Mohon tunggu...
Annisa Nur
Annisa Nur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pemelajar

Bermanfaat bagi sekitar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Alasan "Keseragaman" dalam Pengukuhan Paskibraka 2024 Bertentangan dengan Ajaran Islam

18 Agustus 2024   23:59 Diperbarui: 19 Agustus 2024   05:07 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paskibraka (www.pexels.com/Gabriel Judas)

Prosesi pengukuhan anggota Paskibraka guna HUT RI ke-79, pada tanggal 13 Agustus 2o24 sukses menggelar kontroversi di kalangan masyarakat. Sebab dalam pelaksanaannya terdapat sebuah aturan yang mengharuskan 18 muslimah yang terlibat di dalamnya melepas jilbabnya. Tanpa adanya perlawanan, akibat dari aturan tersebut memaksa mereka untuk benar-benar membuka auratnya di depan yang bukan mahramnya. Lebih parahnya, aturan tersebut dikeluarkan oleh sebuah lembaga pemerintahan yaitu BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila). 

BPIP merupakan sebuah lembaga yang berdiri sejak 2018 yang berada di bawah naungan dan tanggung jawab Presiden. Lembaga tersebut dibentuk dengan tujuan untuk melakukan penyempurnaan pada unit yang sudah ada sebelumnya yaitu Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). BPIP memegang peranan kuat untuk tetap memastikan bahwa landasan ideologi Pancasila tetap menjadi landasan yang kuat bagi kehidupan di Indonesia. 

Dengan demikian, atas peranan yang lembaga tersebut miliki seharusnya sudah dapat diketahui secara jelas bahwasannya mereka yang seharusnya paling mengerti terlebih dahulu terkait Pancasila sekaligus makna pemahaman dan pelaksanaan yang ada di dalamnya. Namun nyatanya, dalam pelaksanaannya di lapangan BPIP seperti menyimpang dari aturan. Dalam sila pertama Pancasila tertera bunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa".  Indonesia sendiri memiliki 6 agama yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Mayoritas negeri ini didominasi oleh agama Islam, dengan ciri khas berpakaiannya yang sopan dan menutup aurat baik dari laki-laki maupun perempuan. Tapi kenapa justru orang Islam yang mayoritas dalam kejadian ini yang sepertinya harus mengalah dengan aturan atas dasar alasan "keseragaman". Padahal jelas dalam sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" tidak ada makna yang menyiratkan bahwa seseorang berhak untuk memaksa seseorang melakukan sesuatu yang berada di luar keyakinannya. Jadi "keseragaman" seperti apa yang dimaksud disini sampai menghina seorang muslimah dengan mengharuskannya melepas jilbab?

Islam memuliakan wanitanya salah satunya dengan perintah menutup aurat.Peraturan menutup aurat ini sudah tertera jelas dalam surat Al-Aḥzāb [33]:59. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

"Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya622) ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Perintah ini datang dengan jelas dari Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi setiap muslimah, lantas siapa orang yang dapat dengan berani mengingkari perintahnya bahkan sampai membuat aturan untuk muslimah harus melepas jilbabnya?. Hanya orang-orang yang tidak mengerti dan tidak memahami dengan jelas fungsi jilbab bagi seorang muslimah yang berani melakukan ini.

Indonesia, negara dengan keberagaman agama, suku, bahasa, budaya. Keberagaman hadir dalam negeri ini, tapi kenapa justru lantas memaksakan untuk "keseragaman" hadir di antara banyaknya perbedaan. Padahal perbedaan itu seharusnya menjadi hal yang dihargai, hal yang seharusnya dapat dihormati satu sama lain tanpa harus saling merendahkan. Perbedaan itu yang justru seharusnya dilindungi dan dirawat dengan rasa toleransi dan pemahaman satu sama lain. Sehingga kelak akan tercipta kehidupan yang rukun, harmonis, serta saling berdampingan dalam keberagaman.

BPIP sebagai lembaga yang tersorot dalam menegakkan ideologi negara (Pancasila) yang seharusnya mengajarkan sikap saling menghargai terhadap keberagaman yang berada dalam negeri, sebaiknya melakukan evaluasi diri lebih jauh lagi setelah ini. Karena jangan sampai kerukunan yang telah terjalin selama puluhan tahun hancur oleh pemahaman-pemahaman yang salah yang dimiliki oleh para pemegang jabatan di dalamnya, dengan tujuan kepentingan pribadi. Penguatan pembelajaran tentang cinta tanah air melalui mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di sekolah juga dapat menjadi sarana memupuk pemahaman dan aktualisasi yang tepat sebagaimana terkandung dalam setiap sila dalam Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun