[Review] Kompasiana Tokoh Bicara bersama Deputi Gubernur Bank Indonesia:
Pada hari Kamis, 11 Juni 2015 kemarin, saya turut menghadiri dan menyimak acara Kompasiana Tokoh Bicara bersama Deputi Gubernur Bank Indonesia guna menambah perbendaharaan wawasan saya mengenai Gerakan Nasional Non Tunai di Indonesia yang mulai dicanangkan semenjak tanggal 14 Agustus 2014 oleh Bank Indonesia. Acara yang bertempat di Gedung Thamrin Bank Indonesia-Jakarta ini mengambil tema “Saatnya Non Tunai” dan merupakan acara puncak dari rangkaian acara Jelajah Non Tunai Kompasiana bersama Bank Indonesia (selanjutnya disingkat BI) yang sebelumnya diselenggarakan di 5 kota besar di Indonesia, seperti Banda Aceh, Ambon, Makassar, Banjarmasin, dan Surabaya.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Acara Kompasiana Tokoh Bicara di Jakarta kali ini terbilang sangat spesial karena turut menghadirkan Bapak Peter Jacob selaku Departemen Komunikasi BI, Bapak Ronald Waas selaku Deputi Gubernur BI Bidang Sistem Pembayaran, dan Indonesia’s leading travel writer yang terkenal dengan Buku ‘The Naked Traveler’-nya, Mbak Trinity (saya beneran surprised banget dan nggak nyangka blogger idola saya yang satu ini bakalan hadir ke acara ini, tanpa sungkan-sungkan di akhir acara minta foto bersama), serta ditambah hiburan Stand Up Comedy dari Abdur (Runner-Up Stand Up Comedy Indonesia Session 4) yang sungguh sangat mengocok perut para peserta dan semua yang hadir di acara tersebut.
Pada kesempatan kali itu, Bapak Ronald Waas mengungkapkan bahwa peran Bank Indonesia sebagai bank sentral sangat vital dalam melaksanakan tugas mengatur dan menjaga kelancaran Sistem Pembayaran (selain menjalankan fungsi sirkulasi dan fungsi moneter). Definisi Sistem Pembayaran itu sendiri bisa kita lihat di website BI, yaitu adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Bapak Ronald Waas juga menjabarkan Lima (5) komponen utama dari Sistem Pembayaran, yaitu legal (aturan), instrumen (alat bayar, baik tunai, seperti uang kertas dan logam, maupun non tunai seperti uang elektronik, kartu debit/ATM, kartu kredit, cek, bilyet giro, dan nota debet), mekanisme, infrastruktur (ketersediaan listrik, mesin ATM-Automatic Teller Machine, mesin EDC-Electronic Data Capture, dan lain-lain), serta kelembagaan. Saya bisa membayangkan, jikalau satu saja dari lima komponen utama itu tidak tersedia, pasti lalu lintas Sistem Pembayaran bisa menjadi kacau dan ngadat. Oleh karena itu, peran Bank Indonesia sebagai regulator, operator, pengawas, fasilitator, dan pemberi izin penyelenggaraan Sistem Pembayaran sangat penting sekali dalam menjamin terlaksananya perpindahan uang secara efisien dan aman, sehingga semua lapisan masyarakat semakin nyaman dalam melakukan kegiatan ekonomi. Pantas saja, Bapak Ronald Waas bisa dibilang orang nomor dua di BI setelah Gubernur BI, mengingat peranannya yang sangat vital dan bersyukurnya saya bisa mengabadikan moment sejenak bersama beliau seusai acara.
Bapak Ronald Waas mengemukakan fakta bahwa jumlah total perputaran uang yang terjadi dari transaksi antar bank di Indonesia mencapai 400 Trilyun per hari (wow, banyak benar ya..kalau dibelikan es cendol bisa sampe banjir tuh. Hehehe...), lalu transaksi Kliring sebanyak 12 Trilyun per hari, dan transaksi mengunakan ATM/kartu debit mampu mencapai 12-13 Trilyun per hari (jumlah transaksi menggunakan ATM ini bisa mencapai jutaan transaksi dan jumlah uang yang beredar bahkan bisa mengejar transaksi dengan menggunakan Kliring). Hal ini menggambarkan bahwa potensi penggunaan alat pembayaran non tunai di Indonesia sangat besar dan masih bisa digenjot lagi, utamanya untuk transaksi ritel (karena jumlah persentase transaksi ritel dengan menggunakan tunai masih tergolong yang tertinggi di ASEAN yaitu mencapai 99,4 %).
Bisa Anda bayangkan dari jumlah penduduk di ASEAN sekitar 500 juta orang, setengahnya bermukim di Indonesia (250 juta orang) dan sebagian besarnya merupakan penduduk usia produktif (usia 15 tahun s/d 55 tahun), sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mampu mencapai lebih dari 4 % per tahun, tentunya hal ini merupakan momentum yang baik sekaligus peluang besar untuk meningkatkan penggunaan alat pembayaran non tunai di Indonesia, karena biasanya generasi muda relatif lebih mudah menerima perubahan bahkan seringkali merekalah yang menginisiasi perubahan.