Bagaimana Hubunganmu dengan Uang?
Mengikuti webinar yang diadakan Ublik 11 Juli 2020 silam bersama pemateri Kak Adhi Nugroho (yang biasa disapa Nodi dan ternyata juga aktif sebagai Kompasianer juga dengan nama Nodi Harahap) cukup membuat Saya surprised.
Mengapa? Sebab materi yang dibawakannya benar-benar mudah dipahami dan cara membawakan presentasinya juga lugas dan detil, sehingga webinar malam yang biasanya bikin ngantuk, hari itu cukup membuat saya berpikir dan merasa tercerahkan.
Sadarkah kita bahwa dalam hidup, aspek keuangan dan produk keuangan, tidak dapat lepas dari setiap pilihan dan konsekuensi hidup kita. Seperti misalkan ketika teman-teman ingin berkomunikasi dengan keluarga atau kekasih hati, tentu memerlukan pulsa atau kuota, dan itu bisa dibeli melalui e-banking yang terhubung dengan rekening bank atau aplikasi yang memudahkan pembayaran dan terhubung dengan rekening bank.
Kemudian ketika teman-teman membayar asuransi kesehatan atau BPJS Kesehatan, bisa juga membayar cicilan mobil dan motor ke pihak leasing, membayar cicilan properti kepada pihak Bank terkait, disetting untuk didebet dari rekening bank setiap tanggal 10 setiap bulannya (misalkan). Lalu, teman-teman menabung dalam bentuk tabungan ataupun deposito
Setiap harinya kita seringkali berinteraksi dengan produk keuangan? Betul tidak? Namun, banyak dari kita yang belum paham tentang cara mengelola keuangan dan cara mengelola produk keuangan yang mereka beli. Cara tiap orang menyikapi uang itu berbeda-beda, teman-teman Kompasianers bisa ambil yang berguna dan buang yang sia-sia.
Analogi: Uang dengan Darah
Jika boleh dianalogikan uang sebagaimana darah. Maka, darah yang mengalir lancar ke seluruh tubuh membawa sari-sari makanan dan oksigen akan membuat sistem peredaran darah menjadi lancar dan tubuh pun menjadi sehat. Nah, sama dengan darah, aliran uang yang mengalir lancar ke seluruh sendi-sendi elemen masyarakat atau stakeholder, maka akan membuat dan menjaga kesehatan stabilitas sistem keuangan suatu perusahaan ataupun bangsa dan negara.
Begitu pula sebaliknya, jika aliran darah dalam tubuh mampet, maka tubuh rentan terkena penyakit yang berhubungan dengan sistem pembuluh darah dan jantung, sama seperti halnya dengan uang, jika mampet (bisa disebabkan karena gagal bayar, dan lain-lain), maka bisa berbahaya bagi kestabilan sistem keuangan suatu perusahaan ataupun bangsa dan negara.
Oleh sebab itu, baik bagi Saya dan teman-teman seumuran Saya para millenials (mereka yang lahir diantara tahun 1981-2000) yang kini jumlahnya banyak di struktur demografi negara Indonesia untuk bisa belajar bagaimana cara mengelola keuangan.
Cara Mengelola Keuangan Bagi Millenials
Teori klasik tentang keuangan yang ideal adalah menjaga agar jangan besar pasak dari pada tiang. Jangan lebih besar pengeluaran daripada pendapatan. Bukan seberapa besar penghasilan yang kita dapatkan, melainkan seberapa banyak pengeluaran yang sanggup disisihkan, sehingga tercapai cost efficiency, dan ada sisa yang bisa kita tabung atau kita investasikan.
Kita juga wajib teliti sebelum membeli, dicoba ditahan kira-kira 1 minggu hingga 1 bulan dulu jika teman-teman berhasrat ingin membeli suatu barang, jika setelah waktu itu, hasrat kebutuhan untuk membeli barang tersebut masih terasa, berarti barang tersebut memang termasuk yang teman-teman butuhkan, dan barulah dibeli. Jangan karena melihat ada flash sale diskon, tiba-tiba muncul perilaku reaktif seperti impulse buying, sehingga uang yang tadinya diprioritaskan untuk membayar kewajiban, seperti membayar cicilan hutang (hak orang lain yang kita ahan), membayar listrik dan air (yang kini sudah menjadi kebutuhan penting dalam hidup kita), membayar kos-kosan ke ibu kosan, membayar zakat (hak orang lain yang dititipkan Tuhan berada di harta yang kita peroleh), membayar iuran BPJS, dan membayar pajak rutin, jadi dialihkan untuk membeli keperluan yang sebenarnya ada di kebutuhan tersier.
Mungkin teman-teman pernah membaca fakta viral di twitter dan media massa bahwa ada karyawan bergaji 80 juta per bulan yang dirumahkan semenjak Covid. Karena terbiasa dengan gaya hidupnya yang tergolong tinggi, kini ia kesulitan membayar cicilan kredit mobil mewah, kredit rumah di Kota Wisata seharga 3 Milyar, membayar gaji asisten rumah tangga, membayar sekolah anaknya, karena tiba-tiba penghasilan utamanya terkena dampak Covid, dan ia tidak siap dengan investasi yang siap menopang hidupnya dalam jangka waktu panjang
Di lain sisi, kita menemukan fakta di lapangan bahwa ada pegawai yang mungkin gajinya biasa-biasa saja, hanya 5 jutaanper bulan, namun ia bisa punya tabungan dan investasi. Kemudian ada seorang tukang becak bernama Mbah Soman yang berpenghasilan 20 ribu sehari, mampu naik haji karena gigih menabung. Ada seorang anak bernama Eka Duta Prasetya, gemar menyisihkan uang jajan sejak kelas 6 SD, kemudian hasil tabungannya tersebut digunakan untuk melunasi biaya pendaftaran masuk SMA. Lalu ada pemuda asal Manado yang ingin sekali memiliki motor, dari menabung sesuatu yang mungkin kita anggap remeh dan receh, ketika dikumpulkan, bisa menjadi sesuatu yang besar dan berwujud nyata menjadi motor idamannya.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang patut diperhatikan bagi para millenials, jika ingin mengelola keuangan mereka dengan baik dan terhindar dari kejadian viral karyawan bergaji 80 juta sebulan yang kini mengalami kesulitan akibat penghasilan utamanya terhenti.
- Harus rajin mencatat pengeluaran dan juga pemasukan, sehingga kita tahu potensi kebocoran uang kita ada di titik mana, dan potensi kekuatan kita dalam menghasilkan uang.
- Jika ingin hidup aman tenteram di masa depan, kita harus bisa menunda kesenangan sesaat, demi tujuan jangka panjang yang lebih memberikan kesenangan hakiki dan permanen.
- Hindari mengambil hutang, jika hanya untuk tujuan konsumtif. Jika berhutang, pastikan benar-benar itu untuk tujuan produktif, yang mana bisa membangun aset dan menghasilkan uang lebih besar lagi dan lebih permanen (punya  prospek jangka panjang yang baik jika dieksekusi dan sudah direncanakan matang-matang risikonya).
- Jika ingin mendapatkan pasangan yang baik, sebaiknya dipilih mereka yang tidak menghamburkan uang orang tua untuk membiayai aktivitas jalan-jalan dan bersenang-senang yang kerap dilakukan demi mendapatkan simpati dan cinta dari sang pujaan hati. Karena pasangan yang baik buat Saya adalah mereka yang memiliki arah dan tujuan mengenai masa depan akan dibawa kemana, serta berjuang untuk merealisasikan dan membangun track record keberhasilan usaha/karirnya, sehingga dengan cepat bisa melamar kamu dan meminang kamu ke mahligai pernikahan untuk membangun rumah tangga yang penuh cinta kasih, kuat dan saling menguatkan, dan berdaya. Untuk pria, pilih pasangan yang baik dimana mereka mau sabar berproses dan berjuang bersama kamu, sebab sesuatu hal yang bernama kesuksesan, sejatinya adalah kumpulan dari kegagalan kegagalan kecil dan besar, yang kamu lakukan perbaikan terus-menerus (continuous improvement) hingga kamu ahli di bidang tersebut, dan ada akhirnya sesuatu yang diimpikan terwujud menjadi kenyataan. Jadi pilih mereka yang tidak hanya mau sama kamu ketika senangnya saja, dan meninggalkan kamu ketika kamu sedang tidak berdaya.
Arti dari Financial Freedom dan Peluang Usaha serta Produk Keuangan yang Bisa Dicoba Bagi Para Millenials
Buat saya financial freedom adalah ketika hidup kita tidak lagi diperbudak dengan uang. Kalau meminjam kata Mas Nodi, ketika kita sanggup memposisikan uang sebagai media pelantas (bukan pewujud) keinginan dan kebutuhan.
Terkait, produk keuangan yang bisa teman-teman investasikan saat ini, salah satunya adalah menabung dalam bentuk emas batangan (yang bisa teman-teman simpan juga di brankas Bank untuk menjaga keamanan) jika teman-teman lebih ke tipikal risk adverse atau lebih memilih main aman saja (konservatif), bisa juga teman-teman investasikan dalam start-up yang prospektif menghasilkan uang di masa pandemi ini seperti yang saat ini saya lakukan jika teman-teman termasuk tipe radikal atau risk-taker seperti Saya. Kini Saya berinvestasi pada bisnis yang berkorelasi dengan bidang Medical Health Supplies (produksi baju hazmat atau produsen baju APD serta masker) yang tengah berjaya di masa pandemi ini. Dengan melakukan ini, setidaknya teman-teman sudah membantu diri Anda sendiri (hak untuk sukses dan bahagia di masa depan karena investasinya berbuah manis) dan membantu pemerintah juga dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan membantu agar aliran uang tetap dan akan terus mengalir lancar ke segala elemen masyarakat dan stakeholder dari aktivitas ekonomi yang terjadi (produksi, distribusi, dan konsumsi). Setelah itu, jangan lupa uangnya ditabung dulu di Bank atau dalam bentuk emas batangan, untuk kemudian setelah terkumpul uang atau emasnya, teman-teman Kompasianer bisa petakan untuk membeli aset atau membangun kerajaan bisnis berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H