Beberapa tahun yang lalu, ketika aku masih duduk di bangku SMU, mama menghadiahiku sebuah jam tangan. Bukan jam tangan baru, tetapi jam tangan tua miliknya. Entah kenapa mama memberikannya kepadaku. Padahal aku tahu, itu adalah barang berharga miliknya, ya mungkin saja karena aku ini anak wanita satu-satunya ya, jadi jam tangan wanita itu jatuh kepadaku. Sebenaranya jika dilihat dari model jam tangannya, jam tangan berwarna kuning emas tersebut jelas sudah ketinggalan jaman. Tapi entah kenapa aku suka memakai jam tangan itu. Mungkin karena cerita di balik jam tangan itu sendiri. Dan mungkin ya, karena alasan itu mama memberikannya kepadaku.
Konon, menurut cerita beliau, jam tangan itu adalah jam pertama mama yang beliau beli dari gaji pertamanya sebagai PNS. Pada jamannya, jam tangan itu tergolong jam tangan mahal. Iya sih, bisa diliat kok dari merk nya. Emang jam tangan mahal. Dulu beliau membelinya dengan harga Rp75.000,oo. (jaman segitu lo..). Jadi aku pikir pasti dulunya mama sangat sayang sama jam tangan itu. Paling ga bisa dilihat,setelah berpuluh tahun, kondisi jam itu masih cukup bagus, bahkan masih bisa dipake anaknya ini. Sebagai gambaran nih, mama mulai kerja sekitar umur 20 tahun. Punya anak aku umur 30 tahun, Dan waktu mama kasih jam tangan itu, aku SMA, sekitar umur 17 tahun. Jadi, jam tangan itu sudah berusia kira-kira 27 tahun, waktu diberikan kepadaku..wew..Udah tua banget ya..
Kalo mama lagi cerita begitu, rasanya ya, mama sangat bangga dengan pencapaiannya saat itu. Waktu diterima jadi PNS itu, mama masih kuliah. Jadi kerja nyambi kuliah gitu (jaman dulu masih ada penerimaan PNS dari lulusan SMA kali ya). Seru juga waktu diceritain awal-awal kerja. Namanya pegawai baru yang masih sangat lugu. Saat itu mama ga ngerti apa-apa. Secara ga pernah ada yang mengajari, atau liat orang kerja itu seperti apa. Ga ada contoh lah. MAsuk kerja dengan pengetahuan nol besar. Bahkan sampai ngetik pun saat itu belum bisa. Bener-bener harus belajar. Ada cerita, waktu itu mama disuruh ngetik surat. Tapi namanya orang baru belajar, buat suratnya masih salah-salah. Sampai-sampai mama harus ngulang berkali-kali. Plus diomelin bosnya. Kata bosnya,"kalo ga bisa kerja, udah ga usah kerja aja!". Waktu itu mama sampai sakit hati diomelin gitu. Tapi bagusnya, sakit hatinya positif. Mama jadi tertantang untuk terus belajar, ya termasuk belajar ngetik itu.
Sekarang, gantian aku yang menjadi PNS baru. Banyak cerita di awal kerja, ya cerita seneng, cerita susah. Tapi selalu ada arahan dan semangat dari seorang ibu. Kata mama, "aku harusnya bersyukur ada orang yang bisa ngajari seperti ini, udah sering liat orang kerja itu kaya apa, jadi masuk kerj agini a bingung banget, ga kaya mama dulu." Hmm..iya juga sih, aku ini sekarang terlalu manja, dikit-dikit ngambek, dikit-dikit tanya mama. hha..Membayangkan dulu mama bahkan ga ada orang yang bisa ditanyai. Betapa jauhnya aku dari beliau ya..
Balik ke jam tangan tadi, aku memakai jam tangan itu, seperti merasakan pula spirit mama jaman mudanya itu. Spirit untuk selalu belajar, untuk selalu berkembang, untuk selalu maju, untuk selalu bekerja dengan baik. Iya, liat jam tangan itu rasanya jadi semangat lagi, dan menguatkan tekad,bahwa aku harus lebih baik dari apa yang sudah mama lakukan dulu.
Pernah suatu ketika, aku lupa menaruh jam tangan itu. Sempat 'hilang' beberapa waktu lamanya. Dan waktu mengabarkan kehilangan itu ke mama, rsanya mama sangat sedih. Aku sendiri juga ga enak, sebab karena keteledoranku jam tangan itu jadi hilang. Alhamdulillah masih rezekinya ya, jam tangan itu akhirnya ketemu. Dan ternyata ada di dalam tas. Baru ingat aku memasukkanya di kantong yang ga biasa, jadi lupa naruhnya.ckckck..Tapi seneeng banget waktu jam tangan itu ketemu. hhe..
Sekarang usia jam tangan itu sudah sekitar 32 tahun dan masih aku simpan. Secara fisik masih sangat bagus. Tapi sudah lama aku tidak memakainya. Iya, mungkin karena mesinnya sudah cukup tua, jarum jam nya sering bergeser mundur, sudah tidak tepat lagi menunjukkan waktu. Sudah sering juga masuk reparasi jam, tetapi tampaknya memang sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Akhirnya jam tangan itu di- museum-kan. Sebagai pengganti jam tangan itu, aku membeli sebuah jam tangan baru dengan merk yang sama, dan dengan gajiku sendiri. Yah, mungkin spirit dari jam tangan yang baru ini belum seperti jam tangan yang lama itu. Biar tidak memakai jam tangan yang lama, tetapi spiritnya harus tetap terbawa. Hmm..jadi kepikiran untuk berbuat seperti itu juga. Memasukkan spiritku ke dalam jam tangan baru ini, untuk kemudian suatu saat nanti, jam tangan ini akan aku berikan ke anakku. Atau jam tangan neneknya ini saja ya, yang aku berikan, supaya spirit perjuangan itu juga menjadi warisan untuknya kelak.. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H