Mohon tunggu...
Annisa Nurul Koesmarini
Annisa Nurul Koesmarini Mohon Tunggu... Wirausaha - Do Good, Feel Good

Saya Senang Membaca-Menulis-Menonton-Berbisnis Jika membaca diibarat menemukan harta karun. Maka menulis seperti menjaga harta karun itu tetap abadi. Menulislah dan biarkan tulisanmu mengikuti takdirnya - Buya Hamka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku, Tol Cipali, dan Kampung Halamanku

3 Agustus 2015   20:10 Diperbarui: 3 Agustus 2015   23:35 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampah yang Berserakan di Parkiran Rest Area 166 Tol Cipali [Foto: Dokumen Pribadi]

 

Tumpukan Sampah di Salah Satu Sudut Rest Area Km.166 Tol Cipali [Foto: Dokumen Pribadi]

Namun, di antara lautan sampah itu, saya melihat ada satu hal yang patut saya syukuri, yaitu mata saya masih diizinkan Tuhan untuk menangkap pemandangan sunset yang indah di rest area km.166 Cipali ini. Andaikan pemandangan sampah ini bisa berganti dengan bunga-bunga dan tanaman perdu pembatas jalan, tentu pemandangan matahari terbenamnya bisa lebih spektakuler lagi gumam saya dalam hati.

Pemandangan Sunset  di Rest Area Km.166 Tol Cipali [Foto: Dokumen Pribadi]

Dimana ada awal perjalanan maka akan ada pula akhir perjalanan. Nah, akhir perjalanan saya bersama keluarga di Tol Cipali disuguhkan dengan pelajaran kesabaran untuk kembali mengantri. Nah, jika teman-teman jeli melihat foto di bawah ini, tampak di kejauhan ada lampu belakang mobil yang berwarna kemerahan dan membelok ke kanan, itu adalah panjang antrian mobil sebelum memasuki gardu Tol Palimanan di Km.188, dimana terjadi transaksi pembayaran tarif tol (kebetulan saat itu saya mengabadikan moment dari km. 183 yang bisa teman-teman lihat sendiri dari fotonya, padahal antrian sudah terjadi sejak km.181, yang artinya kondisi padat merayap ini terjadi sepanjang 7 kilometer).

Padat Merayap Sebelum Memasuki Gardu Tol Palimanan di Km.181 Hingga Km.188 dan Memakan Waktu Hingga 30 Menit [Foto: Dokumen Pribadi]

Dari lubuk hati terdalam, saya sangat mengapresiasi kesiapan dan kesigapan dari pihak pengelola jalan Tol Cipali ini dalam menangani antrian yang terjadi saat itu dengan menyediakan 4 gardu tol tambahan, jadi total saya hitung ada sekitar 16 gardu tol yang melayani transaksi pembayaran tarif Tol Cipali ini. Namun ada sedikit hal yang disayangkan, yaitu ketika saya bertanya kepada petugas tol perihal apakah kami bisa menggunakan e-money atau pembayaran non tunai dengan kartu elektronik sejenis e-toll card untuk membayar tarif tol saat itu. Ternyata infrastrukturnya belum tersedia, sehingga kami tidak dapat menggunakan e-money dan harus membayar dengan tunai (cash). Pantas saja antrian pembayaran saat memasuki gerbang Tol Palimanan hampir bisa dipastikan lumayan panjang dan lumayan lama.

Akhir Perjalanan Kami di Tol Cipali, Sebelum Memasuki Gardu Tol Palimanan di Km.188 [Foto: Dokumen Pribadi]

Saat itu saya sempat berpikir ide ‘sedikit’ gila dan nyeleneh. Andaikan saja Bank Indonesia (BI) yang bekerja sama dengan pihak pengelola tol mau lebih gencar membangun infrastuktur pembayaran non tunai di setiap tol yang dibangun dan berani memberikan insentif (mungkin bisa semacam diskon di kisaran 5%-10% yang diberikan selepas periode diskon mudik 25% berakhir di tanggal 22 Juli atau bisa layanan eksklusif seperti pijat gratis menggunakan kursi pijat otomatis ataupun wifi gratis di rest area) bagi pengguna kartu elektronik sejenis  e-money  ataupun kartu-kartu lainnya, jika melakukan pembayaran non tunai di tol, tentu pengguna non tunai saya kira akan meningkat secara masif dan signifikan (sampai angkutan umum bus, taksi, travel, bahkan hingga truk pengangkut barang akan beralih ke non tunai). Diskonnya bisa saja diterapkan selama 3 bulan-12 bulan dulu, sampai masyarakat mulai terbiasa, baru setelah itu insentif diskon bisa mulai dihilangkan. Tapi kalau diskonnya bisa seterusnya itu lebih bagus lagi. Hehehe…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun