Olio dapat digunakan untuk berbagi dengan cara memberi-mendapatkan, pinjam-meminjam barang rumah tangga maupun makanan secara gratis. Ketika mencari barang, pengguna dapat memilih sesuai jangkauan lokasi yang diinginkan. Tidak hanya individu, perusahaan, toko, bahkan restoran juga bisa menjadi penggunanya. Aplikasi ini bermula dari sebuah grup WhatsApp sederhana yang dibuat pendirinya di Inggris. Antusias penggunanya yang besar membuatnya berkembang hingga ke sekitar 50 negara. Di Indonesia, Olio juga bisa digunakan. Namun, kurangnya sosialisasi tampaknya membuat Olio kurang dikenal dan digunakan di sini.
Selain itu, Anda dapat juga mencari dengan kata kunci “bank makanan” atau “food bank”di peramban web Anda.
Mencegah dimulai dari diri sendiri
Tidak menemukan bank makanan atau program serupa yang dekat dengan domisili Anda? Pepatah mengatakan, "If you can’t find one, be one."
Sekembalinya saya dan keluarga ke Yogyakarta, kami sering melihat praktik serupa bank makanan dengan konteks yang sedikit berbeda di masjid-masjid. Ada kulkas berisi tumpukan gelas air mineral, terkadang susu, tetapi masih jarang berupa makanan. Mungkin, Anda dan saya dapat memulai menyisipkan makanan di dalamnya, tentu dengan seizin pengelola. Tidak terbatas pada tempat ibadah, praktik ini dapat juga dimulai di area publik lainnya seperti balai warga.
Selain itu, di antara upaya paling sederhana yang dapat dilakukan setiap individu adalah bijak dalam konsumsi. Serta, berkesadaran ketika belanja dan makan. Jika kontrol diri terlalu sulit sehingga terlanjur berbelanja atau masak berlebihan, Anda bisa mulai berbagi. Sesederhana membagi stok bumbu dapur dan buah yang berlebih kepada tetangga atau teman. Jika Anda seorang pendatang, cobalah untuk bersosialisasi.
Mencegah dengan membenahi sistem
Tidak dapat dipungkiri, pencegahan dan pengelolaan sampah akan lebih efektif jika dibarengi dengan pembenahan sistem. Dalam hal ini, campur tangan pemerintah untuk membuat kebijakan sangat diperlukan. Kita dapat belajar dari Jepang yang berhasil menurunkan produksi sampah makanannya hingga 31% (2008-2019). Langkah Jepang diawali dengan pengumpulan data sampah makanan secara umum sejak 2008 dan sampah dari bagian makanan yang layak makan (edible parts) sejak 2012. Wawasan dari data yang terkumpul mendorong pemerintah melakukan amandemen Undang-Undang Daur Ulang Makanan pada tahun 2015 yang menyasar industri makanan. Pada tahun 2019, Jepang juga mengeluarkan Undang-Undang Promosi Pengurangan Sampah Makanan (Act on Promotion of Food Loss and Waste Reduction) yang mendorong pemerintah pusat untuk melakukan upaya-upaya komprehensif dalam mengurangi sampah makanan.
Referensi:
United Nations Environment Programme, Food Waste Index Report 2024. Think Eat Save: Tracking Progress to Halve Global Food Waste. [online]. Available: https://wedocs.unep.org/20.500.11822/45230.
Joshi, Prabhat, and Chettiyappan Visvanathan. “Sustainable Management Practices of Food Waste in Asia: Technological and Policy Drivers.” Journal of Environmental Management, vol. 247, no. 1, Oct. 2019, pp. 538–550, https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2019.06.079.
Zamri, Gesyeana Bazlyn, et al. “Delivery, Impact and Approach of Household Food Waste Reduction Campaigns.” Journal of Cleaner Production, vol. 246, Feb. 2020, p. 118969, https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.118969.