Mohon tunggu...
Annisa Fepy Nabila
Annisa Fepy Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Indonesia dalam Menjaga Kedaulatan Natuna Utara dan Menyelesaikan Sengketa Laut China Selatan dengan Tiongkok

3 Desember 2023   16:36 Diperbarui: 5 Desember 2023   11:47 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia menganut prinsip bebas aktif, yang mengandung arti kebijakan luar negeri dilaksanakan melalui diplomasi yang aktif dan fleksibel  sehingga Indonesia dalam menjalankan kepemerintahannya memiliki hak untuk menentukan arah kebijakan, sikap, dan keinginannya sebagai negara yang berdaulat untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kepentingan nasionalnya tanpa adanya campur tangan dari negara lain.

Kedaulatan merupakan salah satu unsur pokok keberadaan suatu negara sebagai subjek hukum internasional yang memiliki kewenangan penuh atas wilayahnya. Konsep kedaulatan sangat penting bagi setiap negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, dalam politik luar negeri, pemerintah Indonesia berupaya mempertahankan dan memperkuat kedaulatan nasional di hadapan negara lain, tidak terkecuali isu-isu sensitif seperti wilayah, sumber daya alam, dan keamanan.

Kawasan Natuna Utara dan Laut China Selatan memiliki arti strategis yang sangat penting bagi Indonesia. Namun, sejak beberapa tahun terakhir telah muncul tantangan baru berkaitan dengan klaim sepihak Tiongkok atas sebagian besar kawasan Laut China Selatan melalui garis sejarah sembilan pelanggaran (Nine-Dash Line). Klaim ini telah memasuki zona ekonomi eksklusif Indonesia di Natuna Utara. Oleh karena itu, Indonesia memiliki komitmen kuat untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya serta berupaya menyelesaikan sengketa secara damai melalui jalur hukum internasional dan diplomasi.

Terdapat beberapa pendekatan Indonesia dalam menghadapi sengketa Laut Cina Selatan ini, yakni:

  1. Pendekatan Kebijakan Diplomatik dan Hukum Internasional

Pemerintah Indonesia telah mengambil sikap tegas untuk mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI. Presiden Joko Widodo secara terbuka menyatakan komitmen kuat Indonesia. Di platform internasional, Indonesia terus menyampaikan posisi hukum yang kuat berdasarkan UNCLOS 1982. Indonesia juga membangun koalisi dengan negara-negara ASEAN dan mitra strategis lainnya seperti Amerika Serikat untuk memperkuat posisi diplomasi. Koordinasi erat dengan ASEAN sangat penting mengingat sebagian besar klaim Tiongkok juga melibatkan wilayah negara-negara tetangga. Melalui kerja sama ini, posisi hukum Indonesia dapat lebih kuat untuk mendorong Tiongkok menghormati kedaulatan.

  1. Pendekatan Keamanan Nasional

Secara militer, Indonesia terus meningkatkan kemampuan alutsista di kawasan strategis. Hal ini bertujuan menegakkan kedaulatan serta mencegah eskalasi ketegangan menjadi konflik bersenjata. Kerja sama pertahanan dengan negara-negara mitra seperti melalui latihan gabungan turut mendukung upaya pertahanan. Kehadiran alutsista canggih dapat pula berfungsi sebagai faktor pencegah (deterrence factor). Indonesia juga telah membangun fasilitas vital di wilayah terluar Kepulauan Natuna untuk meningkatkan kapasitas pengawasan.

    Secara hukum, Indonesia berhak melakukan penindakan terhadap kapal illega fishing yang melakukan pelanggaran berupa pencurian ikan di perairan teritorial Indonesia. Hal ini untuk menegakkan kedaulatan. Dari sisi militer, tindakan tegas dapat berfungsi sebagai pencegahan (deterrence) agar kapal asing tidak sembarangan masuk wilayah NKRI. Kebijakan penenggelaman kapal asing di Natuna merupakan bagian dari upaya pemerintah Indonesia dalam menangani illegal fishing. Penenggelaman kapal asing merupakan sanksi terberat yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah pencurian hasil laut dan melindungi sumber daya kelautan Indonesia. Pelaksanaan kebijakan ini ditandai dengan adanya dukungan kepastian peraturan perundang-undangan, keputusan presiden, dan ketetapan lembaga penegak hukum

  1. Pendekatan Ekonomi dan Lingkungan

Di samping pendekatan hukum dan diplomatik serta upaya pertahanan, Indonesia juga berupaya meningkatkan kerja sama ekonomi dengan Tiongkok di kawasan tersebut. Hal ini bertujuan untuk menyediakan incentive bagi Tiongkok agar dapat menerima status quo wilayah. Kerja sama di sektor perikanan, pariwisata bahari, energi, dan lingkungan laut dapat ditingkatkan. Di sisi lain, pengawasan lingkungan laut yang ketat akan mencegah poros-poros jahat yang dapat menimbulkan konflik. Indonesia juga terus memperkuat yurisdiksi hukum untuk menegakkan ketertiban di kawasan.

Namun demikian, sikap konfrontatif Tiongkok yang kerap menantang kedaulatan Indonesia di kawasan merupakan tantangan tersendiri. Tiongkok belum sepenuhnya menerima klaim Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982. Tiongkok juga belum mencabut klaim Sembilan Garis Pelanggaran secara resmi. Eskalasi ketegangan militer seperti penyimpanan di Natuna pada 2019 perlu dicegah. Di forum regional seperti ASEAN, perbedaan pendapat antara negara-negara pro status quo dengan Tiongkok juga dapat mempengaruhi upaya kerja sama. Indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam menyelesaikan sengketa Laut China Selatan melalui Code of Conduct (COC). Indonesia memprakarsai penyusunan draft COC dan berkomitmen untuk mendorong percepatan pembuatan COC bersama ASEAN dan RRT. 

Konflik di Laut Cina Selatan bersifat kompleks dan memiliki banyak segi, dan penyelesaiannya memerlukan kombinasi negosiasi, hukum internasional, diplomasi, dan mekanisme penyelesaian sengketa. ASEAN telah berupaya menyelesaikan konflik di Laut Cina Selatan melalui pengembangan Kode Etik (CoC). CoC bertujuan untuk menetapkan pedoman perilaku negara-negara di Laut Cina Selatan, termasuk penyelesaian sengketa secara damai dan menghindari tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan.Namun, pembuatan COC dalam sengketa Laut China Selatan tidaklah mudah dan memerlukan waktu yang panjang. Selama periode 2002-2012, ASEAN telah berusaha untuk membuat COC, namun upaya tersebut gagal karena berbagai faktor seperti perbedaan pandangan antara negara-negara anggota ASEAN, kepentingan nasional masing-masing negara, dan campur tangan aktor eksternal. COC saat ini sedang dikembangkan dengan keterlibatan negara-negara anggota ASEAN dan Tiongkok.

Pada tahun 2023, ASEAN dan Tiongkok menyepakati pedoman untuk mempercepat negosiasi CoC. Para pemimpin ASEAN juga menyerukan penyelesaian konflik di Laut Cina Selatan secara damai sesuai hukum internasional. Namun, Hukum Internasional tidak efektif dalam menindak perlilaku negara-negara berpower. Hukum Internasional hanya berlaku untuk negara-negara kecil, negara yang memilki power seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Rusia ataupun Inggris tidak akan pernah mematuhi aturan jika mereka bertindak bertentangan dengan kepentingan nasional mereka. 

Politik luar negeri Indonesia berkaitan erat dengan upaya melindungi dan memperkuat kedaulatan negara terhadap wilayah perairan dan zona ekonomi eksklusifnya sebagai bagian dari kedaulatan nasional. Indonesia telah berupaya menjaga kedaulatan Natuna Utara dan menyelesaikan sengketa Laut China Selatan dengan mengambil kebijakan berdasarkan pendekatan yang berimbang antara aspek diplomasi, hukum internasional, pertahanan, ekonomi, dan lingkungan. Keterlibatan aktif di forum multilateral menjadi kunci untuk memperkuat posisi hukum Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun