Laksana api abadi, penggalan pidato yang dikobarkan oleh Bung Tomo tak kunjung padam hingga detik ini. Dengan menggenggam erat asa, Bung Tomo berseru, "Merdeka atau mati!"
Bulan November selalu menjadi momentum epik dalam memperingati perjuangan para pahlawan dalam pertempuran Surabaya pada 10 November dan peringatan kelahiran Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 25 November sebagai Hari Guru Nasional. Kedua hari tersebut tidak bisa hanya berkutat pada unggahan-unggahan atau tagar-tagar peringatan di media sosial saja, tetapi mengimplementasikan perjuangan dan melanjutkan cita-cita para pahlawan nasional oleh bangsa Indonesia. Selain itu, kemerdekaan yang telah didapatkan juga tidak terlepas dari perjuangan para guru yang selalu merangkul anak didiknya sehingga turut menciptakan pikiran dan jiwa yang memerdekakan.
Di negeri tercinta ini, terdapat berbagai cara dalam menyusuri tapak tilas para pahlawan guna menciptakan kemerdekaan yang abadi karena setiap insan dapat menjadi guru sekaligus murid dalam kehidupannya. Tidak harus memangku senjata atau menyusun strategi peperangan, tetapi ada cara yang dapat dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia. Cara yang memudahkan, memerdekakan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lantas, apa yang bisa dilakukan bangsa Indonesia untuk mewariskan kobaran semangat para pahlawan?
Sejak zaman dahulu, manusia selalu berevolusi hingga menjadi manusia modern pada saat ini. Belajar dari banyak hal yang dilihat, didengar, dan dirasakan adalah kewajiban manusia sebagai longlife learner. Evolusi manusia tak terlepas dari konflik-konflik yang terjadi di muka bumi.
Film Marvel "Eternals" (2021) menjadi salah satu interpretasi dari evolusi manusia yang menceritakan tentang ras alien kuno (The Eternals) yang melindungi manusia dari serangan alien lain, The Daviants. Meskipun The Eternals dapat membantu kehidupan manusia dengan kekuatan ajaibnya, Ajak, ketua The Eternals melarang anggotanya untuk ikut campur terhadap setiap konflik manusia karena akan menghambat evolusi manusia dan membatasi kemerdekaan manusia karena ketergantungan oleh kekuatan The Eternals.
Perkembangan zaman menuntun manusia untuk memerdekakan diri dan merdeka mempelajari banyak hal. Kini, setiap insan bebas mengekspresikan dirinya, menentukan pilihan hidupnya, dan mengejar impian setinggi-setingginya. Kecanggihan pemikiran yang didukung oleh kecanggihan teknologi menciptakan banyak akses ke seluruh belahan negeri, termasuk berbagi ilmu dan budaya dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, amat disayangkan jika bangsa Indonesia saat ini tidak memanfaatkan segala pintu kesempatan yang terbuka untuknya. Padahal, Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, percaya bahwa pendidikan merupakan alat juang penting bagi kemerdekaan Indonesia.
 Ditilik dari sejarah, sistem pendidikan Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim saat ini tidak terlepas dari perjuangan dan buah pemikiran Ki Hajar Dewantara. Mengingat pada 3 Juli 1922, Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai senjata perjuangan untuk melepaskan diri dari kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan bangsa Indonesia.
Sebagai upaya merealisasikan Visi Indonesia 2045 dalam bidang pendidikan, Merdeka Belajar adalah sebuah metode pembelajaran baru yang mengalihkan pendekatan pembelajaran dari expository learning approach ke discovery learning approach sehingga tiap-tiap peserta didik memiliki kecakapan berpikir tingkat tinggi (high-order thinking), yaitu kegiatan pembelajaran yang mampu mendorong peserta didik berpikir kritis (critical thinking), kreatif (creative thinking), imajinatif (imaginative thinking), komprehensif, dan analitis.
Tujuan mulia Merdeka Belajar dapat tercapai jika terdapat kolaborasi yang efektif dan memerdekakan, baik dari pihak guru maupun murid, bahkan di seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Dalam Merdeka Belajar, guru juga diberikan kebebasan untuk kreatif dan inovatif dalam menentukan metode pembelajaran efektif untuk anak didiknya.
Dalam buku yang bertajuk Kenapa Guru Harus Kreatif? karya Andi Yudha menyebutkan bahwa terdapat sebelas ciri-ciri guru kreatif yang diuraikan dengan Fleksibel, Optimis, Respek, Cekatan, Humoris, Inspiratif, Lembut, Disiplin, Responsif, Empati, dan Nge-friend (FORCHILDERN). Namun, setiap guru tentu memiliki karakternya masing-masing sehingga akan berpengaruh terhadap pola pembelajaran di institusi pendidikan.