Di setiap perjalanan Saya dalam melakukan pendakian, ada teman-teman yang selalu datang silih berganti menemani Saya (yang biasanya selalu sendirian). Di antara semua teman Saya, dia yang pertama kali mengajak Saya melakukan pendakian. Dia yang membangun tenda untuk bernaung ketika senja mulai memeluk. Dia yang berinisiatif mencarikan kayu besar untuk membuat tandu guna membopong teman dari kelompok lain yang mengalami hipotermia.
Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin, juga dapat didefinisikan sebagai kondisi ketika suhu tubuh manusia mengalami penurunan drastis hingga  di bawah 35 derajat Celsius yang dapat menyebabkan gagal jantung, gangguan sistem pernapasan, dan bahkan kematian. Dalam kondisi normal, suhu tubuh manusia ada di kisaran 36,5-37,5 derajat Celsius.
Dia pula yang suka ngegombalin semua pendaki cantik yang hilir mudik, dia yang selalu melucu dengan jawaban tak terduga, sedikit nyeleneh, dan out of the box-nya. Dia yang memasak perbekalan untuk seluruh anggota tim dan terkadang memasak mie yang enak untuk Saya buka puasa. Dialah salah satu sahabat terbaik Saya saat ini dalam berpetualang di gunung, yang biasa Saya juluki Chef Gunung.
Pernah suatu ketika Saya camping dengan teman-teman jilbaber ke kawah ratu, kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Chef Gunung ini masak nasi liwet, sayur sop, dan sambal sereh andalannya yang disajikan dengan kertas nasi yang ditumpuk menjadi satu kesatuan. Kita makan ber-9 orang (laki-laki 2 orang dan perempuan 7 orang) dalam tenda, sebab diluar udara dingin dan hujan lumayan deras.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya (salah satu kekurangannya yang paling buat Saya sebal adalah suka sekali gangguin Saya ketika akan turun gunung. Buat Saya untuk turun gunung memerlukan energi 2x lipat lebih banyak daripada ketika akan naik gunung, sebab setengah energinya Saya gunakan untuk mengatasi rasa takut Saya akan ketinggian atau orang menyebutnya Acrophobia.
Dia mungkin baik maksudnya mengajarkan Saya untuk harus kuat, namun sepertinya Saya masih perlu waktu untuk berdamai dengan rasa takut itu dan butuh treatment khusus ketika turun gunung yang terkadang membuat Saya berada di barisan paling belakang ketika turun), Saya sadar bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, betul tidak?
Dan dengan mata yang cukup terlatih untuk selalu fokus dengan keindahan, kebaikan dan sisi positif dari setiap orang yang Saya temui, dimanapun dan kapanpun (tuntutan karir pekerjaan yang Saya geluti hampir 14 tahun, membentuk kepribadian Saya seperti itu), membuat Saya melihat banyak potensi dalam dirinya, yang mana bisa memimpin ekspedisi petualangan dalam jumlah besar sekaligus menjadi Chef Gunung yang tersohor (begitulah cara Saya memotivasi dia agar dia bisa bangkit dari keterpurukannya yang mendalam).
Saya senang ketika ada dia dalam satu tim besar, menemani dalam setiap pendakian gunung Saya. Setidaknya dengan adanya kehadiran Chef Gunung ini menjadi jaminan keamanan buat cacing-cacing di perut Saya untuk mendapatkan menu masakan enak bin mewah saat berada di ketinggian ribuan mdpl dan dalam kondisi kedinginan yang membutuhkan asupan energi dari makanan hangat. Buat Saya, apapun makanan buatan dia, asalkan hangat, pasti enak. Silahkan dibuktikan sendiri dengan lidah Anda ya guys, karena Saya tidak tanggung kalau Anda ketagihan. Hihihi...