Selain itu juga ditambah dengan masalah adanya ketimpangan antara sekolah-sekolah di daerah perkotaan dan daerah pedesaan, dimana pemerintah cenderung lebih memperhatikan dan membangun sekolah-sekolah yang berada di kota. T
erdapat juga ketidakadilan dalam memandang sekolah menengah kejuruan (SMK) dan sekolah menengah atas (SMA). Negara lain seperti Jerman tidak memandang sebelah mata SMK dan menyediakan institusi pendidikan lanjutan khusus bagi mereka.
6. Di Indonesia, mayoritas pendidikan cenderung lebih teoritis daripada praktis
Mulai dari tingkat TK hingga SMA, sebagian besar yang diterima di sekolah hanya berupa teori yang jarang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, kita tahu bahwa membuang sampah sembarangan adalah kesalahan, tetapi masih banyak masyarakat yang melakukannya karena mereka hanya memiliki pengetahuan teoritis tanpa pengalaman praktis.Â
Sekolah di Indonesia lebih fokus pada kemampuan menjawab soal ujian dengan teori yang diajarkan daripada kemampuan menerapkan teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini juga menjadi alasan mengapa siswa SMK di Indonesia seringkali dipandang rendah dibandingkan dengan siswa SMA. Mungkin hal ini disebabkan persepsi bahwa teori yang dipelajari di SMK tidak terlalu kompleks seperti siswa SMA, karena siswa SMK hanya mempelajari materi yang terkait dengan kejuruan mereka. Akibatnya, mereka dianggap memiliki pengetahuan yang terbatas di bidang lain untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan perguruan tinggi.
Sebagian besar siswa di Indonesia mungkin baru memiliki pengalaman praktis dari teori yang mereka pelajari saat mereka memasuki perguruan tinggi yaitu pada saat melakukan kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Namun, ini merupakan pengalaman yang terbatas dan terlambat. Sebaiknya, penerapan teori yang diajarkan sebaiknya dimulai sejak usia dini. Karena tanpa praktik, teori hanya menjadi sia-sia, sama seperti berbicara tanpa tindakan yang diikuti.
Dengan jadwal sekolah yang padat di Indonesia, apakah ini memiliki dampak positif atau negatif terhadap kualitas pendidikan dan kesehatan mental siswa?
Tentu saja, jadwal sekolah yang padat memiliki dampak negatif terhadap kesehatan mental siswa dan juga dapat mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia. Jadwal yang padat membuat siswa menjadi lelah, terutama dengan beban pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan.Â
Akibatnya, mereka dapat merasa jenuh dan menganggap sekolah sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dan hanya dilakukan untuk menggugurkan kewajiban tanpa menyadari betapa pentingnya pendidikan.Â
Jika siswa tidak menyadari pentingnya sekolah dan melihatnya sebagai beban, mereka tidak akan serius dalam mengikuti proses pembelajaran. Jika hal ini dilakukan oleh sebagian besar siswa di Indonesia, maka hal ini tentu akan mengurangi kualitas pendidikan, karena siswa-siswi merasa terpaksa untuk sekolah dan kehilangan semangat.