Oleh: Annisa Nurhidayah
Hidup layaknya sebuah perjalanan.
Sebelum berangkat, kita perlu tahu kemana arah yang kita tuju, siapakah yang akan kita temui, dan untuk apa kita pergi.
Sebab jika kita tak tahu arah, perjalanan yang kita tempuh akan berlalu tanpa makna.
Manusia,
Adalah insan yang cerdas namun terbatas.
Manusia,
Adalah insan yang kuat namun tetap saling membutuhkan dan selalu merasa kurang.
Sebagai makhluk yang lemah dan terbatas, apakah pantas kita percaya bahwa ada kekuatan terbesar selain dari Sang Pencipta? Mustahil.
Saat kita sudah tetapkan tujuan, ada tempat yang harus kita tinggalkan. Tempat itu adalah kebodohan, kesombongan, dan kerasnya hati dalam menerima kebenaran. Mencoba bergerak menuju jalan yang lebih baik, yang lebih taat pada syari'at.
Dahulu, jika kita tak beribadah, itu tak apa. Setelah hijrah baru terasa hampa.
Dahulu, jika kita tak membatasi pergaulan, itu tak apa. Setelah hijrah baru terasa berdosa.
Dahulu, jika kita tak mengkaji Islam, itu tak apa. Setelah hijrah baru terasa tak tahu apa-apa.
Hijrah bukanlah hal yang mudah dan bukan pula hal yang mustahil.
Dalam menempuh jalan hijrah, ada niat yang perlu kita luruskan, ada amalan yang perlu kita biasakan, dan ada orang-orang yang perlu menuntun kita hingga sampai tujuan.
Jangan lakukan itu sendirian, tetapi mari kita bersama-sama berjalan menuju kebaikan.
Video on my instagram
https://www.instagram.com/tv/CSnuqrTJljk/?igshid=NzBmMjdhZWRiYQ==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H