Mohon tunggu...
Annisa Rohmayanti
Annisa Rohmayanti Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pendidikan Biologi - UIN Sunan Kalijaga

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pandangan Bioetika dan Islam Mengenai Produk Pangan Hasil Rekayasa Genetika (GMO)

12 Juni 2023   00:44 Diperbarui: 12 Juni 2023   01:19 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menciptakan banyaknya perubahan dari berbagai bidang. Perubahan tersebut terus terjadi seiring dengan kemampuan manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk berinovasi serta menghasilkan metode dan produk baru. Salah satunya yaitu produk pangan hasil modifikasi, seperti buah-buahan tanpa biji. Kemunculan buah-buahan tanpa biji ini telah beberapa kali diungkapkan oleh beberapa orang melalui media sosial. Salah satunya yaitu akun media sosial TikTok bernama @inspirasi_tanaman_buah pada pada Minggu (28/05/2023). Akun tersebut mengungkapkan

“Seiring berjalannya waktu, buah-buahan sekarang ini sudah tidak ada bijinya lagi, baik dari pepaya, jambu, black sapote, mamey sapote, dan lainnya”  

Selain itu, akun tersebut kemudian turut mengungkapkan kebingungannya mengenai kehalalan dari buah-buahan tak berbiji tersebut. Hingga Minggu (11/06/2023), postingan itu telah dilihat sebanyak 793 ribu penonton dan dilike sebanyak 13,3 ribu oleh pengguna media sosial TikTok lainnya. Berdasarkan postingan tersebut, kemudian muncul pertanyaan mengapa akun tersebut mepertanyakan kehalalan buah-buahan tanpa biji. Apakah produk tersebut mengandung zat-zat yang tidak halal dan membahayakan. Munculnya pertanyaan tersebut menjadikan pentingnya pembahasan mengenai buah-buahan tanpa biji yang merupakan salah satu produk pangan hasil modifikasi dan bagaimana pandangan bioetika dan islam mengenai buah-buahan tanpa biji tersebut perlu dilakukan.

Beberapa buah-buahan tanpa biji, seperti semangka, anggur, jambu, dan pepaya merupakan contoh dari produk pangan hasil rekayasa genetika atau sering disebut sebagai GMO. GMO atau Genetically modified organism merupakan organisme yang memiliki gen-gen hasil modifikasi menggunakan teknik rekayasa genetika. Rekayasa genetika tersebut digunakan untuk menghasilkan produk yang unggul dan resisten terhadap herbisida, hama, dan serangga. Selain itu, rekayasa genetika juga dapat meningkatkan efisiensi produksi dan nilai tambah, contohnya pada buah tanpa biji tersebut yang mampu dimakan tanpa harus terganggu dengan adanya biji pada buah. Meskipun memiliki dampak positif dan menguntungan, kehadiran produk pangan hasil rekayasa genetika dapat menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan yaitu mempercepat evolusi secara invasive dan persisten, serta menyebabkan kepunahan pada wild type (Tipe liar). Oleh karena itu, perlu adanya etika yang mampu mengatur dan membatasi yang dapat berdampak buruk terhadap alam.

Pandangan Bioetika Mengenai Produk Pangan Hasil Rekayasa Genetika (GMO)

Manusia memiliki kecerdasan yang menjadikannya mampu mencari dan mengembangkan ilmu, salah satunya yaitu mengembangkan produk pangan hasil rekayasa genetika demi kesejahteraan manusia sendiri. Meskipun manusia mampu mengembangkan ilmu sesuai dengan keinginannya, akan tetapi kemampuan tersebut adalah fitrah dan merupakan pemberian-Nya, Tuhan Yang Maha Esa sehingga manusia tetap memiliki tanggung jawab moral yang harus diemban terhadap makhluk hidup dan lingkungan (alam). Hal tersebut hendaknya menjadikan ilmuwan menjadi arif dalam menggunakan metode rekayasa genetika untuk memproduksi pangan. Produk pangan hasil rekayasa genetika yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia hendaknya dihentikan, meskipun berkaitan dengan penelitian dan kemajuan ilmu, serta tantangan baru untuk menciptakan produk baru. Selain itu, tanggung jawab manusia terhadap alam juga harus diperhatikan. Penggunaan teknik rekayasa genetika yang dapat berdampak buruk terhadap lingkungan seperti hilangnya plasma nutfah atau suatu subtansi yang merupakan sumber sifat keturunan yang terdapat dalam setiap kelompok organisme juga harus diperhatikan.  

Adapun beberapa prinsip-prinsip bioetika yang harus diperhatikan ketika ingin memproduksi produk pangan menggunakan teknik rekayasa genetika, diantaranya :

  • Benefit and Harm

Dalam memproduksi produk pangan hasil rekayasa genetika, penting untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan bahaya yang mungkin timbul.

  • Protecting Future Generations

Dalam memproduksi produk pangan hasil rekayasa genetika, pelaku atau ilmuan harus mempertimbangkan apa efek yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

  • Protecting of The Environment, The Biosphere, and Biodiversity

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat kemungkinan produk pangan hasil rekayasa genetika menyebabkan berbagai permasalahan pada lingkungan dan keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan lingkungan ketika akan mengembangkan produk pangan hasil rekayasa genetika.


Pandangan Islam Mengenai Produk Pangan Hasil Rekayasa Genetika (GMO)

Meskipun memiliki banyak manfaat, namun produk pangan hasil rekayasa genetika (GMO) memiliki kontroversi dalam penggunaannya. Salah satunya adalah dari aspek kehalalannya. Produk pangan hasil rekayasa genetika (GMO) dikhawatirkan menjadi haram apabila gen yang digunakan sebagai sisipan berasal dari bagian yang diharamkan, seperti tubuh manusia atau babi.

Oleh adanya kekhawatiran tersebut, Pemerintah kemudian memberikan rambu-rambu yang mengatur tentang penentuan halal tidaknya produk pangan hasil rekayasa genetika. Rambu-rambu tersebut tercantum dalam Fatwa MUI Nomor 35 Tahun 2013 tentang Rekayasa Genetika dan Produknya. Fatwa MUI tersebut menyatakan bahwa hukum dari melakukan rekayasa genetika terhadap hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme adalah mubah (boleh), apabila memenuhi syarat; (a) memberikan kemaslahatan (bermanfaat), (b) Tidak menimbulkan mudharat (bahaya) bagi manusia maupun lingkungan, (c) Gen yang digunakan bukan berasal dari tubuh manusia. Adapun produk pangan, obat-obatan, dan kosmetik hasil rekayasa genetika dianggap halal jika; (a) Bermanfaat, (b) Tidak membahayakan, dan (c) Gen yang digunakan pada produk rekayasa genetika bukan berasal dari yang haram.

Berdasarkan fatwa MUI tersebut maka dapat disimpulkan bahwa selama produk pangan hasil rekayasa genetika yang tidak mengandung bahan yang diharamkan dalam syariah islam maka diperbolehkan untuk dikonsumsi.

Referensi

Prianto, Yuwono., Swara, Yudhasasmita. (2017). Tanaman Genetically Modified Organism (GMO) dan Perspektif Hukumnya di Indonesia. Al-Kauniyah : Journal of Biology, 10 (2)

Sugianto. (2017). Kajian Bioetika Tanaman Transgenik. Mangifera Edu : Jurnal Biologi dan Pendidikan Biologi 1 (2)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun