Mohon tunggu...
Annisa P Pratiwi
Annisa P Pratiwi Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Psikolog Klinis di Charisma Consulting dan ibunda.id. Tertarik dengan kesehatan mental, pengembangan diri dan kepribadian, gaya hidup, mindfulness, compassion, manajemen stres, neuropsikologi, psikologi positif, dan psikologi transpersonal.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Empat Tips Atasi Burnout Selama WFH

24 September 2021   11:49 Diperbarui: 26 September 2021   10:30 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Burnout is not the result of doing too much. It is the result of not getting enough rest."

John Patrick Hickey

Tidak terasa sudah lebih dari 1,5 tahun kita menjalani hidup berdampingan dengan pandemi COVID-19. Bahkan hingga saat ini pemerintah terus memperpanjang Perberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Hal ini tentunya berdampak pada sebagian orang yang sebelumnya sudah mulai dapat beradaptasi dengan Work from Office (WFO), harus kembali lagi beradaptasi dengan Work from Home (WFH). 

Salah satu tantangan dalam WFH adalah jam kerja dan istirahat yang kabur. Kita mengalami kesulitan untuk membuat batas, kapan saatnya produktif dan istirahat karena seluruh aktivitas dilakukan di rumah atau kamar. Kondisi yang tidak menentu dan berkepanjangan ini dapat berakibat pada meningkatnya stres yang dialami para pekerja, bahkan stres kronis tersebut dapat berakhir menjadi burnout.

Menurut American Psychological Association Dictionary of Psychology, burnout adalah kelelahan fisik, emosional, atau mental yang disertai dengan penurunan motivasi dan kinerja, serta sikap negatif terhadap diri sendiri maupun orang lain. 

Burnout merupakan akibat dari kinerja yang berlebihan hingga individu mengalami stres dan ketegangan, terutama saat individu mengerahkan tenaga, baik fisik maupun mental, yang ekstrem dan berkepanjangan atau karena beban kerja yang berlebihan tanpa istirahat yang sepadan.

Berdasarkan penelitian, individu yang rentan mengalami kecemasan pada tingkat lebih tinggi kemungkinan memiliki risiko lebih besar mengalami burnout (Koutsimani, Montgomery, & Georganta, 2019). Gejala burnout menurut Maslach dan Leiter meliputi perasaan negatif terhadap orang lain, berkurangnya kualitas merawat diri, penampilan yang terlihat lelah, menurunnya kontak mata, mudah marah atau tersinggung, serta rendahnya komunikasi (Clay, 2018).

Lalu, apa yang dapat kita lakukan ketika kita mengalami gejala burnout?

1. Relaksasi Napas

Sebelum memulai aktivitas dan berinteraksi dengan rekan kerja, anggota keluarga, atau orang lain, ambillah waktu sejenak untuk relaksasi napas. Anda juga dapat melakukan relaksasi napas saat mulai merasa lelah. Lakukanlah relaksasi napas untuk mengelola stres (Kiss, 2017). 

Hiruplah napas secara lebih perlahan dan dalam melalui hidung selama 4 detik. Kemudian tahan selama 4 detik. Embuskan napas melalui mulut secara perlahan selama 4 detik. Kemudian tahan kembali selama 4 detik. Ulangi hingga Anda merasa lebih tenang dan nyaman.

2. Bersyukur

Bersyukur dapat membantu individu merasa lebih positif, menikmati pengalaman yang menyenangkan, meningkatkan kesehatan, mengatasi kesulitan, dan membangun relasi yang kuat (Kiss, 2017). Anda dapat mulai menulis 3 hal yang dapat Anda syukuri setiap harinya dalam jurnal syukur. Mulailah dari hal-hal sederhana yang dapat Anda syukuri. 

Misalnya Anda masih dapat menghirup udara segar di pagi hari, makan siang dengan makanan kesukaan Anda, atau menikmati kopi favorit Anda di pagi hari. Anda juga dapat menuliskan terima kasih kepada diri Anda sendiri karena telah berusaha melakukan hal-hal baik hari ini atau menyampaikan rasa terima kasih Anda kepada orang yang telah berbuat baik kepada Anda.

3. Kelola Pikiran Negatif

Pikiran negatif dapat memengaruhi kesehatan mental maupun fisik. Sering kali pikiran negatif datang karena adanya miskonsepsi atau terbatasnya informasi yang kita miliki. Kita lebih berfokus pada hal-hal yang membuat diri kita merasa frustrasi akan suatu situasi yang telah atau bahkan belum terjadi, menyalahkan diri sendiri, mudah tersinggung, dan memperbesar masalah dengan berasumsi tentang kemungkinan terburuk yang akan terjadi (Kiss, 2017). Ketika pikiran negatif muncul, tulislah pikiran tersebut di kertas. 

Kemudian, fokuslah pada solusi. Tanyakan kepada diri Anda, "Apa yang dapat saya lakukan saat ini untuk mengatasi pikiran tersebut?". Lalu, buatlah strategi atau rencana dan lakukanlah. 

Latih juga diri Anda untuk menggunakan growth mindset (pola pikir bertumbuh) dengan pertanyaan reflektif, "Situasi ini mengajarkan saya apa ya? Lalu, kualitas positif apa yang bertumbuh di dalam diri saya melalui situasi ini?".

4. Berlatih Mindfulness

Mindfulness merupakan latihan agar kita dapat menyadari pengalaman di sini-kini dengan penuh penerimaan dan tanpa penghakiman (Stah & Goldstein, 2010). Mindfulness mengajarkan kita untuk berlatih single tasking, melakukan satu aktivitas dalam satu waktu (Kiss, 2017). 

Misalnya saat sedang mengerjakan tugas, sering kali kita melakukan aktivitas lain seperti membuka media sosial, bermain games, makan, atau mengobrol dengan rekan kerja. 

Dengan mindfulness, kita belajar untuk beraktivitas dengan penuh kesadaran. Menyadari tugas apa yang sedang kita kerjakan dan apa yang sedang kita ketik sehingga hasil kerja kita pun lebih optimal.

Informasi tips di atas tentu akan lebih terasa manfaatnya apabila Anda menerapkannya dalam keseharian. Apabila Anda sudah melakukan tips tersebut, namun kondisi diri Anda semakin memburuk sehingga Anda mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, merasa sulit untuk tetap fokus dan produktif dalam bekerja, muncul hambatan dalam menjalin interaksi sosial, bahkan muncul pikiran atau upaya untuk menyakiti diri sendiri dan orang lain, segeralah berkonsultasi dengan psikolog klinis atau psikiater terdekat di kota Anda.

Semoga informasi ini bermanfaat. Tetap patuhi protokol kesehatan dan terapkan gaya hidup sehat. Stay safe and healthy.

Referensi

  • American Psychological Association Dictionary of Psychology. Diakses di sini
  • Clay, R. A. (2018). Are you burned out? Here are signs and what to do about them. CE Corner American Psychological Association, 49(2).
  • Kiss, T. L. (2017). Fighting burnout with SELF care. Nursing Critical Care, 12(2), 6-9. doi:10.1097/01.CCN.0000511832.80334.09
  • Koutsimani, P., Montgomery, A., & Georganta, K. (2019). The relationship between burnout, depression, and anxiety: A systematic review and meta-analysis. Frontiers in Psychology, 10, 284. doi:10.3389/fpsyg.2019.00284
  • Stahl, B., & Goldstein, E. (2010). A mindfulness-based stress reduction workbook. Oakland, CA: New Harbinger Publications, Inc.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun