Ada banyak kesedihan yang akhirnya muncul ke permukaan. Mungkin sudah begitu lama terkubur di dalam sana,
Awalnya ia menjelma menjadi naga berwarna merah dengan lidah api  yang menjulur dengan marah pada semua yang mengganggu. Dari dunia bejat dan orang-orang brengsek yang menyembahnya, sampai anakku sendiri yang merengek minta ditemani.
Nagakupun berubah warna.
Ada saat ketika sebuah pesan manis yang menghangatkan hati datang dari orang yang tak begitu dekat denganku. Naga itu mulai berubah abu-abu gelap. Menghangus dari merah yang membara.Â
Betapa kebaikan sederhana bisa saja memadamkan sumber api menjadi hanya abu.
Dan muncullah sebuah tulisan yang kembali menyayat hatiku tentang ucapan pria bernafsu yang ingin meniduri kekasihnya. Dia bilang, "Jangan takut, aku akan tanggung jawab kok." Itu bukanlah tulisan serius, mereka hanya berkelakar, tapi...
Oh Tuhan, hatiku rasanya bagai ditikam berkali-kali.
Naga itu melolong, berteriak, menangis kencang, menumpahkan air matanya di bahuku. Ia terluka parah.
Ia perlahan berubah menjadi perempuan bertubuh kurus dengan kerudung abu-abu dan jaket merah marun. Suatu malam, dia duduk dengan tangis yang ditahan dalam dada di depan rumah asing. Dia adalah aku, sepuluh tahun yang lalu.
Nyatanya kejadian-kejadian itu masih kusesali, masih sakit hatiku ketika terpancing memori-memori masa itu. Betapa aku sangat lemah terhadapnya, bahkan hingga sekarang. Aku tak tau harus bagaimana. Mungkin, cintaku tersumbat dan tak bisa seutuhnya mengalir, salah satunya karena ini. Karena aku masih menyesali, karena bahkan sampai sekarangpun aku masih taktu padanya.
Kau tak tau wujud hati yang sedang akrobat untuk mencinta ditengah sedikit rasa takut yang timbul-tenggelam. Izinkan aku lepas ya Tuhan, aku ingin lepas dari rasa takut dan sesal ini, agar lapang jalanku.
Kau tak akan mengerti, akupun tak berhasrat untuk menjelaskan semuanya padamu. Mungkin belum waktunya, atau mungkin tak akan pernah. Kau tidak siap. Akupun tak siap menerima pukulanmu yang frustrasi terhadap perasaanku yang membuatmu kewalahan, lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H