Mohon tunggu...
Annisa Aprilia
Annisa Aprilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - penname : Nakaito

Manusia tidak akan hidup tanpa kegagalan. Maka dari itu, persiapkan diri kita untuk menelan pahit kegagalan yang menunggu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hasrat Berdendam

17 Juni 2022   08:21 Diperbarui: 17 Juni 2022   08:28 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

    Semuanya diakibatkan oleh kerakusan delapan orang yang menginginkan harta dan tahta. Delapan orang itu membunuh sang ayah ibu tepat di hadapannya. 

    Ia dalam wujud anak kecil menatap darah ayah ibunya yang berserakan di mana-mana. Ia melihat senyuman mereka untuknya di saat-saat terakhir delapan orang itu memakan jiwa sang terkasih. 

    Saat itu dunianya runtuh. Kata orang ia harus bersyukur karena terselamatkan. Tapi bukan selamat yang diinginkannya. Ia ingin ikut bersama ayah ibunya yang telah menjadi bintang. Karena untuk apa hidup jika bahagianya telah pergi.

    Jiwanya telah hancur saat itu. Bahkan semakin hancur ketika kedelapan orang yang melenyapkan ayah ibunya malah dipuja-puja banyak orang. Mereka dianggap sebagai penyelamat alih-alih penjahat.

    "Sampai ujung dunia pun, aku akan nuntut balas pada kalian. Kalian yang berdosa tidak akan aku biarkan hidup tenang, aku akan menyiksa jiwa kalian, hingga kalian sendirilah yang memilih untuk meninggalkan dunia." Teriaknya sembari menjambak rambut klimisnya sampai tak berbentuk. Amarahnya membuat rasa sakit dari helaian rambut yang terlepas paksa tak ia lirik dengan menjerit kesakitan.

    Dengan jambakkan yang semakin mengencang, remaja itu terus mengutuk orang-orang yang membawanya pada rasa putus asa. Mulutnya terus berteriak, hingga kepalanya merasakan nyeri yang amat kuat.

    Tak ada siapapun yang membantunya saat itu, rumah besarnya hanya ditempati oleh ia yang berteriak kesakitan. Sang nenek yang biasa membantunya di saat seperti ini, kini hilang ditelan bumi, menyisakan ia yang merana sendiri, tak ada yang menemani.

    Depresi yang dialaminya sejak usia sembilan tahun membuat kerabat jauhnya enggan memberikan tempat berpulang untuknya. Mereka menjadikannya sebagai manusia malang yang menggantungkan rasa sakit jiwanya pada rasa sakit yang lain.

    Remaja itu semakin mencengkram kuat kepalanya yang menyalurkan rasa nyeri. Ia dengan tangan yang gemetarnya mengambil sebuah cutter yang berada tepat di sampingnya. Tangannya menari, menggores tangannya yang lain hingga mengeluarkan tetasan darah beraroma karat.

    Wajah remaja itu terlihat menikmati setiap tetesan darah yang berlomba keluar dari kulitnya. Rasa sakit dari goresan yang dibuatnya membawa ia pada rasa puas penenang rasa frustrasinya.

    "Suatu hari nanti, bukan darahku yang membawa puas, tapi darah orang tersayang kalian yang akan membawaku pada rasa puas menggelora." Tawanya menggema begitu jahat. Rasa sakit yang selama ini ia rasakan sendirian, membawanya pada jalan kesakitan sebagai teman rasa sakit hatinya yang terlalu dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun