Mohon tunggu...
Annisa Oktaviani Abkha
Annisa Oktaviani Abkha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN PEKALONGAN (2120303)

IAIN PEKALONGAN

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berfikir Tentang Dunia Dalam Filsafat

10 Juli 2021   23:42 Diperbarui: 11 Juli 2021   09:23 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam Kehidupan kita di dunia ini sangat penting untuk kita untuk memiliki pemikiran yang "kritis" Apa itu kritis ? Orang-orang beranggapan bahwa kritis merupakan sikap berfikir atau tindakan untuk mencari kesalahan orang lain,Jadi orang yang suka mendebat orang lain itu disebut orang yang memiliki  pemikiran secara kritis,hal itu jelas tidak benar karena berfikir kritis adalah berfikir secara teliti, cermat dan seksama.tidak semua filsafat yang kita pelajari membantu dunia ini berfikir secara cermat,dan seksama  Secara umum filsafat memang dianggap mampu mengambil peranan untuk menumbuhkan pemikiran berfikir secara kritis,tapi kenyataanya tidak selalu demikian,banyak aliran, tapi tidak semua aliran filsafat itu betul-betul berfaedah. Mengapa demikian? Karena sebagian corak filsafat yang berkembang dewasa ini sudah keluar dari khittahnya, yakni sebagai sarana bagi pencari kebijaksanaan dan pencari kebenaran.Filsafat secara umum yang kita warisi dari barat itu cerminan dari "cinta kebijaksanaan" (Philosophia) tetapi filsafat modern "mainstream" yang belakangan ini dominan itu justru tidak membawa kita kepada cinta kebijaksanaan tetapi "benci kebijaksanaan" atau yang kita sebut dengan "misosophia" (Syed Husein Nasr) sebagai contoh : ada orang yang mengatakan tidak ada kebenaran, kebenaran adalah illusi atau tidak ada realitas dunia kecuali dalam benak manusia. Tidak ada bumi,tidak ada langit dan tidak ada bebatuan,yang ada pikiran kita tentang bebatuan itu,  ini semua itu  tidak membantu kita memahami dunia corak filsafat seperti ini disebut irrealisme,irrealisme adalah corak filsafat yang menolak realitas diatas diluar diri manusia dan jika ada skandal dalam filsafat maka sekandal terbesarnya adalah keluar dari pencarian tersebut. Kita perlu keluar dari " misosophia"  semacam itu, dan kita perlu kembali pada "philosophia" yakni iktiar untuk mencari kebijaksanaan dan meraih kebenaran.namun hasil ikhtiar epistemic ini untuk mencari kebijaksanaan dan meraih kebenaran  bisa keliru, maka dari itu manus dituntut untuk mempunyai "intellectual humility",tetapi  tidak semua pencarian atau pengetahuan kita terhadap kebenaran itu sama kelirunya, maksudnya bahwa pencarian kita atau pengetahuan kita terhadap kebenaran memang bisa keliru tetapi tidak semua  diantara pengetahuan-pengetahuan  yang ada, ada yang keliru pasti ada yang benar ,jika semua pengetahuan benar dan tidak keliru tidak perlu ada orang yang bersekolah mencari kebenaran, maka kita  sebagai orang yang hidup di dunia ini memang dituntut untuk memiliki kemampuan berfikir secara kritis apapun profesi kita.

Dunia ini memang real tidak bisa di sangkal,sebagian filusuf ada yang mengatakan bahwa dunia ini tidak ada yang ada hanya pikiran kita tentang dunia orang-orang atau filusuf semacam itu disebut sebagai kaum shofis,definisi kaum shofis yang sekarang adalah orang yang pandai berbicara  menggunakan pikirannya untuk mencari uang untuk mencari jabatan sehingga yang dicari dan yang diucapkan itu bukan kebenaran tapi dia bisa mengucapkan apapun asal dia bisa mendapatkan uang atau jabatan,filusuf yang sejati justru tidak begitu,ada lagi pemikiran tokoh filsuf yaitu Gorgias yang mengatakan bahwa dunia atau realitas  tida ada yang ada hanya pemikiran kita tentang dunia,namun ibnu sinah menanggapi gagasan gorgias ibnu sina mengatakan "kalo memang anda tidak mengakui adanya realitas diluar diri manusia ya sudah saya lempar anda ke kandang singa",maka dari itu memang tidak semua filsafat itu bermanfaat kita perlu hati-hati karena ada aliran yang tidak berfaedah da nada yang berfaedah. Kita kembali pada pembahasan sebelumnya, bahwa dunia itu real ?  Mengapa disebut Real ? karena dia bisa diindra atau dia punya efek, sesuatu yang disebut real mempunyai dua ciri : bisa diindra dan mempunyai efek atau mempengaruhi, namun sesuatu yang punya efek tidak selalu bisa diindrakan , Misalnya "Cinta" apakah kita bisa melihat Cinta ? tentu saja tidak, Namun yang bisa kita lihat itu efeknya,efek ketika kita merasa dicintai atau mencintai,Tuhan tidak bisa diindra yang kita bisa indra  efeknya yaitu dunia ini diciptakan oleh tuhan,jadi tidak semua hal yang  real bisa dilihat oleh mata kita.

Jadi penting kita untuk mempunyai kesadaran bahwa  kita berada didunia ini saat berpikir,kita mesti mempunyai kepekaan karena kita bagian dari dunia ini,dan saat berfikir juga harus benar tentunya benar dalam memperhitungkan realitas dunia ini mengapa demikian ? karena ketika kita berfikir,fikiran kita akan diuji dengan realitas. Karena dunia ini real kita tidak bisa menyangkalnya. Sesungguhnya pikiran kita mempunyai efek atau dampak, apabila kita mempunyai fikiran dan menyampaikan fikiran kita terhadap orang lain, orang lain mempercayai fikiran kita dan bertindak sesuai apa yang kita fikirkan maka akan bertampak jika pemikiran kita tida benar,maka kita perlu dalam berfikir secara bertanggung jawab. Berfikir secara bertanggung jawab berarti berfikir secraa sadar bahwa kita berada didunia ini,ilmuan juga ketika berfikir mereka menyadari bahwa mereka hidup di dunia ini dan hidup didunia ini,artinya dunia ini memang ada, filusuf klasik juga menyadari bahwa dunia ini memang ada namun jika filsuf  ketika memahami dunia ini bertujuan untuk mencari kebijaksanaan nah jika ilmuan memahami dunia ini betujuan semata mata untuk memahami dunia ini, namun tidak semua ilmuan.sedangkan filusuf dikategorikan menjadi dua yaitu filsuf sains yang bukan sekedar memahami dunia ini tapi memperbaikinya untuk memperbaiki diri sendiri maupun lingkungan dimana kita berada,sedangkan filsuf  modern sekaligus klasik filsuf ini memahami dunia dengan tujuan untuk mencari kebijaksanaan dan akhir dari kebijaksanaan itu adalah kebahagiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun