Mudik (mengunjungi kampung halaman di saat hari Lebaran Idul Fitri) agaknya sudah menjadi kebutuhan dan rutinitas tahunan bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang tinggal di perantauan. Keinginan untuk bersilaturahim, bertemu, berkumpul, berbagi, dengan sanak saudara dan handai taulan di kampung halaman menjadi obat tersendiri yang mampu mengalahkan rasa lelah, letih, panas, haus, pegal karena macet ataupun kondisi lainnya yang menghadang di perjalanan.
Mudik tahun 2015 ini terasa berbeda buat saya, pertama karena Papa tidak bersama kami lagi (sudah dipanggil oleh Allah SWT. pada 14 Agustus 2011), kedua karena yang menyetir mobil adalah Olly adikku (biasanya kan Papa), ketiga karena ini pertama kalinya kami mudik saat hari lebaran dan dalam kondisi sudah tidak berpuasa (biasanya kami sekeluarga mudik paling lambat H-3 sebelum lebaran dan otomatis dalam kondisi berpuasa di jalan), keempat, karena ini mudik perdana kami lagi setelah aku dan adik-adikku pada lulus kuliah dan sudah bekerja,kemudian yang terakhir karena ini pertama kalinya kami mudik lewat Tol Cipali (biasanya kami mudik lewat jalur Pantura melewati derah Sukamandi, Ciasem, Pamanukan, Patrol, Kandanghaur, Lohbener, Indramayu, yang terkenal dengan pasar tumpahnya dan macetnya yang Naudzubillah…luar biasa sekali menguji kesabaran).
Sehabis sholat Id di lapangan dekat rumah, sungkeman dan menyantap seporsi ketupat lebaran dengan aneka lauknya, fix kami berangkat mudik Jumat tanggal 17 Juli jam 10 pagi dari Bogor menuju Muntilan (tidak jauh dari Kota Magelang Jawa Tengah). Perjalanan diwarnai dengan rasa syukur karena diizinkan Tuhan untuk mudik tahun ini dan diiringi dengan doa agar pulang kampung tahun ini bisa sampai di tujuan dengan selamat. Tiba-tiba saya jadi teringat video lucu nan inspiratif yang menyanyikan jingle lagu Pulang Kampung dari website ayomudik.pu.go.id (…Ingatlah waspada slalu//Silaturahmi harus berlanjut//Selamat pulang kampung//Pulang kampung harus selamat…).
Setelah melewati Tol Jakarta-Cikampek yang cukup padat, akhirnya sekitar jam 3 sore kami mulai memasuki gerbang Tol Cikopo-Palimanan di km.77. Kondisi di Tol Cipali saat itu ramai lancar dengan cuaca yang sangat cerah dan pemandangan di kanan kiri jalan yang tak kalah indahnya jika dibandingkan dengan Tol Jagorawi dan Tol Cipularang.
Â
Pemandangan Gunung yang Mewarnai Perjalanan Mudikku di Cipali [Foto: Dokumen Pribadi]
Â
Tak lupa, saya memberikan saran kepada Olly (adikku yang menyetir) agar mematok kecepatan antara 80 km/jam sampai dengan 100 km/jam saja (sesuai anjuran yang direkomendasikan oleh pengelola Tol Cipali). Sebab ngebut (terutama di atas 130 km/jam) di Tol Cipali sama saja dengan maut begitu kata spanduk yang dipasang oleh PT. Lintas Marga Sedaya (Pengelola Tol Cipali) dan Ditlantas Polda Jabar. Hal ini masuk akal sekali bila dijelaskan dengan ilmu fisika yang dinamakan momen inersia, yang menjelaskan bahwa setiap benda yang bergerak akan cenderung terus bergerak (kalau saya nggak salah, karena seingat saya ini pelajaran waktu SMA dulu). Jadi ketika mobil bergerak dengan kencang, maka ia cenderung akan terus bergerak. Ketika kita melakukan pengereman untuk menghambat laju mobil, maka jelas memerlukan waktu tertentu untuk membuat mobil tersebut berhenti dengan sempurna (disebabkan momen inersia tadi). Nah, jika kita ngebut di jalan yang beraspal mulus (seperti Tol Cipali ini) sudah pasti gaya gesek ban terhadap jalan akan sangat sedikit, tentu akan membuat kecepatan mobil sangat mudah untuk dipacu walaupun kita hanya menginjak gas sedikit saja. Ketika mobil di depan kita mengerem/berjalan melambat, tentu mobil akan butuh waktu untuk berhenti dengan sempurna dikarenakan prinsip momen inersia tadi. Jadi, penting sekali bagi pengendara untuk menjaga jarak batas aman kendaraannya satu dengan yang lain serta menjaga kecepatan mobil mereka sesuai dengan yang direkomendasikan oleh pengelola tol. Â
Nah, sekedar info saja buat teman-teman yang ingin menuju arah Kalijati, Purwadadi, dan Sukamandi, maka teman-teman disarankan untuk keluar di pintu Tol Kalijati km.98. Bagi yang mau mudik ke Bandung, Lembang, Pamanukan, dan Subang bisa exit di pintu Tol Subang km.110. Kemudian bagi yang mau ke arah Cikedung, Sakamurang, Majalengka bisa keluar di Pintu Tol Cikedung Km.138. Lalu yang mau menuju ke arah Kertajati, Majalengka, Sumedang bisa keluar di pintu Tol Kertajati km.159. Selanjutnya, bagi yang mau mudik ke Majalengka, Jatiwangi, dan Sumberjaya bisa exit di pintu Tol Sumberjaya km.175. Sedangkan yang mau menuju ke arah Brebes, Cirebon, dan seterusnya bisa keluar di pintu Tol Palimanan km.188. Petunjuk jalan di Tol Cipali ini menurut saya sudah cukup lengkap karena 1 km dan 500 meter sebelum exit tol kita sudah diberitahu oleh papan penunjuk jalan, kemudian 5 km sebelum rest area juga diberitahu.
Â
Exit di Pintu Tol Subang Km.110 Bagi yang Mau Mudik ke Bandung, Lembang, Pamanukan, dan Subang [Foto: Dokumen Pribadi]
Â
Exit di Pintu Tol Cikedung Km.138 Bagi yang Mau Menuju ke Arah Cikedung, Sakamurang, dan Sumedang  [Foto: Dokumen Pribadi]
Â
Exit di Pintu Tol Kertajati Km.159 Bagi yang Mau Menuju ke Arah Kertajati, Majalengka, Sumedang [Foto: Dokumen Pribadi]
Â
Papan Pemberitahuan yang Menunjukkan Bahwa Rest Area Km.166 Berjarak 5 Kilometer Lagi [Foto: Dokumen Pribadi]
Kemeriahan suasana mudik tidak hanya tampak pada volume kendaraan yang melintas di Tol Cipali, namun juga nampak dari kemeriahan umbul-umbul yang terpampang di sepanjang rest area (baik itu di rest area km.86, km.102, km.130, dan km.166), banyaknya patroli polisi jalan raya (PJR) yang memantau demi menjaga kenyamanan dan ketertiban pemudik, pemberian kopi gratis dan wifi gratis di beberapa rest area, serta banyaknya stand-stand dari beberapa brand terkemuka di Indonesia yang ikut berpartisipasi memeriahkan suasana mudik via Tol Cipali ini.
Â
Mobil Polisi Jalan Raya (PJR) yang Tengah Berpatroli di Tol Cipali [Foto: Dokumen Pribadi]
Â
Stand Minimarket di Dalam Rest Area Km.166 Tol Cipali [Foto: Dokumen Pribadi]
Â
Stand Minuman dan Oli Mesin di Dalam Rest Area Km.166 Tol Cipali [Foto: Dokumen Pribadi]
Â
Mobil Layanan dari Salah Satu Bank di Indonesia Ikut Memeriahkan Suasana Mudik di Rest Area Km.166 Tol Cipali [Foto: Dokumen Pribadi]
Â
Wifi Gratis di Rest Area Km.166 Tol Cipali Dari Sponsor [Foto: Dokumen Pribadi]
Antrian tampaknya tidak hanya di jalan raya dan jalan tol, namun di fasilitas umum toilet dan SPBU Rest Area km.166 antrian juga terlihat jelas. Inilah seninya dalam mudik menurut saya. Kebersamaan dalam suatu harmoni. Dan alangkah indahnya jika dalam antrian tersebut semua orang tertib dan teratur.
Â
 Antrian di SPBU Rest Area Km.166 Tol Cipali [Foto: Dokumen Pribadi]
Sepanjang perjalanan, ada dua hal yang sempat saya sayangkan dari Tol Cipali, yaitu tanaman di sepanjang jalan tolnya yang tidak tumbuh dengan baik (mungkin karena sedang musim kemarau) dan kondisi rest area yang banyak sampahnya serta minim fasilitas tempat sampah di sekitar rest area, seperti saya lihat pada rest area km.166 yang kami kunjungi saat istirahat. Ada baiknya jika boleh saya sumbang saran untuk pelayanan rest area yang lebih baik ke depannya, pihak pengelola Tol Cipali bisa melibatkan perusahaan-perusahaan yang mendirikan stand-stand di rest area tersebut untuk menyediakan tempat sampah mobile yang banyak di setiap sudut rest area, layak dan cukup besar, sehingga bisa menampung sampah pengunjung yang membludak. Nah, jika tempat sampah sudah memadai, kemudian petugas kebersihan juga memadai, barulah diciptakan peraturan yang memberikan konsekuensi/consequence (bukan hukuman/punishment), jika ada yang tertangkap basah membuang sampah sembarangan. Konsekuensinya bisa saja dibuat agar pelanggar jera, seperti denda Rp.50.000,-, membantu petugas kebersihan memunggut sampah (minimal 50 bungkus sampah), atau membantu petugas untuk membersihkan toilet (tentunya dengan dipantau secara ketat oleh Polisi Kebersihan). Saya yakin yang pada buang sampah sembarangan di area Tol Cipali bakalan kapok bingits dah. Hahaha…It’s just my idea.
Kondisi Sepanjang Jalan Tol Cipali Yang Gersang [Foto: Dokumen Pribadi]
Â
Sampah yang Berserakan di Parkiran Rest Area 166 Tol Cipali [Foto: Dokumen Pribadi]
Â
Tumpukan Sampah di Salah Satu Sudut Rest Area Km.166 Tol Cipali [Foto: Dokumen Pribadi]
Namun, di antara lautan sampah itu, saya melihat ada satu hal yang patut saya syukuri, yaitu mata saya masih diizinkan Tuhan untuk menangkap pemandangan sunset yang indah di rest area km.166 Cipali ini. Andaikan pemandangan sampah ini bisa berganti dengan bunga-bunga dan tanaman perdu pembatas jalan, tentu pemandangan matahari terbenamnya bisa lebih spektakuler lagi gumam saya dalam hati.
Dimana ada awal perjalanan maka akan ada pula akhir perjalanan. Nah, akhir perjalanan saya bersama keluarga di Tol Cipali disuguhkan dengan pelajaran kesabaran untuk kembali mengantri. Nah, jika teman-teman jeli melihat foto di bawah ini, tampak di kejauhan ada lampu belakang mobil yang berwarna kemerahan dan membelok ke kanan, itu adalah panjang antrian mobil sebelum memasuki gardu Tol Palimanan di Km.188, dimana terjadi transaksi pembayaran tarif tol (kebetulan saat itu saya mengabadikan moment dari km. 183 yang bisa teman-teman lihat sendiri dari fotonya, padahal antrian sudah terjadi sejak km.181, yang artinya kondisi padat merayap ini terjadi sepanjang 7 kilometer).
Dari lubuk hati terdalam, saya sangat mengapresiasi kesiapan dan kesigapan dari pihak pengelola jalan Tol Cipali ini dalam menangani antrian yang terjadi saat itu dengan menyediakan 4 gardu tol tambahan, jadi total saya hitung ada sekitar 16 gardu tol yang melayani transaksi pembayaran tarif Tol Cipali ini. Namun ada sedikit hal yang disayangkan, yaitu ketika saya bertanya kepada petugas tol perihal apakah kami bisa menggunakan e-money atau pembayaran non tunai dengan kartu elektronik sejenis e-toll card untuk membayar tarif tol saat itu. Ternyata infrastrukturnya belum tersedia, sehingga kami tidak dapat menggunakan e-money dan harus membayar dengan tunai (cash). Pantas saja antrian pembayaran saat memasuki gerbang Tol Palimanan hampir bisa dipastikan lumayan panjang dan lumayan lama.
Saat itu saya sempat berpikir ide ‘sedikit’ gila dan nyeleneh. Andaikan saja Bank Indonesia (BI) yang bekerja sama dengan pihak pengelola tol mau lebih gencar membangun infrastuktur pembayaran non tunai di setiap tol yang dibangun dan berani memberikan insentif (mungkin bisa semacam diskon di kisaran 5%-10% yang diberikan selepas periode diskon mudik 25% berakhir di tanggal 22 Juli atau bisa layanan eksklusif seperti pijat gratis menggunakan kursi pijat otomatis ataupun wifi gratis di rest area) bagi pengguna kartu elektronik sejenis  e-money  ataupun kartu-kartu lainnya, jika melakukan pembayaran non tunai di tol, tentu pengguna non tunai saya kira akan meningkat secara masif dan signifikan (sampai angkutan umum bus, taksi, travel, bahkan hingga truk pengangkut barang akan beralih ke non tunai). Diskonnya bisa saja diterapkan selama 3 bulan-12 bulan dulu, sampai masyarakat mulai terbiasa, baru setelah itu insentif diskon bisa mulai dihilangkan. Tapi kalau diskonnya bisa seterusnya itu lebih bagus lagi. Hehehe…
Sekian sharing pengalaman mudik asyik saya lewat Tol Cipali saat hari Lebaran 17 Juli 2015 yang lalu. Over all, saya merasa puas dengan kondisi jalan Tol Cipali yang super mulus ini. Terima kasih buat Kementerian PUPR dan PT. LMS ((Lintas Marga Sedaya) yang telah berhasil mampu memberikan pilihan yang nyaman bagi pemudik untuk sampai ke kampung halamannya. Saya harap semoga informasi ini bisa bermanfaat bagi teman-teman yang ingin mencicipi Tol Cipali dalam waktu dekat ataupun yang ingin mudik asyik lewat Cipali di tahun depan dan semoga sumbang saran saya bisa ditanggapi serta ditindaklanjuti secara bijak.
Terima kasih.
Â
Artikel Lain Terkait:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H