Kedua, selain tes ketahanan fisik, ajang lari itu sebagai tes kejujuran juga, lho. Tidak semua event lari memiliki jumlah pengawas lomba yang memadai dan merata persebarannya. Sehingga ada saja kemungkinan bagi pelari untuk ‘memotong’ jalan biar cepat finish agar memperoleh medali yang terkadang jumlahnya terbatas. Dan, memang di beberapa event yang race marshal-nya minim, aku sering melihat ‘oknum’ pelari yang ‘motong kompas’. Di saat seharusnya baru putar balik di Halte busway Karet misalnya, ada yang sudah memutar di Bunderan HI. Wieew... motong jalurnya banyak banget kan? Jadi sejatinya, finisher medal itu apresiasi bagi runners yang kuat fisik sekaligus mental. Sebabbukan perkara mudah, menampik godaan ‘jalan pintas’ yang tersaji di depan mata. Tanpa bermaksud memuji diri sendiri, Alhamdulillah aku belum pernah ‘memotong’ rute lari. Bagiku tak masalah kehabisan medali, karena memang selama ini aku memandang medali hanya sebatas ‘bonus’ dari keberhasilanku menyelesaikan tantangan lomba. Namun andaikan suatu hari nanti aku tergoda untuk mengambil ‘jalan pintas’, lalu memajang foto di medsos dengan medali hasil kecuranganku. Aku membayangkan, diriku tak akan bahagia. Karenanya, aku amat berharap hal itu tak’kan pernah terjadi. So it doesn't matter how fast or how slow you are, get medal or not, just RUN and FINISH what you have started.
My medals and I. Di foto, koleksi medaliku ‘baru’ empat dari enam event. Kini jumlah medaliku tujuh dari sepuluh ajang yang diikuti. Berharap, semoga medali ke-8 kuperoleh dari Jakarta Marathon 5K esok hari. Aamiin :)
Dokumentasi : pribadi
#MariLari #FinishStrong (ง'̀o'́ )ง
NB : Tulisan ini diikutkan dalam lomba ini
