebelum shalat Jum’at, kami dan pegawai Deltomed menyantap makan siang yang telah disajikan secara prasmanan. Ada ayam goreng sebagai lauk, bakso lengkap dengan mie-nya, sayuran, kerupuk, dan lain-lain. Untuk minuman tersedia air mineral, kopi, teh, dan tak ketinggalan minuman herbal seperti jamu beras kencur dan kunir asem. Makanan ringannya ada bolu, risol, kacang mete, sementara buahnya itu pisang, melon, semangka. Wah, pokoknya komplit deh! Dijamin Kompasianers nggak ada yang kelaparan, hehehe.

Perlakuan yang tepat terhadap tanaman herbal

Kelar ishoma, sesi berikutnya diisi oleh Dr. Abrijanto SB. Di hadapan kami, beliau mendemonstrasikan pengolahan herbal secara sederhana. Dengan bantuan kompor kecil, corong kaca, dan bahan herbal yang sudah dikeringkan, beliau menjalankan praktikumnya. Sebagai informasi, corong kaca itu semacam tabung yang terbuat dari kaca pireks atau kaca lunak. Mengapa corong kaca yang dipilih? Menurut Pak Abrijanto, corong kaca nggak akan melepaskan logam seperti halnya panci biasa atau bahkan gerabah. Sehingga ramuan yang dibikin terjamin bebas dari unsur logam. Namun demikian, sisi lemah dari corong kaca ini yaitu sifatnya yang mudah pecah dan mudah panas. Untuk menyiasatinya, Pak Abrijanto menggunakan kawat kasa sebagai penghalang corong kaca bersentuhan langsung dengan api dari kompor kecil.

Lantas kami memperhatikan dengan seksama saat Pak Abrijanto memanaskan air, memasukkan bahan satu per satu seperti daun thymi, daun saga, akar alang dan akar manis, lalu menutupnya agar uap air tak menguap begitu saja. Kemudian ia memberikan penjelasan tentang perebusan, “Ini direbusnya 60 derajat celcius. Supaya apa? Supaya kuman-kumannya terbunuh, tapi di saat bersamaan khasiatnya terjaga. Soalnya kalau dipanaskan dengan suhu lebih tinggi, zat aktifnya nanti hilang. Padahal zat aktif inilah yang menentukan khasiat herbal yang kita rebus. Maka dari itu, kita mesti cermat mengolahnya.”

Beberapa menit kemudian Pak Abrijanto menyudahi pemanasan ramuan obat batuk itu. Air rebusan yang tadinya bening, telah berubah menjadi kecoklatan. Pak Abrijanto lalu menyampaikan bahwa ramuan yang baru selesai direbus, butuh waktu 1-2 jam untuk didinginkan agar siap dikonsumsi. Bila tak ingin langsung dikonsumsi, sebaiknya ramuan disimpan di dalam botol atau wadah tertutup lainnya agar tidak ditumbuhi jamur atau mikroorganisme yang membahayakan. Lebih lanjut, ia mengatakan perbedaan proses produksi di pabrik dengan pembuatan ramuan herbal secara mandiri terletak pada cara pengolahannya. Kalau bikin sendiri kan prosesnya meliputi CRM/S (cuci-rebus-langsung minum atau simpan dulu) saja. Sementara proses produksi di pabrik mesti melalui tahap-tahapan rumit, sesuai standar yang ditetapkan (CPOTB, GMP dan NSF) agar layak edar dan aman dikonsumsi.

Pak Abrijanto lalu meyakinkan kami bahwa kami dapat mempraktekan sendiri di rumah. Asalkan bahan herbalnya dalam kondisi kering atau yang biasa disebut simplisia. Nah, simplisia itu dipotong kecil-kecil, terus dibersihkan, ditakar, baru deh direbus dengan corong kaca dalam suhu 60 derajat celcius selama beberapa menit saja, sampai matang atau warna airnya berubah. Kalau mau mengandalkan tanaman herbal sebagai pengobatan keluarga, kuncinya adalah pengolahan yang cermat. Dimulai dari pencucian tanaman dari kotoran dan tanah, pengeringan melalui oven atau dijemur di bawah sinar matahari, pencucian kembali sebelum direbus untuk memastikan tanaman terbebas dari jamur atau debu yang menempel. “Jadi, sterilisasi itu penting sekali. Itu yang pertama. Kalau mencucinya nggak sampai bersih, bisa jadi partikel lain masih menempel. Khasiatnya jadi berkurang kan? Yang kedua, takarannya mesti pas atau tepat. Kelebihan sedikit aja, khasiatnya juga bisa berkurang,” tukas pria berkacamata itu. Wuiiih, mendengarkan paparan Pak Abrijanto tuh makin menambah wawasan kami, deh. Kami jadi tahu gimana cara yang tepat dalam mengolah herbal, kapan sebaiknya diminum, atau bagaimana cara menyimpannya agar tahan lama.Selain itu, tanaman herbal relatif mudah didapat, bisa ditanam sendiri di rumah. Khasiatnya yang setara dengan obat-obatan kimia, namun dengan efek samping lebih kecil, menjadikan tanaman herbal cocok sebagai pengobatan alternatif keluarga.

14034661571571594826
14034661571571594826

Pak Abrijanto mendemonstrasikan pengolahan herbal secara sederhana

Dokumentasi : pribadi

Standar Mutu Produk Deltomed

Sebelum melihat isi pabrik, Bu Haniyah memberi pembekalan kepada kami seputar Standar Mutu Obat Herbal. Menurutnya, nggak semua tanaman bisa dijadikan obat tradisional. Ada sejumlah faktor yang menentukan layak tidaknya tanaman dipakai untuk pembuatan obat herbal. Pertama, faktor biologis diantaranya interaksi tanaman obat dengan lingkungan, flora dan fauna sekitar. Kedua, faktor lain seperti iklim, kelembaban, angin, curah hujan, tanah, genetik, budidaya dan perlakuan pasca panen. Lebih lanjut Bu Hani menjelaskan, sebelum menerima simplisia dari petani, pihaknya memastikan simplisia tersebut bebas dari jamur, tidak terpapar logam berat, mikroba, dan zat berbahaya lainnya. Bila ditemukan simplisia yang terkontaminasi, langsung kami musnahkan. “Kami nggak bisa tawar-tawar atau ambil resiko dengan menerima bahan yang nggak sesuai standar. Sebab, itu kaitannya dengan menjaga kepercayaan konsumen,” ujar wanita yang berkerudung kuning dan berkacamata.

Selain itu, simplisia juga mesti bebas dari serangga, kotoran hewan, tak boleh menyimpang warna dan baunya, tak boleh berlendir dan bercendawan atau tanda-tanda pengotoran lainnya. “Pengawasan mutu simplisia dilakukan untuk mengidentifikasi reaksi kimia terhadap lignin, tanin, alkaloid, fenolik, dan sebagainya. Juga bahan organik asing, kadar abu, uji mikrobiologi, zat marker seperti temulawak, jahe dan kayumanis,” tandas direktur pengendalian mutu itu. Dengan demikian, Deltomed memiliki standar baku yang tetap, yang tak bisa ditoleransi apabila ada poin-poin yang belum terpenuhi. Salah satu cara menjaga kepercayaan masyarakat adalah dengan berpegang teguh pada standar baku tersebut. Dua jempol dah buat Deltomed!

140346619977331528
140346619977331528

Bu Haniyah sedang menyampaikan materi Standar Mutu Produk PT Deltomed Laboratories

Dokumentasi : pribadi

Menyaksikan langsung alur produksi obat herbal

Menjelang sore, kami diajak ke pabrik untuk melihat langsung proses produksi di sana. Tapi dengan syarat, tak boleh memotret segala apa yang dilihat. Kami hanya boleh membawa buku catatan (notes). Maka dari itu, foto-foto dalam pabrik yang ada di artikel ini berasal dari sumber sekunder. Semoga dizinkan oleh Deltomed, untuk menggunakan foto-fotonya, hehe.

Perjalanan menuju pabrik, kugunakan untuk mengamati pabrik seluas delapan hektar itu. Gedungnya megah, terbagi ke dalam beberapa bagian sesuai fungsinya. Di halaman depan terdapat plang besar yang terpampang visi, misi dan kebijakan mutu Deltomed. Di sebelah kiri plang, tegak sebuah patung wanita penjual jamu. Di kiri-kanan jalan setapak, tumbuh rerumputan dan aneka tanaman obat. Sementara di dekat gerbang utama, berdiri pos penjagaan yang mengawasi keluar masuknya tamu maupun karyawan. Kesimpulannya, pabrik Deltomed adalah kompleks bangunan yang tertata rapi, bersih, sekaligus asri.

1403608191383117980
1403608191383117980

Visi, Misi dan Kebijakan Mutu PT Deltomed Laboratories

Dokumentasi : pribadi

Tahap produksi paling awal yang kami saksikan adalah proses perlakuan simplisia di gudang pencucian bahan baku. Ketika itu, simplisianya berupa jahe kering berkarung-karung, yang tiap karungnya seberat 50 kg. Pantas saja begitu masuk gudang, aroma jahe menguar begitu kuat. Setelah dipastikan tidak terpapar jamur, mikroba, logam berat, serta kadar airnya di atas 10%, simplisia tadi dicuci dalam bak besar panjang yang (sepertinya) terbuat dari aluminium. Simplisia kemudian diaduk dengan mesin, lalu disaring agar terpisah dari bahan organik asing yang masih menempel. Proses selanjutnya simplisia dibilas, dan dianginkan mengikuti alur mesin. Hasil pembilasan ditampung di nampan-nampan untuk dikeringkan dalam ruang oven bersuhu 60 derajat Celcius.

Simplisia yang telah selesai di-oven selama 5-6 jam, masuk tahap kedua yakni ekstraksi atau penyulingan tanaman yang dikeringkan (simplisia) guna diambil sari-sarinya. Penyulingan ini berlangsung di ruang perkulasi, di mana ada sejumlah tangki yang disebut perkulator. Dalam tangki tersebut potongan-potongan kecil tanaman diproses untuk diambil sarinya. Proses penyulingan tadi memakan waktu sekitar 1,5 jam untuk setiap 400 kg simplisia. Setiap harinya Deltomed mampu mengekstraksi sekitar 2,4 ton bahan baku, lho. Nah, hasil ekstraksi yang berupa sari-sari tanaman itulah bahan dasar pembuatan tablet dan obat cair.

140346625332913
140346625332913

Proses ekstraksi simplisia di ruang perkulasi

Dokumentasi : www.deltomed.com

Tahap ketiga itu evaporasi, yakni pemisahan antara zat terlarut dari bahan pelarut (solvent) sampai kadar air tertentu. Fase konsentrasi pada evaporasi menggunakan sistem vakum hingga 150 mbar (titik didih air di bawah 60 derajat Celcius). Pada tahap inilah hasil ekstraksi dipisah menjadi dua jenis, likuid (obat cair) dan solid (tablet). Likuid misalnya, sari-sari simplisia direbus oleh mesin canggih untuk selanjutnya diproses menjadi obat cair, seperti Antangin JRG. Pembuatan obat cair ini amat steril, lho. Soalnya obat cair itu rawan terkontaminasi, makanya kudu bebas dari sentuhan tangan manusia. Sementara yang jenis solid, sari-sari simplisia disalurkan ke mesin vacuum belt dryer untuk dikeringkan sampai kadar airnya di bawah 5%. Pengeringan ini dilakukan secara kontinyu dengan teknologi steam jet ejector selama 45-70 menit. Hasil pengeringan ini berupa crystal extract yang kelak dibentuk menjadi pil atau tablet, seperti Kuldon Sariawan.

1403466307205222631
1403466307205222631

Tangki-tangki berukuran raksasa di ruang evaporasi

Dokumentasi : www.deltomed.com

Tablet dan obat cair yang telah diproses di lantai dua gedung, kemudian dialirkan ke lantai satu dengan mesin biar dicek oleh petugas quality control (QC). Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan apakah ada kebocoran pada obat cair, lalu volumenya sudah tepat atau belum. Oh ya, ketika obat cair baru saja didistribusikan ke lantai bawah, kami dibolehin icip-icip gratis Antangin yang masih hangat, bersuhu sekitar 50 derajat Celcius. Begitu meminumnya, tenggorokan dan perut terasa nyeeesz gitu, hehe.

14034663441491002101
14034663441491002101

Petugas QC menjalankan tugasnya di ruangan yang steril

Dokumentasi : www.deltomed.com

Kelar diperiksa QC, tahap berikutnya adalah pengemasan obat agar siap dipasarkan [package]. Sebelum dikemas ke dalam bungkus kertas, plastik maupun dus kecil berbentuk kotak, tablet/sirup sachet mesti melalui proses filling, yakni obat dipilah sesuai etiket merek dengan mesin otomatis. Tahapannya begini, tablet Kuldon Sariawan yang selesai dibentuk, diberi kaver, lalu dicek ada nggak yang kosong/terlewat. Bila tak ada, masukin ke mesin filling, dari yang tadinya satu strip 20 tablet. Agar sesuai etiket merek, 20 tablet itu dipotong menjadi 5 strip dengan masing-masing strip berisi 4 tablet. Tanggal kadaluarsa produk (expire date) muncul otomatis setelah obat di-filling. Terus di-bundling deh, jadi 10 strip per kotak. Itu pengemasan obat jenis tablet atau cair yang sachet.

14034663901003160368
14034663901003160368

Mesin filling di pabrik Deltomed

Dokumentasi : www.deltomed.com

Pengemasan obat cair botol, beda lagi. Setelah diproses di lantai 2, obat cair dialirkan ke lantai 1 biar dimasukin ke dalam botol. Botol sirup yang telah tertutup disalurkan ke keranjang untuk diberi kemasan. Petugas QC kemudian mengambil 1-2 botol sebagai sampel. Bila ditemukan pertumbuhan mikroba, pihak laboratorium akan langsung menahan produk bermasalah itu, lalu menghentikan penggunaan pasokan bahan baku dan menggantinya dengan bahan baku lain yang lebih berkualitas. Namun bila tak diketemukan mikroba, berarti produk dinyatakan aman konsumsi sehingga siap untuk diembalase (pengepakan barang sebelum dikirim). FYI, dalam sehari Deltomed memproduksi sekitar 300 ribu bungkus obat cair sachet, 300 ribu bungkus obat herbal tablet, dan 30 ribu botol obat herbal cair, lho. Wow, banyak sekali yaa!

Pengawasan proses pengepakan juga diperhatikan oleh Deltomed. Misalkan nih, satu kotak yang berisi 10 strip Kuldon Sariawan berat bersihnya 10 gram. Pas dilakukan pemeriksaan, nemu satu kotak yang isinya cuma 9 strip dengan berat 9 gram. Nggak sesuai etiket merek kan? Kalau gitu, kotak yang isinya nggak sesuai takaran, dipisah untuk kemudian digenapin lagi menjadi 10 strip dengan berat 10 gram. Begitulah penjelasan yang kutangkap dari Pak Adhi Surya, manajer produksi yang memandu kami berkeliling pabrik. Dan sepanjang pengamatanku, buruh-buruh pabrik pada terampil, lho. Mereka cekatan sekali mengoperasikan mesin filling, memasukkan obat ke dalam kemasan, dan mengepaknya. Selain itu, mesin pendistribusi obat dari lantai satu ke lantai dua terletak di ruangan yang steril, dilengkapi kaca pembatas. Petugas operator mesin pun melindungi dirinya dengan pakaian khusus serba putih.


14034664311038529913
14034664311038529913

Buruh pabrik yang cekatan dalam bekerja

Dokumentasi : www.deltomed.com

Rombongan kemudian beranjak ke gedung sebelah, laboratorium. Unit yang berada di lantai 2 itu memiliki sejumlah ruangan dengan fungsi yang berbeda-beda. Di sebuah ruangan misalnya, tampak alat pengetes daya tahan tablet. Entah disebut apa, tapi bentuk alatnya mirip wheel (putaran roda hamster untuk berlari). Tablet dibanting-banting dalam wheel itu. “Ketika obat didistribusikan dengan truk, bisa aja kan medannya nggak rata. Nah, alat ini untuk mengetahui obatnya gampang hancur atau tidak,” kata Bu Hani menjelaskan fungsi wheel.

Di ruangan berikut, ada beberapa lemari pendingin (kulkas) yang menurut Bu Hani sebagai tempat penyimpanan/pengawetan formula obat. Terus ada ruang instrumen 1-3, ruang retain sample, serta ruangan lain dengan beberapa orang sedang tekun bekerja di dalamnya. Walau pekerja di laboratorium tak sebanyak gedung sebelah, namun kesibukannya tetap sama. Bayangkan saja, tiap 10 menit sekali petugas QC datang dari unit sterilisasi, perkulasi, evaporasi maupun pengemasan, sambil membawa sampel untuk dikaji. Dengan demikian, setiap tahap proses produksi betul-betul diawasi secara ketat oleh laboratorium. Hal itu menandakan komitmen Deltomed dalam menjaga kualitas produk-produknya. Terbukti orientasi Deltomed terhadap mutu dan kepuasan konsumen tak sebatas lips service yang tercantum di plang belaka, mereka mengimplementasikannya juga di lapangan.

'Benang merah' dari kunjungan langsung ke pabrik Deltomed ini adalah rantai proses produksi dikerjakan dalam satu atap, secara integrasi, dan tanpa putus. Hampir semua tahapan produksi obat menggunakan mesin berteknologi tinggi. Hanya tahap pengemasan saja yang manual, dikerjakan oleh ratusan pasang tangan manusia. Aku yang terkadang tanpa sengaja menjatuhkan tablet, lalu membuangnya ke tempat sampah. Jadi tersadar bahwa di balik tablet yang ukurannya kecil, terkandung proses panjang nan kompleks dalam pembuatannya. Kuharap ke depannya, aku dapat lebih berhati-hati kala memegang tablet sebelum diminum. Paling tidak, itulah caraku mengapresiasi perjuangan petani, kerja keras mesin, dedikasi para staf dan buruh pabrik, yakni dengan tidak menyia-nyiakan tablet hasil jerih payah mereka. Semoga tidak terdengar lebay ya, hehe.

Usai kunjungan langsung ke pabrik, kami kembali ke ruang rapat. Beberapa Kompasianers ada yang menanyakan lebih lanjut tentang proses produksi yang baru saja disaksikan bersama. Setelah dapat penjelasan yang cukup dari Pak Abrijanto dan Ibu Hani, waktunya kami berpamitan. Tapi sebelum beranjak dari gedung manajemen Deltomed, kami semua dibekali bingkisan menarik yang diserahkan secara simbolis kepada Dzulfikar Al-A’la. Setelah itu, kami pun meninggalkan Kabupaten Wonogiri menuju kota Solo. Destinasi berikutnya adalah toko Arum Sari, yang berlokasi di Jl. Moh Yamin No 130 Tipes, Solo. Toko tersebut menjual beraneka ragam produk herbal seperti jamu, obat herbal, tanaman herbal kering (simplisia), dan sebagainya. Harga yang ditawarkan cukup terjangkau. Hanya dengan 20.000 rupiah saja, aku bisa memboyong oleh-oleh, seperti beberapa bungkus permen herbal, jelly, dan kulit jeruk kering.


1403609561993071866
1403609561993071866

Produk herbal di toko Arum Sari

Dokumentasi : pribadi

Puas berbelanja produk herbal, rombongan check in di Griya Teratai, tempat kami menginap. Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, agenda berikutnya adalah berkunjung ke Goela Klapa. Restoran yang berlokasi di Jl. Mentri Supeno No. 3 dan berdekatan dengan Stadion Manahan ini, menjadikan kuliner khas Nusantara sebagai andalannya. Begitu memasuki tempat parkir, Goela Klapa dilihat dari luar terasa klasik, seperti rumah pada zaman Belanda dahulu. Di halaman depan juga ada sepeda onthel dan senapan laras panjang antik. Beberapa Kompasianers memotret diri dengan gaya bak kompeni sebelum masuk ke dalam restoran. Setelah itu, kami semua memesan makanan dan santap malam bersama, lalu kembali ke hotel untuk beristirahat.

Tur hari pertama begitu menyenangkan. Memperluas wawasan dengan factory visit ke pabrik Deltomed,  belanja oleh-oleh herbal di gerai Arum Sari, dan santap malam di Goela Klapa. Keesokan harinya, kami melanjutkan tur ke sejumlah tempat wisata. Ingin tahu ceritanya, silakan mampir ke mari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun