Mengingat edisi petualangan ke Negeri Cina saat itu, membuat saya berkaca dan sedikit merenung sekarang, bahwa apa yang terjadi dalam setiap episode perjalanan, tidak bisa kita pungkiri akan ada hal-hal yang menyenangkan dan juga hal-hal tidak menyenangkan yang kita rasakan.Â
Semuanya silih berganti, sama seperti roda kehidupan. Dan beruntunglah orang-orang yang sabar, karena dunia tidak akan bisa menyakiti sedikitpun orang-orang yang didalamnya memiliki hati yang sabar. Sebab tidak ada yang bisa menyakiti kita, sepanjang kita tidak mengizinkannya. Saya bisa sampai pada kesimpulan itu, karena begini ceritanya guys.
Saya ingat betul saat ke sana, ada beberapa hal yang kurang menyenangkan di mata saya saat itu, udara di sana sedang dingin sekitar di bawah 7 derajat Celsius (sedangkan saya tidak terlalu suka dengan cuaca extreme dingin dan saya punya alergi kulit jika terkena udara extreme dingin, untung sudah hampir masuk musim semi, jadi tertolong sedikitlah).
Jadi saya nggak terlalu merasa kedinginan saat bertualang di luar ruangan dan alergi belum timbul, kemudian tour guide yang ditunggu-tunggu baru bisa datang sekitaran jam 7.30 pagi, sedangkan kita sudah tiba di sana sekitar pukul 5.00 pagi, jadi otomatis harus sabar menunggu.Â
Saya juga merasakan susahnya mencari tempat pray room untuk salat subuh ketika di bandara Cina, karena rata-rata orang di bandara tersebut kurang fasih berbahasa Inggris dan saya kurang fasih juga berbahasa Mandarin, jadi nggak ketemu-ketemu deh pray room-nya. Hehehe..Â
Namun Alhamdulillah, Tuhan Maha Baik, sambil berjalan dalam pencarian itu, akhirnya saya menemukan pray room (tempat ibadah untuk semua agama) yang sangat indah pemandangannya.Â
Ada sajadahnya juga, wangi, ada alunan musik instrumental, dan dengan bonus pemandangan menghadap ke beberapa pesawat. Saya pun juga menemukan teman dari negara tetangga, Malaysia, yang juga beribadah. Menemukan orang yang bisa berbahasa Inggris di negara yang masyarakatnya rata-rata tidak berbahasa Inggris, jika teman-teman dapat merasakan nanti, adalah suatu kenikmatan tak terkira.
Petualangan saya berlanjut, ketika saya hendak meng-explore Tian An Men Square (sembari mengingat pelajaran sejarah Cina tentang tragedi Tian An Men, Mao Ze Dong, dan all about sejarah Cina), ada hal yang tidak menyenangkan datang kembali, saya tidak bisa explore Lapangan Tian An Men itu secara keseluruhan dikarenakan sedang ada sidang anggota DPR bareng Presiden-nya saat itu.Â
Jadi penjagaan dan patrolinya sangat ketat di sana, bahkan untuk lewat saja perlu diperiksa dan ngantri panjang banget boo. Namun, tidak lama setelah kejadian itu, kita mendapatkan keberuntungan, sebab tour guide yang kita gunakan sudah bersertifikasi (bahkan ia mengaku pernah menjadi tour guide Laudya Cynthia Bella saat artis itu sedang bermain film Assalamu'alaikum Beijing), jadi kita bisa melewati penjagaan patroli itu tanpa harus diperiksa dan antri lama. Yesss...
Hal tidak menyenangkan muncul kembali ketika saya akan melakukan pendakian dalam menyusuri Tembok Besar Cina (The Great Wall), salah satu dari tujuh keajaiban dunia (Seven Wonders), dengan terpaksa menggunakan sandal hotel yang dialasi kaos kaki yang kering saja. Sebab kaki saya mengalami gatal-gatal merah yang lumayan mengganggu dan sedikit bengkak, sehingga tidak memungkinkan masuk ke dalam sepatu.Â
Saya menduga gatal alergi itu bermula dari adanya celah sedikit yang memungkinkan udara dingin berembun masuk menyeruak ke dalam, di antara atas mata kaki dan bawah mata kaki saya dan menetap berembun pengap di kaos kaki saya.Â
Hal ini berlangsung ketika saya berkeliling kota Beijing dengan menggunakan becak khas Cina di pagi yang dingin itu (setelah keluar dari bandara, kurang lebih terpapar udara dingin selama 20 menit saja dan mulai diketahui gatal merah bengkak saat jam 3-an).Â
Alhamdulillah, beruntungnya saya tetap bisa nanjak dan menyusuri Tembok Besar Cina itu hingga ke puncak yang terbilang cukup tinggi dengan menggunakan sandal hotel penyelamat itu.
Angin kencang dingin di atas, kaki terasa gatal di bawah, tidak menyurutkan niat pendakian dan naluri bertualang saya saat itu. Tuhan Maha Baik, saya pun sampai ke bawah dengan selamat.Â
Ada cerita terdengar oleh saya dari tour guide, bahwa siapa pun yang menyusuri Tembok Besar Cina akan dianggap pahlawan. Saya paham cerita itu, karena saya lumayan merasakan "sedikit" perjuangan ketika akan melakukan pendakian ke atas dan menyusurinya, hingga bisa selamat sampai ke bawah. Sayang cuma dibatasi 2 jam-an, mungkin kalau tidak dibatasi, saya sudah sampai di bagian kota lain. Hahaha...
Di sana, saya merasakan kereta bawah tanah di Cina, berjalan-jalan di malam hari yang super dingin keliling sekitaran hotel dan menemukan pohon unik di sana, lalu menemukan sebuah taman dekat suatu kuil, yang mana ramai sekali orang di dalamnya, namun hening suaranya, dan ternyata oh ternyata guys...di sana merupakan tempat orang mencari jodoh. Hehehe...
Cara mencari jodoh yang terbilang cukup unik buat saya, jadi para orang tua membawa data diri dalam sebuah kertas HVS A4 yang sudah di-laminating tentang anaknya yang ingin dijodohkan, ditaruh lengkap disitu nama, tempat tanggal lahir, shio, pekerjaan, kriteria jodoh yang diinginkan, dan hal-hal berbau data diri lainnnya.Â
Kemudian antara orang tua saling berkomunikasi di sana, jika cocok kriteria dan negosiasinya, berarti pernikahan bisa segera diselenggarakan.Â
For your information saja guys, biaya hidup, lalu tanah dan space untuk tempat tinggal yang lumayan mahal di Beijing Cina membuat para muda mudi di sana menikah pada usia yang terbilang cukup matang dan memilih untuk tidak memiliki banyak anak (cukup 1-2 anak saja). Saya jadi merasa beruntung karena tinggal di Indonesia yang mana biaya hidup untuk tinggal tidak semahal di Beijing Cina.
Oh ya guys, ada kejadian yang unik dan cukup terkenang buat saya di taman itu, sebab ada beberapa orang tua yang memanggil saya dan berusaha mengajak saya berbicara bahasa Mandarin (bahkan hal ini sudah sering saya temui semenjak saya nanjak rada ke atas, jauuuhhhh dari rombongan, waktu menyusuri Tembok Besar Cina itu.Â
Hampir semua orang yang bertatapan muka, senyum dengan saya, akhirnya mengajak saya berbahasa Mandarin cas cis cus panjang bin lebar kosa katanya, mungkin karena melihat paras wajah saya yang terlihat sedikit mirip dengan orang Cina yak, padahal mata saya nggak cipit cipit banget lho guys).
Namun karena saya kurang fasih berbahasa Mandarin, ya pencarian jodohnya di taman kuil itu ditunda dulu, cukup tebarkan senyum, menundukkan kepala sedikit tanda sopan santun kepada orang tua, sambil wassalam pamitan deh. Hihihi... Begitu ceritanya guys.
Sebagian kisahnya yang terlihat indah di atas kamera dan yang tidak menyenangkan menjadi satu, Saya buat dalam video sederhana dan lengkap di channel Youtube Annisa Nurul Koesmarini. Comment terbaik di video tersebut nantinya akan Saya beri hadiah.
Terkadang, kita terlihat kuat, bukan karena kita kuat sungguhan, tapi kita tidak punya pilihan lain, hanya itu yang tersisa. Maka tidak mengapa. Besok-besok, semoga kita jadi kuat betulan, dan itu menginspirasi orang lain. (Tere Liye Quotes)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H