Selain itu, sesuai juga dengan fatwa DSN-MUI nomor 10/DSN-MUI/IV/2000 yang berisi tentang akad wakalah yaitu berupa pelimpahan kekuasan satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.Â
Meski begitu, masih ada beberapa pihak yang menganggap haram GoFood ini diebabkan karena anggapan adanya multiakad berupa ba'i wa salaf, yaitu penggambungan antara praktik jual beli dan hutang. Padahal pengertian dari bai'i wa salaf adalah pemberi pinjaman memberikan syarat kepada peminjam untuk membeli barangnya dengan harga yang lebih mahal. Hal ini dilarang sebab tambahan keuntungan yang didapatkan oleh pihak pemberi hutang merupakan riba.
Sedangkan, pada GoFood tidak ada penambahan harga atas hasil jual beli antara driver dan perusahaan. Artinya disini driver tidak menaikan harga makanan kepada konsumen. Harga yang dibayar oleh konsumen adalah harga yang asli seperti yang driver bayarkan kepada restoran. Maka pendapat diatas bisa dianggap tidak valid dengan status halal atau haram praktik GoFood.Â
Selain itu, tidak ada paksaan kepada konsumen untuk membayar sebesar harga yang ada. Sebab, saat proses pemesanan dilakukan  konsumen telah setuju dan siap membayar dengan harga yang tertera pada aplikasi.Â
Nah, begitu penjelasan terkait akad yang digunakan pada praktik GoFood dan juga kebolehan transaksi pada GoFood. Semoga informasi ini bisa menjadi wawasan baru bagi para pembaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H