Mohon tunggu...
Annisa Listiana
Annisa Listiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya seorang mahasiswa Teknologi Pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia

Hobi saya memotret menggunakan handphone dan tentunya bermain game juga, terkadang saya pergi bermain or traveling "sedetik" bersama teman atau keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku Sisi Tergelap Surga karya Brian Khrisna: Melihat Sisi Lain Kehidupan Ibu Kota

1 Maret 2024   18:00 Diperbarui: 1 Maret 2024   18:06 1717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
twitter.com/@briankhrisna

Blurb:

Jakarta kerap menjadi pelabuhan bagi mereka yang datang membawa sekoper harapan. Mereka yang siap bertaruh dengan nasibnya sendiri-sendiri. Namun, kota ini selalu mampu melumat habis harapan dan menukarnya dengan keputusasaan.

Pemulung, pengamen, pramuria yang menjajakan tubuh agar anaknya bisa makan, pemimpin-pemimpin kecil yang culas, lelaki tua di balik kostum badut ayam, pencuri motor yang ingin membeli obat untuk ibunya, remaja yang melumuri tubuh dengan cat perak, hingga mereka yang bergelut di terminal setelah terpaksa merelakan impiannya habis tergerus kejinya ibu kota.

Di Jakarta, semua orang dipaksa bergelut dan bertempur demi bisa hidup dari hari ke hari.

Dan di kampung inilah semua itu dimulai. Sebuah cerita tentang kehidupan orang-orang yang hidup di sisi tergelap surga kota bernama Jakarta

Review:

November tahun 2023 lalu, Penerbit Gramedia Pustaka Utama resmi menerbitkan buku baru yang berjudul Sisi Tergelap Surga karya Brian Khrisna. Sayangnya, buku ini bukan genre religi, meski terdapat iming-iming kata Surga, melainkan buku bergenre fiksi. Namun, ternyata ini merupakan buku dengan genre berbeda yang pernah Brian tulis sebelumnya.

Siapa sangka, bahwa penerbitan buku ini memiliki proses yang sangat amat panjang karena melewati berbagai penolakan, hal tersebut Brian katakan pada saat event Booktalk Semesta Buku, Sabtu lalu tepatnya tanggal 24 Februari 2024, di Gramedia Merdeka Bandung. Meski demikian, syukur pada akhirnya buku tersebut dapat terbit juga.

Meski bahasa yang terdapat di buku ini agak cukup eksplisit, um, mungkin sangat, hal itu wajar, karena di bagian belakang buku tersebut terdapat tanda 17+. Namun disamping itu, ternyata buku ini memberikan banyak makna hidup yang bisa diambil tentunya. 

Brian berharap dengan ia menulis buku ini dapat merubah para pembacanya untuk bisa lebih mampu memanusiakan manusia, tanpa tapi. Tanpa memandang pekerjaan, ras, apapun itu, Brian ingin kita sebagai manusia dapat menghargai cara manusia bertahan hidup dengan pilihan yang mereka lakukan. Sebagai manusia sangat mudah untuk kita menghakimi jalan hidup orang lain, namun, kita tidak pernah tau, perjuangan apa yang sedang mereka pertahankan untuk bertahan hidup, setidaknya untuk hari ini.

Meski prolog dibuku ini akan membuat bingung beberapa orang termasuk saya karena terdapat banyak karakter yang disebutkan, ternyata, itu menjadi awal untuk mengetahui sudut pandang siapa saja yang penulis ingin sajikan di buku ini. Sudut pandang yang tersaji, sesuai dengan pekerjaan yang telah disampaikan pada blurb buku Sisi Tergelap Surga.

Brian berkata bahwa buku ini sebenarnya ringan, saya pun berpikir demikian pada awalnya hingga saya menemukan banyak makna yang tersirat dan tertulis, entahlah, saya merasa ini cukup berat karena banyak menampar diri saya. Hal yang membuat buku ini dirasa cukup ringan karena gaya penulisannya menggunakan orang ketiga yaitu penyebutan tokoh.

Dari buku ini saya mulai bersyukur mengenai banyak hal, khususnya hal-hal kecil yang terjadi pada hidup saya. 

Banyak kutipan favorit di buku ini, namun izinkan saya untuk memberikan salah satunya, "Betul kata orang-orang, beberapa anak memang terlahir beruntung di tengah keluarga yang berkecukupan materi. Sisanya lebih beruntung karena diberi hati dan tulang yang kuat untuk berusaha sendiri" (Novel Sisi Tergelap Surga halaman 190).

Buku ini memiliki 304 halaman. Buku ini sangat saya rekomendasikan untuk para pecinta literasi, minimal baca sekali seumur hidup. Bukan untuk mengajak Anda melihat sisi tergelap dari kota Jakarta, namun, melihat berbagai sisi kehidupan yang mungkin, kita belum melihat namun tidak pahami, kita lihat namun kita tidak pahami, kita belum melihat namun kita mencoba pahami, atau bahkan kita sudah melihat dan kita sudah pahami. 

Bahkan menurut saya, beberapa kota pun, terdapat hal yang demikian. Jadi, mari untuk bisa lebih memanusiakan manusia tanpa harus memandang sebelah mata, mari mencoba berempati dan tidak menghakimi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun